Bunda Kean

"Nara, siang ini kita akan meeting di luar bersama Pak Julian mengenai proyek baru kita. Apa kamu sudah menyiapkan semua berkas yang dibutuhkan?" Manager keuangan masuk kedalam ruangan Nara.

"Sudah Bu. Tapi maaf, bukannya hari ini Mela yang akan ikut meeting?" setiap hari jadwal meeting akan bergulir. Agar semua staff bisa mendapatkan bagian yang merata.

"Mela diutus Pak Julian untuk menemui klien baru kita, dan tidak ada karyawan lain selain kamu," Nara mengangguk paham mendengar penjelasan manager keuangan.

"Baiklah bu, saya mengerti." Manager keuangan meninggalkan ruangan Nara, dan dia kembali berkutat memeriksa kembali hasil perhitungan yang akan dia bawa untuk meeting nanti. Hanya ada Jessi di ruangan itu, karena beberapa teman Nara sedang tugas diluar kantor.

"Nara, gue duluan ya. Bu Rena sudah menungguku." Jessi pun ikut meninggalkan ruangan itu. Nara hanya mengacungkan jempolnya saja.

Sepuluh menit menjelang meeting, Nara pergi ke pantry membuat kopi. Jika gugup, Nara memilih meminum kopi hitam tanpa gula. Dia sedikit lebih tenang setelah meneguk secangkir kopi hitam.

"Apa jantungmu tidak berdebar nona, siang hari seperti ini meminum kopi hitam?" seorang pria datang menghampiri Nara.

"Tidak pak, saya sudah terbiasa," Nara menjawab singkat dengan bahasa yang sopan.

"Oh begitu. Kenalkan saya Reza, asisten manager personalia," pria itu mengulurkan tangannya kepada Nara.

"Inara," jawabnya cukup singkat.

"Kamu masih baru ya disini, saya baru beberapa kali melihat mu," Nara mengangguk pelan.

"Iya pak, saya baru dua bulan di sini." Nara mencuci gelas bekas minumnya dan ingin segera meninggalkan pantry.

"Kamu mau kemana Nara? Sepertinya terburu-buru sekali?" Reza masih berusaha menahan Inara.

"Maaf pak, saya ada meeting. Permisi, saya pergi dulu." Nara segera keluar dari pantry sebelum mendapatkan jawaban dari Reza.

"Gadis yang menarik," gumam Reza pelan dengan mata yang masih menuju kepada Nara.

Nara segera mengambil semua berkasnya dan berjalan menuju ruangan manager keuangan. Mereka akan berangkat bersama-sama menuju perusahaan yang akan memakai jasa mereka. Mobil perusahaan sudah siap dia depan lobby mengantarkan mereka ke tempat tujuan.

Perusahaan yang akan menggunakan jasa mereka letakkan tidak terlalu jauh. Tiga puluh menit waktu yang mereka tempuh untuk tiba disana. Julian dan asisten pribadinya sudah lebih dulu sampai dan menunggu kedatangan Inara beserta manager keuangan di lobby.

"Maaf pak, kami terlambat datang." Manager keuangan tidak enak hati melihat Julian menunggu mereka.

"Kalian belum terlambat, saya saja yang lebih dulu sampai. Ayo kita segera masuk," mereka segera mengikuti langkah kaki Julian.

Urusan dari pimpinan perusahaan itu sudah menunggu Julian dan rombongan, dan mereka bersama-sama segera menuju ruangan meeting yang berada di lantai empat. Sepanjang jalan, Julian berbincang dengan asisten perusahaan tersebut.

"Mari Pak Julian, silahkan masuk," Julian dan rombongan masuk kedalam ruang rapat.

"Selamat siang Pak Julian, mari silahkan," Julian disambut langsung dengan pimpinan perusahaan.

"Karena Pak Julian dan team sudah tiba, kita segera mulai saja meeting siang ini," asisten perusahaan tersebut segera membuka meeting siang ini.

Julian segera meminta Nara menjelaskan semua perhitungan dan keuntungan yang akan mereka peroleh dari kerjasama ini. Tatapan Julian tidak beralih dari Nara. Penjelasannya sangat detail dan lengkap, bahkan dari pihak perusahaan itu tidak memperoleh keraguan.

"Sekian penjelasan saya. Jika masih ada pertanyaan, saya persilahkan." Nara masih berdiri di sisi layar proyektor menunggu pertanyaan yang ditujukan kepadanya.

"Saya sudah cukup puas dengan penjelasan dari Bu Nara. Ini sangat detail. Jadi, saya rasa semua sudah mengerti," pimpinan perusahaan itu menatap semua yang ada didalam ruangan. Dan mereka mengangguk.

"Terima kasih pak," Nara kembali duduk di samping Julian.

"Baik pak Julian. Dari beberapa kompetitor yang memperebutkan proyek ini, saya lebih yakin memberikan proyek ini kepada perusahaan bapak. Jadi, kita bisa mulai mengatur perjanjian kerjasama kita." Julian menghela nafasnya lega. Dia bahagia bisa mendapatkan Mega proyek yang memiliki nilai cukup besar.

"Terima kasih atas kepercayaan bapak kepada perusahaan kami. Mari kita bicarakan kembali isi perjanjian kita," mereka kembali membahas isi perjanjian. Beberapa poin mereka bahas dalam perjanjian itu. Nara dan asisten Julian merangkum semua isi perjanjian.

"Wah, sebaiknya kita atur kembali jadwal pertemuan kita Pak Julian." Mereka masih menyusun isi surat perjanjian kerja sama mereka.

"Baik Pak Mahendra, saya tunggu kabar dari bapak." Julian segera meninggalkan kantor Mahendra.

Dilobby perusahan itu, Julian mendapatkan panggilan telepon dari sekolah Keanu. Julian segera mengangkat panggilan itu.

"Baik Bu, saya segera ke sekolah." Julian menyimpan ponselnya dan segera menuju mobil. Julian sempat menoleh kearah Nara sebelum menjalankan mobilnya.

"Nara, kamu ikut saya sekarang!" Nara terkejut dengan permintaan bosnya itu.

"Saya pak?" Karena bingung, pertanyaan tak masuk akal pun Nara keluarkan.

"Iya kamu, siapa lagi. Ayo buruan." Asisten Julian membukakan pintu mobil untuk Nara. Dia pun segera masuk.

Didalam perjalanan, mereka saling terdiam. Tidak ada yang membuka suara hingga mereka sampai di sekolah Keanu. Nara melihat papan nama yang terpampang jelas di depannya.

"Sekolah Dasar." Gumam Nara pelan. Julian segera turun dari mobil dan berlari pelan. Julian menyadari seseorang tidak mengikuti dirinya.

"Ayo turun." Julian membukakan pintu untuk Nara. Dia segera turun tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Nara mengikuti langkah lebar Julian memasuki area sekolah. Dia terus berjalan mengekori bos-nya itu. Mereka menuju ruang kepala sekolah. Julian mengetuk pintu cukup kencang. Tak berselang lama, mereka segera masuk kedalam ruangan.

"Keanu," lirih suara Nara melihat seorang bocah sedang menangis ketakutan.

"Selamat siang Pak Julian. Maaf saya terpaksa memanggil anda untuk datang, karena putra anda kembali membuat ulah." Julian melirik kearah Keanu yang sedang ketakutan.

"Kesalahan apa yang diperbuat oleh putra saya pak?" Keanu baru berani mengangkat wajahnya saat mendengar suara sang ayah.

"Bunda. Lihat Kean punya bunda." Bocah itu melihat adanya Nara disana, dan segera berlari menghampirinya.

"Sayang, ada apa? Kenapa Kean menangis?" Keanu memeluk erat tubuh Nara dengan gemetaran.

"Putra bapak memukul Niko teman satu kelasnya. Dan membuat Niko terluka di bagian pelipis," kepala sekolah menjelaskan kembali duduk permasalahannya.

"Saya tidak terima anak saya di aniaya seperti ini. Saya akan menuntut bapak karena perbuatan Keanu. Dasar anak berandal." Julian menatap orangtua Niko dengan tajam. dia tidak suka putranya dihina seperti itu.

"Sebelum memutuskan, saya akan bertanya terlebih dahulu kepada Keanu." Julian berjalan mendekati putranya.

"Kean, mengapa memukul Niko nak?" Ucap Julian lembut. Namun tidak ada respon dari Keanu. Nara merasakan getaran tubuh Keanu yang ketakutan.

"Sudahlah pak, sebaiknya keluarkan saja anak berandal itu. Jika tidak, pasti akan ada korban lain lagi," Ibu Niko mencoba memprovokasi keadaan.

"Ayah selalu percaya sama Keanu. Jadi, sekarang Keanu katakan apa yang membuat Keanu memukul Niko?" Keanu mulai mendongak menatap wajah Nara dan bergantian menatap wajah Julian.

"Niko bilang, Kean anak yang tidak punya ibu. Dia bilang Kean nakal, jadi ibu Kean pergi meninggalkan Kean. Tapi Kean punya bunda. Lihatlah ini bunda Kean." Mata Julian memerah. Dia tidak suka ada yang menghina putranya seperti itu terlebih membawa nama mendiang istrinya.

"Sayang, Kean tidak seperti itu. Kamu anak baik. Jadi kamu jangan sedih ya nak, ada bunda di sini," Nara mencoba menenangkan Kean yang kembali menangis.

Kepala sekolah dan orangtua dari teman Kean menatap Nara dengan penuh tanya. Karena baru kali ini Julian datang membawa seorang wanita.

"Apakah salah jika anak saya membela dirinya? Sedangkan anak anda tidak sudah keterlaluan dalam berkata-kata." Julian meluapkan emosinya.

"Tetap saja anak Anda salah memukul anak saya. Saya tidak akan terima," Ibu Niko tetap pada pendiriannya.

"Jika memang menginginkan anak saya keluar dari sini, saya tidak masalah. Tapi, saya tidak akan tinggal diam karena anda berani melukai anak saya," Kepala sekolah mencoba untuk menengahi pertikaian itu.

"Ya sudah, silahkan pak kepala sekolah keluarkan saja anak itu." Julian ingin mengambil Keanu dari dekapan Nara, namun Kean menolak.

"Maaf Bu, sepertinya memang Niko juga berbuat salah. Jadi, sebaiknya kita saling memaafkan saja." Usulan kepala sekolah untuk mendamaikan keduanya.

"Maaf pak, saya tetap akan memindahkan putra saya. Saya takut mental putra saya terganggu di sini. Apalagi, beberapa kali masalah bukan putra saya yang memulai." Julian tetap pada pendiriannya.

"Apa tidak difikirkan kembali pak? Kita bisa membicarakan dengan baik-baik," Kepala sekolah masih tetap membujuk Julian.

"Tidak pak, saya tetap memindahkan Kean. Saya harap sekarang juga surat pindah itu bisa saya bawa." Kepala sekolah hanya bisa menghela nafasnya saja.

"Baik jika memang itu keputusan terakhir bapak." Kepala sekolah segera menerbitkan surat pindah untuk Keanu. Dan keributan kembali terjadi.

"Dasar gak punya ibu," Niko mencoba memprovokasi Keanu.

"Lihatlah, ini Bunda Kean. Dia lebih cantik dari mama mu," Kean penuh percaya diri membalas olokan Niko.

"Apa kamu bilang?" Niko berlari hendak memukul Kean. Nara segera melindungi Keanu.

"Lihatlah pak kepala sekolah, seperti itukah anak yang dikatakan baik tadi?" Ibu Niko hanya diam menatap perlakuan Niko di sekolah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!