“Ini minum dulu,” ujar pria tersebut menyerahkan gelas berisi air putih pada Ayu.
Ayu tampak ragu mengambilnya, ia menatap gelas dan wajah pria tersebut secara bergantian.
“Kenapa? Kamu takut jika air ini ada racunnya? Haha aku bukan orang jahat,” guraunya.
Ayu tersenyum, pria itu mengetahui apa yang ada pikirannya saat ini.
Ayu mengambil air tersebut, karena tak mungkin menolak pemberian tuan rumah.
“Rumah mu dimana? Oh ya, perkenalkan namaku Adi,” ucapnya mengulurkan tangannya.
Ayu menyambut uluran tangan tersebut.
“Panggil saja aku Ayu. Aku berasal dari desa, aku kemari karena ingin mengikuti suamiku dan ternyata kecurigaanku benar. Suaminya ternyata mempunyai wanita lain,” sahut Ayu dengan tatapan sendu.
Ia tak menyangka jika suaminya ternyata memang benar sudah menikah kembali.
Pantas saja sikap Abi berubah padanya.
“Aku ikut prihatin padamu. Apa kamu sudah menghubungi Pak Abi?”
Ayu hanya mengangguk.
“Tapi tidak di angkat. Oh iya, Pak Adi. Terima kasih sudah memberiku minum, aku harus kembali ke hotel.”
Adi tak menjawab, akan tetapi tangannya menahan bahu Ayu agar tak pergi.
Ayu mengerutkan keningnya heran.
“Kenapa kembali ke hotel? Kamu bisa menunggu di sini hingga Suamimu kembali. Aku tidak keberatan,” ucap Adi.
“Tapi aku ----.”
“Tunggu saja di kamarku, jangan takut. Aku bukan orang jahat,” ujarnya meminta Ayu agar tetap di apartemennya.
“Bagaimana bisa kamu mengetahui Suamimu sudah kembali? jika kamu kembali ke hotel,” tambah Adi lagi.
Ayu tampak berpikir sejenak, jika ucapan Adi ada benarnya. Yang ada di pikirannya saat ini adalah, meminta penjelasan suaminya tentang kebohongannya.
Ayu mengangguk menyetujuinya, tanpa ia sadari jika Adi tersenyum licik pada Ayu.
***
Tiga orang pria yaitu, Pak Darwin, damar, dan juga Abi tengah berada di dalam mobil yang sama.
Hari sudah menjelang malam, tapi mereka belum menemukan keberadaan Adel juga.
“Abi, aku tidak akan memaafkanmu! Jika terjadi sesuatu pada adikku!” ancam Damar.
Abi hanya bisa menelan salivanya dengan kasar, karena semua ini memang salah dirinya.
Namun, tidak dengan Pak Darwin. Ia tetap percaya pada menantunya tersebut, karena Abi sebelumnya sudah menjelaskannya tentang pernikahannya dengan Ayu bukan karena keinginannya.
Pak Darwin juga melihat perubahan Adel setelah beberapa bulan bersama dengan Abi, sehingga pak Darwin menyerahkan keputusannya pada Abi.
Jika Abi ingin memilih istri pertamanya, ia akan menjemput kembali putrinya. Karena awal pernikahan mereka adalah kehendaknya, tanpa bertanya terlebih dahulu pada Abi saat itu.
“Abi, apa kamu sudah menghubungi Dina?” tanya Pak Darwin.
Abi mengangguk .
“Dina mengatakan jika Adel tak ada di kostnya.”
“Lalu kamu mudah percaya begitu saja?!” tanya Damar dengan nada kesal.
Sejak penjelasan Abi tadi hingga sekarang, ia sangat geram pada Abi.
Jika tak ada papanya yang menahan dirinya, kemungkinan besar Abi sudah terbujur kaku karena Damar tak membiarkan Abi keluar hidup-hidup dari rumahnya.
Abi terdiam, ia juga memikirkan apa yang di ucapkan oleh Damar. Kenapa dirinya percaya begitu saja.
Damar berdecap kesal, ia membelokkan setir mobilnya menuju ke arah kost Dina, sahabat dari adiknya tersebut.
Setiba di sana, pintu rumah Dina terlihat terbuka lebar.
Ada beberapa pria yang duduk di teras, akan tetapi ia tak melihat Adel di teras tersebut.
Damar segera memarkirkan mobilnya, lalu mereka bertiga keluar dari mobil.
“Dimana Adel?” tanya Damar pada pria yang tengah mengisap rokoknya tersebut.
Pria itu tersenyum, lalu membuang sisa puntung rokoknya.
“Tidak ada!” sahutnya singkat.
“Kau jangan berbohong! Jangan menghasut adikku lagi, kalianlah yang membawa adikku menjadi tidak benar!” tunjuknya pada pria itu.
“Kak Damar! Adel ada di kamar ku,” ucap Dina, karena sebelumnya ia mendengar suara keributan dan langsung bergegas keluar.
Pria tersebut menatap Dina dengan tajam, karena memberi tahu keberadaan Adel. Karena tak ingin tetangga di sekitar itu merasa terganggu, apalagi sudah larut malam.
“Minggir!” mendorong bahu pria itu dengan kasar.
Di kamar, Adel tampak tertidur dengan mata yang terlihat sembab akibat menangis.
Di sudut matanya masih ada sisa air mata yang mengering.
“Bawa dia ke mobil,” ucap Damar pada Abi.
Dengan cepat Abi hendak menggendong istrinya, karena merasa ada pergerakan Adel yang terbangun.
“Mau apa kamu? Jangan menyentuhku!” sentaknya dengan suara parau.
Adel langsung duduk, ia menatap ada kalanya juga di kamar tersebut.
“Kita pulang sekarang! Kalau kamu tidak mau pulang, jangan salahkan aku jika aku marah!” ancam Damar pada adiknya.
Nyali Adel langsung menciut.
“Adel, apa kamu dengar?!”
Adel langsung menghela napas dengan kasar.
“Din, aku pulang dulu ya. Terima kasih atas waktunya,” ucapnya pada Dina.
Dina mengangguk sembari tersenyum.
Dengan langkah berat, Adel melangkah keluar dari kamar Dina.
Setibanya di teras, langkah Adel terhenti dia dan pria yang berdebat dengan Damar tadi sebut saja namanya Varell.
“Varell, aku pulang,” ucapnya dengan pelan, seakan tak terdengar.
Varell mengangguk dengan lembut, ia mengambil tangan Adel.
“Jaga diri baik-baik,” ucapnya dengan lembut sembari mengelus tangan Adel.
Hawa panas mulia menyeruak di tubuh Abi, ia menatap tajam tangan pria yang memegang tangan istrinya.
Ia tak bisa menahan rasa cemburunya, apalagi Adel tampak menikmati tangannya yang di pegang oleh Varell.
“Sudah cukup! Kita pulang sekarang!” menarik tangan istrinya.
Suaranya langsung berubah terdengar dingin.
Varell hanya bisa menatap punggung Adel yang di tarik oleh suaminya masuk ke dalam mobil.
“Ekhem ... jangan pernah mengganggu atau mengajak adikku masuk ke geng kalian lagi! Kalian itu tak punya masa depan,” ucapnya dengan nada mengejek.
Varell hanya tersenyum kecut mendengarnya, tanpa membalas perkataan Damar yang terdengar menghinanya.
“Aku pastikan kamu akan hancur dan bertekuk lutut di hadapanku nanti! Kau tak tahu sedang berhadapan dengan siapa?!” batin Varell menatap punggung Damar.
Sebelum Damar menjalankan mobilnya, ia melihat Varell terlebih dahulu. Sudut bibirnya terlihat naik, dengan tatapan mengejek ke arah Varell.
Varell menganggapinya dengan santai, bahkan ia melambaikan tangan ke arah Damar.
“Adel, Papa tak suka dengan caramu kabur begini ya! Apa begini caramu menyelesaikan masalah?!” tegas Papanya.
“Kenapa Papa marah padaku? Seharusnya Papa bertanya pada menantu Papa yang sangat baik ini, apa penyebabnya?!” seru Adel pada papanya.
“Turunkan nada bicaramu! Apa pantas bicara seperti itu pada Papa?!” sela Abi.
Ia sudah geram melihat tangan istrinya di pegang oleh pria asing, di tambah lagi nada bicara Adel yang kurang sopan terhadap orang tuanya sendiri.
“Ck!” Adel berdecap kesal pada suaminya.
“Adel, baru beberapa jam keluar dari rumah dan bertemu dengan teman berandalan mu itu, kamu sudah berani kurang ajar pada Papa!” tambah Damar.
Adel merasa terpojok, karena orang yang ada di dalam mobil semua menyalahkan dirinya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments