Aku pikir Davina akan hancur, menghilang atau terbakar ketika dia memasuki rumah. Nyatanya dia sedang berada di ruang TV di menatap deretan pigura foto-fotoku dari masih bayi sampai dengan sekarang.
“Bagaimana bisa, dia ….”
“Arka, kamu memang tampan dari kecil,” ujar Davina sambil terkikik. “Wah, yang ini kamu lucu banget.”
Aku masih terpaku berdiri di belakang Davina. Apa iya, dia adalah sosok makhluk dengan kekuatan dan energi luar biasa. Rasanya tidak mungkin tapi kenyataannya dia bisa masuk ke dalam rumah. Biasanya aku hanya akan diganggu dengan suara saja atau penampakan di jendela dan balkon kamar.
“Arka, makan dulu sayang. Lalu minum obat kamu,” seru Mama sambil lewat menuju dapur.
“Mama kamu baik sekali, aku mau punya mama seperti dia.” Davina mengekor langkah Mama menuju dapur, pandanganku masih mengarah pada sosok gadis itu.
“Aneh, sangat aneh.”
Malam hari, saat makan malam seperti biasa aku dipanggil untuk turun karena kamarku berada di lantai dua.
“Jangan ikut, aku belum menyampaikan pada Papa kalau ada kamu di sini.”
“Ya sudah, sekalian saja aku berkenalan,” sahut Davina.
“Aku bilang jangan ya jangan atau kamu pergi dari sini,” ujarku agak marah.
Davina memasang wajah cemberut karena aku tidak mengizinkan dia keluar dari kamar. Mama memang tidak bisa melihat dia tapi Papa tentu saja bisa.
Aku sudah berada di meja makan, seperti biasa kadang ada hal ringan yang Papa tanyakan di sela kami makan. Tiba-tiba Davina muncul tepat di kursi berseberangan denganku membuat terkejut bahkan aku sampai tersedak.
“Arka, pelan-pelan dong,” ujar Mama sambil mendorong gelasku lebih dekat.
Aku masih terbatuk dengan tatapan mengarah pada Davina yang cengar cengir tanpa merasa berdosa.
“Aku bilang jangan muncul dulu,” ujarku lirih.
“Arka, ada apa?” tanya Papa.
“Ehm, ini Pah,” sahutku sambil menatap Papa dan Davina bergantian tapi Papa hanya menatap ke arahku.
“Papa, setelah ini bisa kita bicara?”
“Tentu, tentu saja bisa,” jawab Papa.
“Hanya berdua, empat mata.”
Aku dan Papa sudah berada di ruang kerjanya, tentu saja Mama sudah ketar ketir dengan isi pembicaraan kami karena dia tidak dilibatkan.
“Pah, ingat dengan sosok gadis yang aku sampaikan di rumah sakit?”
Papa terlihat berpikir kemudian menganggukan kepala.
“Aku melihatnya lagi, tadi siang masih di rumah sakit.”
“Ah, berarti memang dia menunggu salah satu ruangan di sana,” sahut Papa yang aku jawab dengan gelengan kepala.
“Dia ikut denganku dan sekarang ada di rumah ini.” Aku berusaha menjelaskan kehadiran Davina.
“Di rumah? Maksudnya di dalam?”
Aku menganggukan kepala.
“Tapi bagaimana mungkin,” gumam Papa.
Tentu saja mungkin, buktinya dia sudah berkeliaran di rumah dan ….
“Astagfirullah.” Aku beristighfar karena Davina sudah duduk di samping Papa sambil tersenyum ke arahku.
“Kenapa?” Papa kembali bertanya.
Aku menunjuk ke samping Papa di mana Davina berada. Papi menoleh dan mengernyitkan dahinya lalu kembali menatapku. Sedangkan Davina malah terkikik sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. Tingkah yang sudah berapa kali dia lakukan dan membuatnya terlihat lucu dan menggemaskan.
Eh, hentikan Arka. Dia hantu, ingat hantu! Jangan sampai kamu terpesona olehnya.
“Kamu menunjuk apa?”
Sekarang giliran aku yang mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan Papa.
“Dia ada di samping Papa, sosok yang aku maksud. Yang aku lihat di rumah sakit dan ikut denganku lalu ….”
“Arka, Papa tidak melihatnya,” ujar Papa menyela kalimatku.
Deg
Bagaimana bisa Papa tidak melihat Davina.
Davina kembali terkikik.
“Papa kamu tidak bisa melihatku, jadi hanya kamu dong yang tahu aku di sini,” ujar Davina.
“Diam kamu,” bentakku pada Davina.
“Arka!”
“Pah, aku serius. Dia ada di situ.” Aku menunjuk ke arah samping Papa lagi.
Papa menghela nafasnya lalu berdiri dan memanggil Mama. Sudah pasti Mama ada di depan pintu dan langsung bergabung ke dalam.
“Mah, apa yang Mama lihat di samping Papa?” tanya Papa.
Mama menatap Papa dan aku bergantian, kemudian menggelengkan kepalanya.
“Mama tidak melihat apapun,” jawabnya.
Aku kesal, baru kali ini penglihatanku disangsikan oleh Papa. Biasanya dia yang meyakinkan kalau yang kami lihat benar adanya. Karena marah dan kecewa, aku beranjak meninggalkan ruangan begitu saja.
“Loh, Arka. Ini ada apa sih Pah?” tanya Mama dan entah dijawab apa oleh Papa karena aku sudah menaiki anak tangga menuju kamarku.
“Hahh.” Aku menghela nafas kesal sambil merebahkan diri di ranjang dan menatap langit-langit kamar.
“Arka, kamu kenapa?”
Aku menoleh, Davina sudah duduk di sampingku tepat di sisi kepalaku.
“Ini semua karena kamu. Papa pasti menduga yang macam-macam dan tidak percaya aku.”
Davina menunduk mendengar aku menyalahkannya.
“Maaf,” ucapnya lirih. “Aku tidak bermaksud begitu.”
Aku berdecak mendengar penyesalan Davina. Terdengar isakan tangis sepertinya Davina, aku pun menoleh. benar saja, sosok itu sedang menangis.
“Apa hantu bisa menangis juga?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Ali B.U
next
2024-03-27
1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
kayaknya Davina koma trus arwahnya keluar dr raganya
2023-11-09
0
firni
apa davina koma yaa thor blm meninggal...tebak tebak buah manggis
2023-06-06
2