Pendekatan

Kedekatan Nara dengan Julian sudah terdengar oleh para karyawan kantor. Ada yang mendukung dan banyak yang menentang. Apalagi beberapa dari mereka sudah mengetahui jika Nara seorang janda. Julian tidak pernah memperdulikan desas-desus yang sedang beredar. Dia memang sedang berusaha mendekati Nara. Semenjak Nara merawat Kean, membuat hati Julian merasakan adanya getaran.

Seperti biasa, pagi ini Nara datang ke kantor lebih awal. Tidak ada yang berubah dari sikap Nara, tetap sopan dan pendiam. Mungkin ini hari yang paling tidak ingin Nara temui. Karena sejak dia menginjakkan kaki di lobby kantor, beberapa karyawan yang tidak menyukainya sudah menghujat.

"Janda kegatelan. Bisa-bisanya berharap sama Pak Julian yang jelas-jelas beda kelas. Gak sadar diri." Suara sinis salah satu karyawan. Nara diam tidak peduli. Karena dia tidak merasa tidak melakukan hal itu.

"Hei, lo budek ya. Jangan berani-berani dekati Julian, karena dia calon suami gue." Seorang perempuan dengan pakaian modis berdiri menghalangi jalan Nara. Dan tetap tidak dipedulikan. Bahkan dia terus berjalan melewati wanita itu.

"Aduh." Nara sedikit berteriak karena wanita itu menjambaknya.

"Maaf saya tidak ada urusan dengan anda, bahkan saya tidak mengenal anda." Nara melepaskan tangan wanita itu dengan paksa dari rambutnya dan dia kembali berjalan.

"Wah, lo berani juga sama gue ya." Dengan amarah kembali wanita itu ingin mengejar Nara.

"Stop Kaniya, jangan buat ulah lagi. Jika masih ingin bekerja disini," Suara Yudha menghentikan langkah Kaniya.

"Gue gak ada urusan sama lo," Kaniya masih ingin mengejar Nara.

"Lihatlah kesana." Kaniya menoleh kearah yang Yudha tunjuk. Dia terkejut karena Julian sudah tiba dan turun dari mobil.

"Untung calon suamiku tidak melihat kejadian tadi," Gumam Kaniya pelan dan Yudha masih bisa mendengar.

"Calon suami dalam mimpi lo. Dasar Mak lampir," Ujar Yudha sarkas. Yudha berjalan menuju lift dan berdiri disamping Nara.

"Pagi cantik," Goda Yudha seperti biasanya. Nara hanya diam tidak menanggapi.

"Tumben lo gak telat Yud?" Orang yang diolok Nara hanya tertawa.

"Kamu bisa aja deh," mereka segera masuk kedalam lift yang akan membawa mereka ke ruangan kerja.

"Cantiknya aku sudah sarapan belum?" Yudha lagi-lagi menggoda Nara.

"Sudah, makan ati sama angin." Yudha kembali tertawa mendengar jawaban Nara.

"Haduh kasian banget incessnya aku. Mau Abang belikan makanan neng?" Nara sudah terbiasa dengan candaan Yudha. Tapi tidak untuk orang yang berdiri di depan mereka.

"Gak perlu, gue masih bisa kok beli mekanan sendiri." Yudha berdecak mendengar jawaban Nara.

"Konsepnya gak gitu juga kali. Harusnya kan lo jawab yang romantis," Nara terkekeh mendengar keluhan Yudha.

Julian yang ikut dalam lift tersebut, diam-diam mendengarkan percakapan Yudha dan Nara. Ada rasa kesal dalam hatinya, dia tidak suka Nara dekat dengan pria lain. Tapi dia juga sadar, jika dia bukan siapa-siapa bagi Nara. Pintu lift terbuka, satu per keluar dan masuk kedalam ruang kerja masing-masing. Begitupun dengan Julian. Yudha masih asyik bercanda dengan Nara sepanjang lorong menuju ruangan.

"Bosan saya mendengar ocehan anda tuan Yudha." Nara duduk di mejanya dan melihat Yudha yang mengembuskan nafasnya.

"Lo tau gak, gue sengaja lakukan itu tadi cuma ingin tahu seperti apa sikap pak bos kalau ceweknya digoda," Jelas Yudha kepada Nara.

"Terus apa kesimpulan lo?" Nara merapikan mejanya sambil berbincang dengan Yudha.

"Biasa saja. Padahal gue berharap lihat pak bos marah, jadi gue bisa tau pasti kalian ada hubungan atau tidak?" Nara terkekeh mendengar Yudha kembali bercerita.

"Sudah jelaskan saya buka siapa-siapa." Yudha yang sudah duduk, kembali berdiri dan mendekati meja Nara.

"Saya tidak percaya. Jadi saya akan mencari bukti lagi." Seseorang menatap dengan amarahnya melihat Yudha berbisik kepada Nara, namun terlihat dia seperti mencium pipi Nara.

"Apakah mereka sepasang kekasih? Apa karena itu Nara seperti menjauh dariku?" Julian memang sudah pernah mengatakan niatnya untuk mengenal Nara lebih jauh, namun Nara menolak dan masih belum ingin menjalin hubungan dengan siapapun.

"Tapi rasanya tidak mungkin. Mungkin mereka berteman dekat." Julian kembali menilai kedekatan Yudha dan Nara dari balik kaca jendela ruangannya.

Hari ini tidak ada kegiatan di luar kantor dan mendekati akhir bulan, pekerjaan Nara harus segera selesai sebelum waktu gajian tiba. Nara bahkan tidak sempat pergi makan siang. Saat ini Nara hanya seorang diri di ruangannya. Disaat dia sedang fokus bekerja, seorang office boy datang mendekati Nara.

"Maaf mbak Nara, saya mau mengantarkan makan siang untuk mbak Nara." Nara bingung mendapatkan kiriman makanan. Karena dia memang tidak memesan makanan.

"Tapi saya tidak pesan makanan pak, jadi ini bukan saya," Nara mencoba menjelaskan kepada office boy.

"Pak Julian yang membelikannya untuk nona, jadi saya mohon untuk diterima." Nara diam sebelum mengambil bungkusan makanan itu.

"Bapak yakin? Jangan-jangan salah kirim pak," Nara masih berusaha menolak.

"Iya mbak saya yakin. Jadi tolong untuk diterima." office boy itu kembali mengulurkan bungkusan itu kepada Nara. Dan sekarang sudah diterima oleh Nara.

"Baiklah pak, terima kasih." Office boy segera meninggalkan ruangan Nara. Dia tidak langsung memakan bungkusan itu. Hingga Julian mengirimkan pesan dan memintanya memakan bungkusan itu dan tidak boleh di buang.

Nara akhirnya mengalah dan memakan nasi bungkus itu. Dia tidak tahu jika sedari tadi ada yang memperhatikan dan ikut makan siang di ruangan berbeda. Julian kembali mengirim pesan, agar pulang nanti Nara ikut bersama dengannya. Dan Julian menggunakan nama Kean agar Nara mau ikut bersama dengannya.

"Ra, tumben jajan diluar?" Jessi baru saja kembali dari kantin.

"Iya, tau gitu tadi barengan aja belinya Ra." Mela ikut menimpali perkataan Jessi.

"Oh maaf, gue kira kalian tidak mau beli diluar." Nara sengaja berbohong agar mereka tidak curiga.

"Besok lagi kalau lo pengen beli makan diluar, kita barengan. Gue juga sudah agak bosan dengan makanan di kantin," Nara hanya mengangguk dan menghabiskan makanannya.

Suasana kembali hening, mereka fokus mengerjakan pekerjaan masing-masing. Nara harus segera menemui Julian untuk meminta tanda tangan. Nara sudah menyiapkan semua berkas yang harus Julian bubui tanda tangan. Dia berjalan menuju ruangan Julian.

Tok tok tok

"Masuk." Perintah Julian setelah mendengar suara ketukan pintu. Nara berjalan mendekati meja Julian .

"Selamat siang pak, saya mau meminta tanda tangan bapak." Nara meletakkan semua berkas diatas meja Julian.

"Siang, tunggu saya akan periksa dulu." Nara tetap berdiri menunggu Julian menyelesaikan berkas-berkas itu.

"Duduklah, jangan berdiri terus." Nara duduk setelah diperintahkan oleh Julian. Karena terlalu hening, Julian mengajaknya berbicara.

"Kamu belum menjawab permintaan saya tadi?" Nara sedikit mendongak dan melihat kearah Julian.

"Maaf pak, nanti saya akan menjenguk Kean sendiri saja. Saya tidak mau merepotkan bapak." Julian menghentikan pekerjaannya sesaat.

"Saya yang meminta Nara, jadi tidak mungkin merepotkan saya." Nara masih terdiam dan menunduk.

"Apa kamu takut kekasih kamu marah?" Nara kembali mendongak dan membuat tatapan mereka bertemu.

"Saya tidak memiliki kekasih pak." Jawab Nara cukup tegas. Dan jawaban itu membuat Julian tersenyum tipis.

"Ya sudah kamu tetap harus ikut bersama saya. Tidak ada penolakan." Nara diam tidak bisa lagi menjawab apapun.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!