Dia kesepian, sudah berapa lama dia berkeliaran.
Aku tidak peduli dengan permintaan gadis itu dan memilih memejamkan mata walaupun tidak benar-benar tidur. Apa yang terjadi di sekitarku tetap bisa aku dengar, termasuk suara lirih di ujung ranjang.
“Pak, Bapak!” teriak seseorang, aku bahkan sampai membuka mata.
Ternyata teriakan pendamping pasien di ranjang ujung.
“Ada apa Mah?”
“Entah,” jawab Mama yang menggeser gorden dan melangkah mencari tahu apa yang terjadi.
Ada seorang dokter dan beberapa perawat yang datang, sepertinya sesuatu terjadi pada pasien itu.
“Pasien itu mati.”
Aku menoleh dan mengernyitkan dahi. Davina, ya sosok dengan name tag Davina sudah duduk di kursi yang tadi di tempati oleh Mama. Bahkan kedua tangannya bertumpu pada pinggiran ranjang menangkup wajahnya menatap ke arahku. Tidak terasa hembusan nafasnya walaupun jarak kami dekat, tentu saja karena dia bukan manusia.
“Dari mana kamu tahu?” tanyaku membuka suara.
“Ahh, akhirnya kamu bicara juga. Aku tahu kamu bisa berkomunikasi juga denganku,” ujar Davina dengan wajah ceria.
Aku berdecak dan mengalihkan pandangan. Dari sekian banyak penampakan dan gangguan dari arwah gentayangan atau makhluk lainnya, sosok Davina tidak membuat tubuhku merespon seperti merinding atau bahkan diam tidak bisa bergerak.
“Hei, ayo bicara lagi. Sudah lama tidak ada yang bicara denganku.”
“Karena tempatmu bukan di sini.” Aku membalas ucapan Davina.
“Suster palsu itu juga sudah mati tapi dia masih berkeliaran. Bukan inginku begini, lalu aku harus bagaimana?”
Iya juga ya, bukan keinginan dia masih beredar di dunia.
Terdengar tangisan lalu Mama mendekat. “Pasien itu meninggal,” ujar Mama lirih lalu duduk di kursi.
Aku terkejut, khawatir jika Mama menduduki Davina, ternyata sosok itu sudah berpindah duduk di atas bed cabinet. Aku hanya bisa menggelengkan kepala melihat ulahnya.
“Benar ‘kan, dia mati. Aku sudah beberapa kali melihat yang seperti itu,” ujar Davina sambil mengayunkan kakinya.
“Arka, bagaimana keadaanmu?” tanya Om Kaivan yang baru datang.
“Kepalaku masih sakit Om, dokter bilang akan dilakukan tes apa gitu aku kurang paham.”
“Kapan Arka akan pindah kamar, di sini dia kurang nyaman tidak akan bisa istirahat,” ujar Mama.
Apa yang dikatakan Mama memang benar, setelah pasien tadi dinyatakan meninggal terdengar suara tangisan dari keluarga pasien itu dan beberapa tenaga kesehatan yang mengurus jenazah masih hilir mudik.
"Sabar, aku sudah urus dan minta segera.”
...***...
Akhirnya, aku sudah berpindah kamar. Bukannya sombong karena tidak ingin berinteraksi dengan orang lain tapi dalam kondisi aku yang sedang dalam pengobatan karena kecelakaan, harus berbagi ruangan dengan orang yang tidak dikenal rasanya sangat tidak nyaman.
“Aku pulang dulu, Bang Aldo pasti pulang malam ini. Kalian tidak masalah aku tinggal?” tanya Om Kaivan.
Mama menjawab tidak masalah dan menasehati Om Kaivan karena rumah tangganya sedang tidak baik. Telingaku mendengarkan apa yang mereka bicarakan tapi wajahku mengarah pada pintu kamar mandi yang terbuka pelan, terbuka sendiri.
“Tidak masalah, sepertinya dia hanya ingin berkenalan,” ujar Davina yang sudah duduk di ranjang tepat di samping kepalaku.
“Jangan duduk di situ, cepat turun!” Aku bertitah tanpa menatapnya, masih melihat ke arah pintu kamar mandi.
“Kalau aku masih mau di sini, kamu bisa apa?”
“Arka, Om pulang. Ada apa-apa bilang sama Mama kamu atau tekan tombol itu untuk panggil perawat dan dokter,” ujar Om Kaivan sambil menunjuk tombol darurat.
“Iya, Om.”
“Om kamu tampan, aku mau punya kekasih pria dewasa dan tampan seperti dia.” Davina lalu turun dan mengejar Om Kaivan. “Sampai jumpa lagi,” ujarnya lalu melambaikan tangannya walaupun Om kaivan tidak mendengar apalagi melihat.
“Dasar aneh.”
“Siapa yang aneh? Om Kaivan?” tanya Mama yang menduga aku berucap kepadanya.
“Kamu yang aneh,” ujar Davina.
“Arka, kamu tidak sedang berinteraksi dengan makhluk lain ‘kan? Jangan buat Mama takut, tidak ada Papa di sini,” keluh Mama sambil mengusap lengannya.
“Tidak Mah, Mama kenapa takut begitu sih. Bukannya dulu Mama biasa berinteraksi dengan “mereka”?”
“Iya, tapi tetap saja takut. Awal-awal juga mama ketakutan, tapi bersyukur sekarang kekuatan itu sudah tidak ada lagi,” tutur Mama.
Davina masih berada di antara aku dan Mama, mendengarkan apa yang kami bicarakan bahkan kadang ikut berkomentar walaupun hanya bisa didengar olehku dan yang menyebalkan kadang aku sampai membuka suara untuk membalas komentarnya dan Mama kadang salah sangka.
“Mama ngeri deh, kamu pasti bicara dengan seseorang ya?”
“Bukan seseorang Mah,” jawabku.
“Lalu apa?” tanya Mama lagi.
“Sesehantu,” jawabku lalu terkekeh.
Mama memukul lenganku mendengar aku berkelakar. “Jangan bercanda, Mama serius.”
“Garing, apa itu sesehantu,” ujar Davina.
“Ya kamu sesehantu, nggak mungkin seseorang,” ujarku lirih agar tidak bisa didengar oleh Mama.
“Mama kamu masih cantik dan muda, kamu yakin dilahirkan olehnya?”
“Ck. Pergi, kamu mulai kurang ajar.” Aku mengusir Davina, sejak tadi masih tahan dengan kehadirannya tapi kelamaan mulai mengganggu.
“Pergi ke mana?”
“Entahlah ke akhirat, mungkin,” jawabku sambil menatap langit-langit kamar.
Dia tidak menjawab, tidak seperti sebelumnya yang selalu membalas perkataanku. Aku menoleh dan ternyata Davina sedang menunduk, sepertinya dia … menangis.
“Kamu kenapa?” tanyaku pada Davina, masih dengan suara agak berbisik.
Davina hanya menggelengkan kepalanya.
“Kenapa menunduk?” tanyaku lagi. Karena sering melihat makhluk gaib dengan posisi menunduk dan saat mengangkat wajahnya akan muncul penampakan yang membuat detak jantung jedak jeduk bahkan rasanya ingin pi pis di tempat dan mulut ingin menjerit.
“Aku tahu kamu tidak ingin aku ada di sini tapi mau bagaimana lagi, aku tidak tahu kenapa aku begini. Hidup tapi mati, kalau bisa pergi aku ingin pergi,” tutur Davina. “Hanya kamu yang bisa melihatku dan bisa berkomunikasi denganku,” ujar Davina lagi.
“Bukan hanya aku, ada Papa yang juga bisa melihat makhluk sepertimu. Tunggu saja dia datang, mungkin Papa bisa membantu kamu untuk pergi,” jelasku pada Davina.
Mama menyadari aku sedang bicara dan berinteraksi dengan makhluk lain, beliau sedang duduk di sofa sambil memainkan ponsel entah sedang berkirim pesan pada siapa.
“Benarkah?” tanya Davina.
“Hm.”
“Jadi Papa kamu pun punya keahlian berkomunikasi dengan makhluk lain seperti kamu?” tanya Davina lagi.
“Iya, bawel. Diam dan jangan ganggu aku sampai Papa datang,” ujarku dengan suara agak kencang.
“ARKA! Kamu bicara dengan siapa?” teriak Mama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Ali B.U
.next
2024-03-26
1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
mama Yura jadi parno nih arka
2023-11-09
0
Esti Restianti
hihi si mama parno sendiri liat anaknya ngobrol dengan yg tak terlihat
2023-06-28
0