“Arka, aku ikut ya?”
Davina merengek ingin ikut denganku besok, acara LDKS di sekolah. Aku sedang bermain game jadi masih mengabaikannya.
“Arka.”
Aku masih acuh.
“Arkaaaa,”
Permainanku sebentar lagi berakhir dan ….
“Davina.” Aku memekik melihat sosok Davina duduk di hadapanku sengaja bersilang kaki dan mempertontonkan kakinya yang jenjang dan putih.
Dia terkikik sambil menutup mulutnya dengan tangan, “Kamu tergoda ya? Ternyata ideku berhasil.”
“Minggir!"
Terdengar akhir dari game yang kumainkan dan fix aku kalah. Akhirnya Davina kembali berdiri dan menghampiriku dengan wajah cemberut.
“Aku ingin ikut, kamu kegiatan dua hari dan tidak pulang. Pasti aku jenuh sendiri di sini,” keluh Davina seakan dia manusia normal mengatakan akan jenuh.
“Jangan, kamu hanya akan menggangguku. Aku ada perasaan tidak enak, khawatir akan ada energi buruk atau gangguan dari makhluk lain. Kamu diam di sini atau jangan muncul lagi di hadapanku,” teriakku.
Esok hari, aku berangkat menggunakan taksi karena agak siang dari biasanya dan Papa tentu saja sudah berangkat sejak pagi. Hari ini kegiatan LDKS, walaupun aku malas untuk terlibat tapi sebagai bagian dari pengurus OSIS lama tentu saja aku harus ikut.
Davina? Dia di rumah, aku tidak memperkenankan dia ikut serta karena hanya akan menggangguku. Aku tidak ingin terlihat seperti orang bodoh yang sedang bicara sendiri padahal aku berbicara dengan Davina.
Aku bergabung dengan panitia lainnya di pinggir lapangan dan duduk di tribun menunggu acara dimulai. Oky terlihat sibuk mengarahkan peserta begitupun dengan Bono.
“Kamu ikut juga, aku pikir tidak akan datang.” Marsa yang sebenarnya bukan bagian dari kepengurusan osis lama karena dia siswa pindahan, mengajukan diri terlibat dan saat ini duduk di sampingku memperhatikan peserta yang sedang berbaris.
“Eh, mana sosok yang kamu bilang. Dia ikut?”
“Tidak.”
“Gimana sih, katanya ingin dilihatkan padaku dan membuktikan kalau yang kamu lihat memang makhluk tak kasat mata tapi malah nggak di ajak atau aku ke rumahmu.” Marsa menawarkan diri berkunjung untuk bertemu Davina.
“Tidak perlu, nanti aku akan ajak dia ke sini.”
Akhirnya acara pun dimulai dengan apel pembukaan dan rangkaian kegiatan lainnya. Aku yang malas mengikuti kegiatan ini, oleh Oky tidak dilibatkan terlalu banyak dalam mengarahkan peserta di kegiatan siang tapi bertugas nanti malam.
“Kak Arka, sudah makan belum?”
“Kak Arka mau ini?”
Berbagai pertanyaan dan tawaran dari peserta LDKS yang merupakan siswa baru di kelas sepuluh. Mereka menggodaku dan tertawa karena berhasil menegurku yang aku jawab dengan anggukan kepala atau senyuman.
“Heran gue, dari tadi gue koar-koar gak ada yang nawarin apapun apalagi senyum ke gue. Lah Arka, Cuma duduk doang itu cewek-cewek pada semaput sampe datangi terus nawarin ini itu. Rahasianya apaan sih Ka, sampai lo digilai wanita?” tanya Bono sambil berkeluh kesah.
“Digilai? Lo yang gila,” jawabku.
Marsa hanya tertawa melihat interaksi aku dan Bono. Memang bisa dikatakan aku begitu percaya diri dengan tampangku yang bukan pas-pasan ini. Kata Mama, aku mirip Papa waktu masih muda sebelum mereka menikah malah lebih tampan aku. Bedanya dulu Papa gondrong dan sering mengikat rambutnya semakin membuat penampilan Papa makin keren.
Hm, jadi tertarik memanjangkan sedikit rambutku. Mungkin saat kuliah nanti.
“Kamu sudah punya pacar?” tanya Marsa.
“Ehem.” Bono berlagak tersedak mendengar pertanyaan Marsa. “Yang ini belum punya pacar, ehem.”
“Belum, aku diminta Mama fokus dengan sekolah. Entahlah kalau nanti kuliah,” jawabku.
Ah, benar-benar menjenuhkan. Bahkan aku sempat tertidur di UKS karena jenuh. Menjelang malam, setelah makan dengan menu seadanya, aku sudah membuat kopi hitam dengan sedikit gula dan aku letakan di sampingku masih duduk di tribun.
“Arka, ini kopi untuk makhluk gaib ya?” tanya Bono.
“Buat gue biar nggak ngantuk, ngapain juga kasih kopi untuk “mereka”."
Sambil bicara dengan Bono aku menatap ke arah kelas di lantai dua, ruang kelas baru yang sebelumnya sering terjadi kesurupan. Sejak tadi ada yang melambaikan tangan ke arahku, makanya aku tatap terus. Energinya biasa dan tidak membuatku terganggu atau takut.
“Astagfirullah,” pekik Marsa yang tiba-tiba sudah duduk di sampingku. Dia kaget melihat sosok yang aku pandang, sedangkan aku kaget karena kehadirannya.
“Arka, itu ….”
“Biarkan aja, nggak ganggu. Bono, jangan ada yang pakai ruangan itu ya,” tunjukku pada ruangan di mana ada makhluk yang masih melambaikan tangan dan duduk di tembok pembatas sambil menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan kiri.
“Kenapa?” tanya Bono.
“Tidak usah banyak tanya,” jawab Marsa mewakiliku.
“Pasti ada yang kalian lihat, gue pengen lihat juga dong.”
“Aaaaaa,” terdengar teriakan siswa.
Aku mengernyitkan dahi, arahnya dari … toilet.
“Arka.” Oky datang dengan nafas terengah. “Ada siswi teriak-teriak di toilet, Pak Ridwan belum datang,” ujarnya.
Pak Ridwan adalah pembina osis yang katanya paham dengan masalah gaib. Aku menyeruput kopi yang rasanya pahit lalu beranjak dan berlari ke arah yang dimaksud Oky. Marsa dan Bono sepertinya mengikutiku.
“Marsa, ikut gue,” ujarku pada Marsa. “Jangan biarkan yang lain masuk, usir dulu yang nggak ada kepentingan,” titahku pada Oky yang dijawab dengan anggukan kepala.
Aku memasuki toilet bersama Marsa, toilet perempuan. Marsa langsung beristighfar ketika kami melihat sosok itu. Sosok yang pernah membuat aku pingsan, karena memang tampangnya menyeramkan. Saat ini sosok itu sedang duduk di pintu toilet seperti yang pernah aku lihat dan ada seorang siswi yang terkulai di lantai.
Sosok itu tertawa melengking, aku bahkan menutup telingaku dengan kedua tangan.
“Pergi!” teriakku.
“Arkaaaa, kamu datang lagi.”
Marsa menyenggol lenganku.
“Urus dia,” tunjukku pada siswi yang tidak sadar.
Tiba-tiba makhluk itu turun dengan cepat, menghalangi kami menghampiri siswi yang tidak sadarkan diri.
“Minggir dan pergilah, ini bukan tempatmu," teriakku.
“Dia menggangguku,” teriak makhluk itu.
“Mereka tidak bisa melihatmu dan ini bukan duniamu.” Aku bicara dengan tenang walaupun tubuhku sudah merinding dan tengkuk yang berat karena makhluk itu mulai melangkah ke arah kami.
Marsa yang biasanya banyak bicara, kali ini dia hanya terpaku walaupun mulutnya bergumam macam-macam doa.
“Pergilah!”
Tangannya terjulur sudah berada di depan wajahku. Kepalanya dimiringkan lalu dia menyeringai membuat wajahnya terlihat semakin mengerikan.
Aku memejamkan mata dan tangannya terasa menyentuh leherku. Kukunya yang tajam mulai menekan kulit dan terasa perih.
Marsa sepertinya berpegangan padaku terasa cengkramannya di lengan jaket yang aku kenakan.
“Aku benci kamu Arkaaa, auramu menggangguku.”
Aku masih memejamkan mata dan melantunkan doa di dalam hati.
“Arka, lampunya berkedip,” ujar Marsa.
Aku masih melantunkan doa dan ….
“Arkaaaa,” teriak Marsa sambil memelukku dari belakang. Terasa hembusan angin dan pintu bilik toilet yang bergerak cepat menutup dan terbuka karena angin yang terasa begitu kencang.
Sangat aneh, karena hanya di ruangan ini angin berhembus kencang.
Cengkraman tangan makhluk itu semakin terasa semakin erat di leherku, aku meneriakan doa untuk mengusir makhluk gaib pengganggu yang diajarkan oleh Papa.
Dia berteriak dan hembusan angin terasa di wajahku lalu … sunyi.
Perlahan aku membuka mata, sosok itu sudah tidak ada.
“Marsa,” panggilku. Marsa mulai melepaskan pelukannya.
“Arka, tadi itu apa? Kenapa makhluk itu ….”
“Tolong dia!” titahku menunjuk siswi yang masih tergeletak di lantai. Karena perempuan, baiknya Marsa yang memeriksa siswi itu.
Tidak lama siswi itu pun sadar dan langsung beranjak duduk menatap keliling toilet.
“Aku tadi melihat setan, wajahnya menyeramkan.”
“Ajak dia keluar,” ujarku.
Sampai di luar, aku katakan pada Oky kalau di dalam sudah aman dan berpesan agar tidak bercanda ketika berada di toilet.
“Lo lihat sesuatu?” tanya Bono.
Aku dan Marsa saling tatap, dia terlihat masih shock dengan yabg terjadi tadi. Padahal sebelumnya Marsa selalu membanggakan dia seorang indigo.
“Tuh, tanya aja dia,” tunjukku pada Marsa sambil berlalu kembali ke tribun.
“Marsa, kalian melihat sesuatu?”
“Tiga kata, sumpah aku takut,” jawab Marsa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Zuhril Witanto
ternyata Marsa penakut
2024-05-06
0
Zuhril Witanto
kayak Yura ya
2024-05-06
0
Ali B.U
,next
2024-03-27
1