Karena sibuk menguping pembicaraan pria yang baru saja menjadi suaminya tersebut, tanpa ia sadari jika Abi tengah memperhatikan dirinya.
“Kamu sedang apa disini?” tanya Abi saat masuk kembali, karena sudah menyelesaikan pembicaraannya di telpon.
“Hah!” Adel tampak terkejut.
“Tidak, aku hanya ingin ... oh itu, aku ingin ke balkon. Udaranya sangat panas di dalam,” sahutnya berbohong dengan suara gugup.
Abi tampak merasakan suhu di ruangan tersebut, karena merasakan sedikit hangat karena ac-nya belum di aktifkan di tambah lagi sinar matahari sore hari masuk menyinari balkon.
“Oh, sebentar aku mencari remote nya.”
Adel tampak bernapas lega, karena dirinya bisa selamat. Jika tidak, dirinya kan menanggung malu seumur hidupnya.
“Abi!” panggil Adel.
Seketika Abi langsung berhenti, lalu menoleh ke belakang dan menatapnya dengan tatapan tak biasa.
“Aku Suamimu, jangan memanggilku dengan sebutan nama!” tegas Abi, membuat Adel langsung mematung mendengarnya.
“Tapi, kita ....”
“Adel, orang tuamu telah menyerahkan semua tanggung jawab mereka padaku. Jadi, kamu harus menuruti semua apa yang aku katakan! Karena sekarang aku yang menjadi kepala rumah tangganya, kamu mengerti?!” tanyanya dengan penuh penekanan.
Bukannya mengangguk, Adel malah mengangkat kedua bahunya, lalu meninggalkan Abi yang tengah menatapnya.
“Anak ini benar-benar keras kepala!” gerutunya.
Abi dan Adel sebenarnya sudah saling mengenal sejak lama, karena pak Darwin sering mengajak Abi ke rumahnya bahkan sering menginap di rumah mereka karena suatu pekerjaan.
Tak terbesit di benak Adel, jika Abi akan menjadi suaminya.
Karena Adel juga tak memiliki perasaan sedikitpun terdapat Abi, begitupun sebaliknya.
Ketika mengetahui dirinya dan Abi akan menikah, Adel sangat terkejut karena tak menyangka jika dirinya akan di nikahkan dengan Abi.
Adel berpikir jika papanya akan mencarikannya pria yang sepadan dengan mereka, akan tetapi justru sebaliknya.
Flashback on.
Sepulang papanya bekerja, Adel masih mengurung diri di kamar.
“Dimana Adel? Apa dia sudah makan?” tanyanya pada istrinya sembari melepaskan jasnya.
“Adel seharian tak keluar kamar, masih mogok makan,” sahutnya.
“Ck ... anak itu! Ini memang salahku yang terlalu memanjakannya! Mau jadi apa dia, rupanya selama ini nongkrong tak jelas bersama anak jalanan disana, main kebut-kebutan dengan motornya. Bagaimana jika ada yang mengenalinya?! Entah motor siapa yang ia pakai?” gerutunya.
Istrinya hanya bisa menelan salivanya dengan kasar, karena dirinya juga ikut andil dalam perbuatan putranya tersebut.
Semua itu ia lakukan atas tak mampu menolak kemauan putrinya yang selalu merengek padanya.
“Aku akan ke kamarnya. Siapkan akan makan juga, aku sangat lapar. Setelah dari kamar aku akan langsung makan bersamanya,” tutur pak Darwin pada istrinya.
Setelah membersihkan diri, pak Darwin langsung masuk ke kamar putrinya karena memang kebetulan pintu kamar Adel sedikit terbuka.
“Adel,” panggilnya melihat putrinya tengah bermain game di laptop miliknya.
“Iya Pa,” sahutnya langsung menoleh ke sumber suara.
“Bagaimana kabarmu hari ini?” tanyanya duduk di tepi kasur.
“Tidak baik!” ketusnya.
Pak Darwin terkekeh melihat putrinya yang cemberut, netranya tertuju pada makanan putrinya yang belum di sentuh.
“Kamu belum makan, Adel?” tanyanya dengan tatapan serius.
“Sudah,” sahutnya dengan santai.
“Lalu ini apa?” menunjuk nampan yang berisi makanan.
“Huft ... Adel tak selera makan, jadi Adel hanya makan buah saja.”
“Ck ... kamu ini!”
“Pa, Adel tak mau menikah sekarang. Adel akan bekerja di kantor Papa dan tak bermain motor lagi. Please ....” dengan wajah yang memelas sembari menangkup kedua tangannya.
“Tidak! Usia kamu juga sudah cukup untuk menikah! Papa sudah tidak percaya lagi padamu!” tegasnya.
Adel menghela napas berat, ia tak punya pilihan lain lagi selain menuruti kemauan papanya. Dirinya juga tak ingin di cap anak durhaka, jika dirinya membantah lagi.
“Kenapa diam?”
“Adel harus bicara apa lagi, Pa? Apa Papa mau mendengarkan jika Adel protes?” tanya balik.
“Bagus! Pernikahanmu akan segera di gelar, akan tetapi Abi meminta pernikahan akan di gelar secara sederhana saja.”
Adel membulat mata dengan sempurna, bahkan sangat terkejut dan tidak menyangka nama calon suaminya yang di sebutkan oleh papanya.
“Apa Pa? Adel tak salah dengar? Adel akan menikah dengan Abi?!” tanyanya memastikan ucapan pak Darwin, papanya sendiri.
“Iya, kamu tidak salah dengar. Kenapa? Setuju atau tidak, kamu tetap akan menikah dengannya. Abi pria yang baik,” tuturnya.
“Aku pikir Papa akan menjodohkan ku yang sepadan dengan kita, apa Papa tidak salah pilih orang? Bagaimana jika Abi sudah mempunyai Istri atau kekasih di desa?” protesnya dengan sengaja mengatakan itu, agar papanya mempertimbangkan perjodohan tersebut.
“Semua orang di dunia ini sama! Jangan membandingkan, semua kekayaan ini hanyalah titipan! Abi belum menikah, Papa juga sudah melihat identitasnya jika statusnya masih belum menikah.”
Adel terlihat kesal, karena papanya masih berada di pihak Abi.
“Jangan membantah! Jabatan Abi di kantor memang masih di bawah, karena Abi sendiri tak ingin jabatannya di naikkan. Masalah pekerjaan, ia sangat bertanggung jawab dan mampu menguasai semua pekerjaannya. Jadi, jangan pernah meremehkan Abi, kamu mengerti?!”
Adel kembali menghela napas kasar.
“Papa tunggu di meja makan,” ujarnya beranjak dari tempat duduknya meninggalkan putrinya yang terlihat kesal dan cemberut.
“Argghh ... ingin rasanya aku bersembunyi di lubang semut!” gerutunya.
Adel tak habis pikir dengan pemikiran papanya, bahkan lebih tak menyangka jika Abi akan menjadi suaminya.
Flashback off.
“Hei, kamu melamun lagi?” tanya Abi melihat Adel yang duduk di tepi kasur dengan tatapan kosong ke arah jendela.
“Ck ... kenapa kamu selalu menggangguku? Abi, kita memang sudah ....”
Abi melototkan matanya karena Adel masih menyebut namanya.
“Maksudku, kita memang sudah menikah. Tapi, kita tak saling mencintai. Jadi, kita atur kehidupan masing-masing!”
“Apa katamu? Apa perlu aku menghubungi Papa? Jaga bicaramu, kamu sudah menjadi Istriku. Jadi, kamu harus melakukan tugasmu sebagai seorang Istri!” menatapnya dengan serius, sehingga Adel menundukkan kepalanya.
“Sekarang masaklah untuk makan malam kita,” tuturnya lembut merebahkan tubuhnya di tempat tidur.
“Hah, apa? Aku tidak bisa memasak, kita pesan saja,” usulnya.
“Tidak. Aku akan mengajarimu memasak, ganti pakaianmu. Aku akan menunggu di dapur,” tolak Abi.
Wajah Adel terlihat kesal, karena memang dirinya tak pernah masuk ke dapur selama hidupnya.
“Cobaan apalagi ini, Tuhan?!” keluhnya.
Walaupun begitu, ia tetap menuruti apanya telah suaminya katakan. Dirinya juga sedikit takut dengan ancaman Abi yang akan melaporkan dirinya pada papanya.
Dengan langkah berat, Adel mulai memasuki area dapur. Ia melihat sekeliling dapur yang tak terlalu menakutkan, seperti apa yang di bayangkan olehnya.
“Ambilkan bawang,” perintah Abi yang tengah mencuci sayuran.
“Bawang? Dimana?” tanyanya melihat sekeliling.
Abi terlihat menggelengkan kepalanya, ia memaklumi karena Adel pasti tak pernah masuk ke dapur. Jangankan memasak, makanan saja di siapkan oleh asisten rumah tangga mereka.
“Ini bawang,” ucap Abi mengambil bawang merah yang ada di hadapan Adel.
Adel mengambil bawang tersebut, lalu menelitinya dengan jarak dekat.
“Kenapa? Apa kamu baru pernah melihat bawang juga?” tanya Abi.
Adel mengangguk.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
.
Ya si adel baru belajar masak
2023-06-21
0