Siapa Dia?

Hari ini, untuk pertama kalinya Nara mengikuti meeting bersama CEO tempatnya bekerja. Dia sudah menyiapkan materi yang akan dibahas saat meeting berlangsung. Manager keuangan meminta Nara untuk membacakan laporan bulanan. Pegawai yang di minta mengikuti meeting sudah berada di ruang meeting. Mereka sedang menunggu CEO perusahaan tersebut. 

"Nara, nanti jawab semua pertanyaan bos dengan tegas dan jujur. Bos kita tidak suka yang bertele-tele dan tidak memahami pekerjaan kita," manager keuangan memberikan masukan kepada Nara. 

"Baik Bu, saya akan berusaha semaksimal mungkin." Manager keuangan mengangguk dan mereka kembali terdiam ketika pintu ruangan terbuka lebar. 

Seorang pria tampan berkulit putih, berjalan penuh wibawa memasuki ruangan meeting. Tatapan matanya begitu tajam, rahang yang sangat tegas dan berwajah dingin. Semua karyawan berdiri dan memberikan hormat kepada pimpinan mereka. 

"Kita mulai meeting pagi ini." Suaranya cukup membuat suasana menjadi hening.

"Bu Areta, silahkan laporkan semua pengeluaran dan pemasukan bulan ini," Nara segera berdiri dan mulai menjelaskan.

"Selamat pagi semua. Ijinkan saya Nara, pagi ini akan melaporkan semua keuangan perusahaan ini." Nara memulai presentasinya. Semua fokus tertuju kepada Nara, bahkan sang CEO pun tatapannya begitu menusuk. 

"Sekian penjelasan dari saya pak," Nara menyudahi presentasinya dan menunggu pimpinan itu menilai. 

"Laporan yang cukup detail. Kerja bagus. Saya harap ke depannya akan lebih baik. Tidak ada yang perlu saya tanyakan kepada nona," Areta selaku manager keuangan merasa lega dengan hasil kerja Nara yang bagus. 

"Selanjutnya, silahkan bagian pemasaran," satu persatu dari masing-masing divisi maju membacakan laporan mereka. Jika ada yang membuat pimpinan itu janggal, maka mereka harus bisa menjawab secara terperinci. 

Dua jam lamanya meeting berlangsung, pimpinan perusahaan sudah menutup meets tersebut dan meninggalkan ruangan. Nara dan beberapa rekan lainnya masih membereskan berkas yang mereka bawa.

"Ra, kamu hebat. Baru pertama kali presentasi, tapi tidak gugup dan pak bos langsung suka," pujian dari salah satu staff bagian penjualan yang masih bersama Nara. 

"Tidak kak, saya hanya mengerjakan apa yang harus saya kerjakan saja kok kak," dua karyawan lain yang masih di tempat yang sama, tersenyum sinis kepada Nara. 

"Halah, gak usah cari muka. Bos gak akan mau," ujar salah satu dari mereka. Nara tidak menanggapi itu dan segera keluar dari ruangan meeting. 

"Kak, aku balik ruangan dulu ya," dia hanya berpamitan kepada orang disebelahnya. 

"Iya Ra, nanti gue susul. Ini masih berantakan," Nara hanya mengangguk dan berlalu meninggalkan ruangan itu. 

Nara berjalan menuju ruangannya yang berada di lantai tiga. Sedangkan ruangan meeting berada di lantai dua. Dia berdiri di depan lift dan menunggu. Tidak lama pintu lift terbuka, Nara segera masuk. Dia tidak melihat didalam lift tersebut ada siapa, karena memang Nara menundukkan kepalanya.

"Bundaaa," seorang anak kecil tiba-tiba berteriak dan memeluk pinggangnya, membuat Nara terkejut. 

"Kean, apa kabar nak?" Setelah kejadian beberapa waktu yang lalu, mereka tidak bertemu kembali. 

"Kean habis sakit bunda. Kenapa bunda gak jenguk Kean?" Nara terkenut mendengar jawaban Kean. Dia berjongkok menyamakan tinggi badan Kean. 

"Kean sakit apa sayang? Maaf Tante tidak tahu kalau Kean sakit," Nara mengusap lembut pucuk kepala Kean.

"Kean rindu bunda," Kean kembali memeluk Nara. Perawat Kean menatap sendu. Pelukan itu terlepas ketika lift berhenti dan pintu terbuka. 

"Keanu Atmaja," suara tegas dan dingin membuat Kean dan Nara melepaskan pelukan. 

"Ayah," Kean segera mendekati dan memeluk tubuhnya. 

"Ada apa boy? Apa ada yang menyakitimu?" Ayah Kean melirik kearah Nara. 

"Tidak ayah, Kean tidak apa-apa," Nara segera berdiri dan keluar dari dalam lift setelah mendapatkan tatapan mematikan itu. 

"Maaf, saya permisi pak." Nara sedikit menunduk dan berjalan menuju ruangannya. Namun langkanya terhenti ketika Kean kembali memanggilnya. 

"Bunda tunggu," Kean berlari menghampiri Nara. Membuat Julian, ayah Kean termangu. 

"Bunda," lirih suara Julian sambil terus menatap kearah Nara dan Kean. 

"Bunda mau kemana? Bunda mau ninggalin Kean lagi ya?" Mata Kean mulai berkaca-kaca. Nara kembali berjongkok dan menenangkan Kean. 

"Hai boy, jangan menangis. Tante tidak akan kemana-mana. Tante hanya ingin kembali bekerja saja," perlakuan Nara begitu lembut kepada Kean, membuat Julian diam membisu. 

"Bukan Tante, tapi bunda. Bunda tidak boleh bekerja. Tidak boleh, nanti bunda pergi lagi ninggalin Kean," tangis Kean pecah. Nara segera memeluk tubuh mungil itu dan menenangkannya. 

"Cup sayang, jangan menangis ya. Tante tidak akan pergi," Julian terkejut melihat sikap putranya. Dia berjalan mendekati Kean dan Nara. 

"Kean, ayo ikut ayah." Julian mengulurkan tangannya kearah Kean, namun tidak ada respon. 

"Tidak, Kean ingin bersama bunda," merasa tidak nyaman dengan tatapan Julian, Nara membujuk Kean. 

"Kean anak baik dan pintar, sekarang Kean ikut ayah dulu. Ayah nanti sedih kalau Kean gak mau ikut ayah," Kean mendongak menatap wajah ayahnya.

"Benarkah ayah akan sedih, jika Kean tidak ikut?" Julian mengangguk, ekspresi wajahnya sendu. 

"Kean gak mau lihat ayah sedih kan?" Kean menggeleng dan perlahan melepaskan pelukannya dari Nara. 

"Kean ikut ayah dulu ya bunda, nanti kita ketemu lagi. Jangan tinggalkan Kean ya bunda," Nara hanya bisa mengangguk kaku dan tersenyum tipis. Dia sudah takut dengan ekspresi wajah Julian. 

"Ayo ayah kita ke ruangan ayah." Julian menggandeng tangan Kean dan menuntunnya menuju ruangan CEO.

"Bye bunda, ketemu lagi nanti ya," teriak Kean kepada Nara. Dan Nara membalas lambaian tangan Kean. 

Nara kembali berjalan kembali ke ruangannya setelah memastikan Kean dan Julian masuk kedalam ruangan CEO. Di dalam ruangan, Jessi dan Mela menunggu Nara. 

"Stop!" Nara terkejut dengan teriakan Jessi yang menghadangnya. 

"Ada apa Jes?" Jessi menarik lengan Nara diikuti Mela. 

"Jelaskan sama kami, sebenarnya lo itu siapa? Jangan bilang lo calon istri pak bos yang menyamar?" Nara terkekeh geli mendengar tuduha Mela. 

"Kalau ngomong jangan ngaco Mel, bisa jadi fitnah nanti," Nara mengingatkan Mela dan Jessi. 

"Ngaco gimana? Asal Lo tau ya, lo itu satu-satunya orang yang dapat pelukan dari Keanu dan satu-satunya yang di panggil bunga sama anak pak bos." Nara diam mencerna perkataan Jessi. 

"Benar itu, bahkan wanita yang sering jalan sama pak bos dulu saja tidak mendapatkan hal seistimewa itu dari Kean," Nara terkejut dengan penjelasan Mela.

"Ah kebetulan saja mungkin. Sudahlah, aku mau kerja dulu. Bubar-bubar," Nara kembali ke meja kerjanya. 

"Ck, lo belum jawab pertanyaan kita Nara," Mela masih penasaran dengan jawaban Nara. 

"Huh, gue Inara Ayunda. Sudah puas." Jessi ingin menimpali jawaban Nara, sayangnya Rena datang ke ruangan itu. 

"Siapa gadis itu? Kean tidak pernah seperti itu kepada siapapun setelah Nuri meninggal." Julian bergumam pelan dengan tatapan tertuju pada seseorang di balik kaca. 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!