Yuna Hamil

Tidak satu katapun keluar dari mulut Nara. Sekalipun Kendra mengajaknya berbicara, Nara hanya menjawab dengan deheman ataupun anggukan. Kendra tidak memperdulikan sikap Nara yang seperti itu. Kendra sudah terbiasa.

Pikiran Nara sudah tidak baik. Mati, satu kata yang selalu terlintas dibenak Nara. Namun Nara selalu teringat, jika dia mati sudah pasti Yuna akan menjadi pemenangnya. 

Rumah megah dihadapannya saat ini adalah surga yang indah baginya dulu. Dan kini itu adalah neraka dunia untuk Nara. Kendra berjalan disamping Nara. Sikap Kendra memang tidak berubah, masih perhatian seperti dulu. Namun sayangnya luka yang dalam telah Kendra ciptakan membuat hati Nara mati rasa. 

"Kalian sudah pulang?" Suara yang membuat mimpi indah Nara hancur, kini selalu menyambut kedatangannya. 

"Hai sayang, kamu sudah makan?" Nara menatap nanar Kendra yang dengan ringannya mengecup kening Yuna dihadapannya. 

"Sudah sayang," Mungkin keduanya sudah menganggap Nara hanyalah patung, sehingga dengan nyaman mereka bermesraan dihadapannya. 

"Sayang. Dulu itu hanya untukku seorang dan aku bahagia mendengarnya. Tapi kini, bukan lagi aku saja sayangmu,"Nara bermonolog dalam hatinya. 

Nara berjalan menuju kamarnya, meninggalkan pasangan tidak tahu diri itu yang masih bermesraan diruang tamu. Yuna sempat melirik Nara yang berjalan tanpa mengatakan apapun.

"Bagaimana hari ini? Apa kamu menjaga Nara dengan baik?" Yuna merasa gugup saat Kendra menanyakan itu. Pasalnya, seharian ini Yuna tidak ada dirumah. Dan tidak memberitahu Kendra kemana dia pergi. 

"Hari ini baik-baik saja. Nara pergi dari pagi. Apa dia tidak berpamitan dengan kamu?" Yuna mencoba mengalihkan pertanyaan Kendra. 

"Nara sudah memberitahuku sebelum pergi," Kendra mengusap lembut pipi Yuna. Perlahan Kendra merapatkan tubuh mereka. Kendra ******* bibir Yuna dengan rakus. Tangannya menjelajahi lekuk tubuh Yuna yang hanya menggunakan pakaian tidur. Mereka berciuman dengan penuh nafsu. 

"Ken, hmph.." Yuna berusaha melepaskan tautan mereka, namun Kendra masih menahan tengkuknya. 

Tangan Kendra mulai menjalar kedalam piama Yuna. Meremas salah satu gundukan yang menjadi favorit Kendra. Suara lenguhan Yuna pun lolos bergitu saja. 

"Akhhhh Ken..", Mendengar suara indah itu, Kendra semakin bersemangat. Tanpa melepaskan ciumannya, Kendra membopong tubuh Yuna masuk kedalam kamar mereka.

"I want you baby."Yuna mendorong tubuh Kendra saat mendengar kalimat itu. 

"Maaf Ken, malam ini aku tidak bisa melayani mu," Kening Kendra berkerut. Tidak biasanya Yuna menolaknya seperti ini. 

"Kamu tidak sedang bulanan kan sayang? Aku tahu pasti kapan tanggal itu datang." Kendra mencoba kembali mencium bibir Yuna. 

"Stop Ken. Aku ingin mengatakan hal penting." Kendra mengusap rambutnya kasar dan duduk ditepi ranjang. 

"Ada apa? Katakan!" Yuna tahu Kendra sedang kesal saat ini karena dia menolak keinginannya. 

"Aku hamil Ken," Kendra segera membalikkan badannya dan menatap Yuna yang sedang menunduk. 

"Jangan bercanda Yuna," Yuna menggeleng. Dia mengambil sebuah kertas yang terlipat rapi dari atas nakas. 

"Maaf, aku berbohong. Siang tadi aku pergi kerumah sakit, dan ini hasilnya," Yuna menyerahkan kertas itu. 

Kendra membuka perlahan. Nama sebuah rumah sakit ternama, terpampang jelas. Kendra membaca dengan teliti isi surat itu. 

"Yessss." Teriak Kendra yang membuat Yuna terkejut. Kendra tampak sangat bahagia dan berkali-kali menciumi pipi Yuna. 

"Terimakasih sayang. Terimakasih," Yuna diam mematung. Haruskah Yuna bahagia atau bersedih. 

"Ken, apa kamu bahagia?" Kendra mengangguk dan kini menciumi perut rata Yuna. 

"Tentu saja aku bahagia. Aku akan mendapatkan dua anak sekaligus dari dua wanita yang aku cintai," Jantung Yuna serasa berhenti sejenak mendengar jawaban Kendra. 

"Ken, duduklah disini. Aku ingin bicara!" Yuna menepuk sisi ranjangnya yang kosong. 

"Ada apa sayang? Apakah kamu menginginkan sesuatu?" Kendra sangat bersemangat mendengar permintaan pertama Yuna. 

"Ken, ini saatnya kamu untuk memilih. Jika kamu memilih Nara, aku akan pergi dan membesarkan anak ini seorang diri. Tapi jika kamu memilihku, kamu harus merelakan Nara untuk pergi bersama anaknya." Kendra menatap Yuna tajam.

"Tidak akan ada yang pergi. Kalian bukan pilihan. Aku tidak akan memilih salah satu dari kalian. Ingat itu!" Yuna menghela nafasnya. Dan kembali mencoba berbicara dengan Kendra.

"Jangan egois Ken. Aku sudah cukup dalam melukai Nara. Jika harus aku yang kamu lepaskan, aku akan menerima dengan lapang dada. Tapi, jangan pernah mempertahankan kami berdua. Atau kamu akan kehilangan kami berdua." Yuna masih meneruskan perdebatan itu. 

"Aku tidak akan melepaskan kalian berdua. Ingat itu!" Kendra memilih keluar dari kamar Yuna.

Kendra ingin masuk kedalam kamar Nara, sayangnya Nara mengunci kamarnya. Kendra sudah mencoba mengetuk pintu kamar Nara, sayangnya tidak ada jawaban dari dalam kamar itu. Kendra memilih merebahkan tubuhnya disofa depan kamar Nara. 

Yuna masih menangis mendengar penolakan Kendra. Awalnya dia berharap Kendra bisa memutuskan kepada siapa pilihannya. Tapi semua diluar dugaan. Kendra tetap pada keegoisannya. Bukan hanya Yuna yang saat ini menangis terluka, Nara pun lebih sakit lagi. Nara mendengar semua percakapan Yuna dan Kendra. 

Nara tidak ada niat menguping pembicaraan mereka. Nara tanpa sengaja melewati kamar Yuna dan mendengar percakapan mereka. Kaki Nara lemas, tangannya berusaha mencari penopang agar tubuhnya tidak terjatuh. Dengan tertatih, Nara kembali kedalam kamarnya. Nara berharap semua ini hanyalah mimpi. 

Belum juga sembuh luka lama Nara, kini mereka kembali menoreh luka yang baru. Nara menutup mulutnya agar suara tangisnya tidak terdengar oleh Yuna dan Kendra. Nara memilih untuk kembali ke kamarnya dan mengurungkan niatnya untuk mengambil air minum.

"Mengapa ini semakin sulit?" Nara menangis dalam kegelapan kamarnya.

"Aku lelah Tuhan, lelah. Aku ingin menyerah saja. Ini tidak akan ada ujungnya," Nara merasa sesak nafas karena terus menerus menangis. Nara tertidur dengan bekas air mata yang masih menempel di wajah. 

Pagi hari Nara sudah bangun. Seperti biasanya, Nara segera pergi ke dapur menyiapkan sarapan. Nara berpura-pura tidak mengetahui apapun yang sedang terjadi dengan Yuna dan Kendra. Nara keluar kamar, dan melihat Kendra yang masih meringkuk disofa. Sesungguhnya Nara tidak tega melihat Kendra, namun dia kembali teringat apa yang terjadi semalam. 

Nara meneruskan langkahnya tanpa menoleh kearah Kendra. Hatinya sudah tidak lagi rasa iba untuknya. Nara segera mengambil bahan makanan dan mulai memasak. Karena terlalu fokus memasak, Nara tidak menyadari jika Yuna sudah berada didapur. 

"Pagi Nara," Sapa Yuna tanpa ada beban bersalah dihatinya. 

 "Pagi," Nara tidak menoleh sama sekali. Dan tetap fokus pada masakannya. 

"Kamu masak apa Nar?" Yuna mencoba mencairkan suasana tegang diantara mereka. 

"Apa kamu tidak bisa melihat, apa yang aku masak?" Jawaban ketus yang Yuna dapatkan dari Nara. Yuna hanya bisa tersenyum kecut. 

"Huekkk." Tiba-tiba Yuna merasa sangat mual saat Nara menambahkan bumbu kedalam masakannya. Nara sama sekali tidak peduli.

"Huek." Yuna memuntahkan isi perutnya kedalam wastafel dapur. 

"Sayang, kamu mual?" Kendra tiba-tiba sudah berada diantara mereka. 

"Iya. Rasanya mual sekali," Rengek Yuna. Kendra membantu Yuna memijit tengkuknya. 

Nara menyelesaikan masakannya. Tanpa sepatah kata, Nara pergi meninggalkan dapur dan membawa hasil masakannya. Kendra sempat melirik kearah Nara. Kendra hanya menggelengkan kepalanya saja dan menganggap sikap Nara biasa saja. 

"Dimana makanan kami sayang?" Kendra datang dengan memapah Yuna. 

"Tidak ada," Jawab Nara singkat. 

"Apa kamu tidak membuatkan kami makanan?" Kendra merasa heran karena baru sekali ini Nara bersikap seperti itu. 

"Aku sedang lelah. Mengapa kamu tidak meminta kekasih tercinta mu itu untuk memasak? Aku bukan pembantu kalian." Nara tidak menatap keduanya dan melanjutkan sarapan paginya.

"Huek," Yuna kembali merasa mual. Kendra membawanya ke kamar mandi di dapur. 

"Sayang kamu tidak apa?" Kendra khawatir dengan kondisi Yuna. Nara memperhatikan interaksi keduanya dari meja dapur. Nara tersenyum disudut bibirnya. 

"Aku tidak tahan dengan aroma masakan Nara." Kendra mengerutkan keningnya ketika mengetahui alasan Yuna merasa mual. 

"Baiklah, aku akan meminta Nara untuk makan ditempat lain." Kendra memapah Yuna dan membawa ke ruang tamu agar tidak mencium aroma masakan Nara. 

Kendra berjalan mendekati Nara yang masih asyik makan sendiri. Kendra duduk disamping Nara. 

"Sayang, aku ingin mengatakan sesuatu," Nara tidak menjawab perkataan Kendra. Dia hanya fokus pada makanannya. 

"Yuna hamil. Dan dia tidak menyukai aroma masakanmu sayang. Bolehkah kamu mengalah untuk makan dikamar atau diruangan lainnya?" Nara membanting peralatan makannya hingga terdengar suara dentingan keras. 

"Apa hanya dia yang hamil? Kenapa bukan dia saja yang menjauh dari sini? Kenapa harus aku?" Kendra terkejut dengan emosi Nara. Nara selama ini hanya diam tidak pernah membantah perkataan Kendra. 

"Bukan begitu maksudku sayang. Aku hanya ingin sedikit pengertian saja dari kamu. Apalagi kamu sudah pernah merasakan seperti apa morning sicknees," Nara menggelengkan kepalanya. Dia tidak menyangka jika Kendra bisa mengatakan itu. 

"Oh begitu. Pengertian seperti apa yang kamu mau? Apakah aku kurang mengerti dengan keinginan kalian? Bahkan aku merasa selama ini kalian yang tidak pernah mengerti denganku. Tapi, jika kamu menginginkan aku pergi. Baiklah aku akan pergi. Jika perlu aku akan pergi dari rumah ini selamanya", Nara beranjak meninggalkan meja makan dengan amarahnya. 

"Tidak akan ada yang bisa keluar dari rumah ini Nara!" Kendra berteriak menjawab perkataan Nara.

Yuna yang melihat Nara melewati dirinya dengan tatapan kebencian, membuat Yuna paham apa yang baru saja terjadi.

"Maafkan aku Nara. Aku tau kamu sangat membenciku saat ini," Yuna menunduk dan berbicara pada hatinya. 

Kendra yang merasa lapar, dia segera menyiapkan sarapan untuknya bersama Yuna. Bahkan Kendra tidak menyusul Nara ke kamar. Dia asyik menyiapkan makanan untuk Yuna. Menganggap Nara baik-baik saja.

Didalam kamar, Nara hanya bisa duduk terdiam. Dia sedang mencari celah untuk bisa lepas dari jeratan Kendra. Bahkan Nara tidak mau bercerita kepada mamanya ataupun mertuanya. Mengingat mama Nara sudah tervonis memiliki sakit jantung setelah kematian ayahnya satu tahun lalu. 

"Nak, kita akan keluar dari neraka ini. Mama akan membesarkanmu nak." Nara mengusap perutnya dan berbicara kepada putranya. 

Nara tidak ingin terlalu berlarut meratapi nasibnya. Nara ingin mencoba bangkit. Nara mengemasi pakaiannya dan menyimpan koper miliknya ditempat tersembunyi agar Kendra tidak curiga. Tidak semua pakaian Nara bawa. Hanya beberapa saja. 

"Sudah siap nak. Mama akan segera membawa mu pergi jauh. Maafkan mama jika kamu tidak bisa bertemu dengan ayahmu nak," Nara meneteskan air matanya. Rasanya sangat sakit, dengan kenyataan yang akan putranya terima saat pertama kali dia membuka matanya.

Terpopuler

Comments

Putri Minwa

Putri Minwa

cerita yang menarik

2023-08-28

2

Yeyet Suryadi

Yeyet Suryadi

ahhh kenapa di awal sudah di suguhkan dengan cerita yg sangat ² menyedihkan ....tp gpp thor ...
semangat ya emak eneng ....di tunggu kelanjtannya

2023-06-02

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!