Kehilangan

Nara masih setia menutup matanya. Setelah proses pembersihan kandungan, Nara masih belum sadar. Mama Kendra berjaga menemani Nara hingga papa Kendra kembali dari pemakaman cucu dan sahabat mereka. Mama Kendra tidak tahu bagaimana dia akan mengatakan kepada Nara tentang kepergian kedua orang yang sangat dia cintai. 

Seperti biasa, perawat akan datang memeriksa Nara setiap jam kunjungan. Mama Kendra setia mendampingi Nara. Menanyakan kondisi putri tercintanya itu. 

"Bagaimana putri saya sus? Mengapa belum sadar juga?" Suster tersenyum sebelum menjawab pertanyaan mama Kendra. 

"Nyonya Nara semakin membaik. Sebentar lagi nyonya akan siuman. Efek obat bius nyonya Nara akan segera habis," jelas perawat tersebut dengan ramah. 

"Benarkah? Baiklah sus, terima kasih." Mama Kendra masih belum yakin.

"Sama-sama. Saya permisi nyonya. Jika membutuhkan bantuan, nyonya bisa menekan tombol warna merah disamping ranjang," mama Kendra mengangguk dan kembali duduk setelah perawat meninggalkan ruangan Nara.  

Kriet…

Mama Kendra menoleh mendengar pintu ruangan Nara terbuka. Mata mama Kendra memerah. Amarah yang sudah reda, kembali memuncak. Mama Kendra berjalan mendekati pintu dengan tangan mengepal menghampiri seseorang yang berdiri dengan derasnya air mata yang menetes. 

Plak…plak

Suara tamparan terdengar sangat keras. Tidak hanya satu kali, mama Kendra menampar orang yang sekarang hanya bisa menunduk dan menangis. 

"Masih punya muka kamu datang kesini? Masih ada keberanian kamu berdiri disini?" Mama Kendra benar-benar sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi. 

"Mah, ijinkan Kendra bertemu istri Kendra mah," Kendra bersimpuh di kaki mama-nya.

"Istri? Siapa yang kamu sebut istri? Siapa?" Mama Kendra sedikit meninggikan suaranya. 

"Maafkan Kendra mah. Maafkan Kendra. Ijinkan Kendra bertemu Nara mah. Nara membutuhkan Kendra mah," Kendra masih saja bersimpuh dikaki mama-nya mencekal erat kaki mama-nya. 

"Dia putriku. Bukan istrimu. Pergi kau dari sini, pergi!" Kendra menatap mama-nya pilu. 

"Mah, tolong mah," Kendra masih mengiba. Meminta diijinkan bertemu Nara. Sebelum mama Kendra menjawab, papa Kendra sudah masuk kedalam ruangan. 

"Mah, biarkan dia bertemu putri kita mah. Mungkin untuk mengucapkan kata perpisahan," Kendra menatap papa-nya dengan mengerutkan kening. 

"Perpisahan, siapa yang akan berpisah pah?" Kendra masih belum memahami maksud perkataan papa-nya.

"Putriku akan hidup bahagia tanpa adanya pria bejat seperti mu." Kendra menggelengkan kepalanya. 

"Tidak pah, tidak. Kendra tidak mau berpisah dengan Nara," kini Kendra memohon dikaki papa-nya. 

"Silahkan temui putri saya. Setelah itu, pergilah sejauh mungkin dari kehidupannya!" papa dan mama Kendra berjalan duduk di sofa ruang rawat Nara. 

Kendra berjalan dengan gontai. Melihat Nara terbaring lemah, matanya bahkan enggan terbuka untuk menyapanya. Kendra berdiri disamping ranjang Nara memperhatikan bagian perut yang kini sudah kembali rata. 

"Sayang, maafkan aku sayang," Kendra duduk dikursi samping Nara dan menggenggam tangan Nara. Air matanya deras mengalir membasahi telapak tangan Nara. 

"Jangan tinggalkan aku sayang. Aku tidak bisa tanpa kehadiran mu. Maafkan aku, karena aku kita harus kehilangan anak kita sayang," Kendra terus menangis. Tanpa menyadari jika Nara sudah membuka matanya. Nara mendengar ucapan Kendra. 

"Apa? Tidak, anakku masih hidup. Anakku tidak mati." tiba-tiba Nara berteriak histeris. Nara meraba perutnya. Dan dia menyadari perkataan Kendra itu benar.

"Kembalikan putraku. Kembalikan!" Nara mencengkeram lengan Kendra. Kedua orangtua Kendra berlari menenangkan Nara. 

"Kembalikan anakku, kau jahat. Kau membunuh anakku!" Teriakan Nara begitu kencang. Mama Kendra sudah menekan tombol darurat. Perawat dan dokter jaga segera masuk. 

"Dok, tolong putri saya." Papa Kendra segera memberikan ruang untuk dokter bisa memeriksa Nara.

"Tolong tunggu diluar sebentar." papa segera membawa mama kuat ruangan. Kendra mengikuti dibelakang. 

Kendra bersandar, menunduk menunggu dokter memeriksa kondisi Nara. Mama Kendra menatap penuh amarah putra yang kemarin masih sangat dia sayangi. 

"Jika kamu tidak datang, putriku tidak akan seperti ini. Pergilah, pergilah sejauh mungkin dari hidup putriku!" Mama Kendra kembali membentak putra semata wayangnya itu. 

"Mah, Kendra mohon ijinkan Kendra disini menjaga Nara," mama mengibaskan kasar lengannya yang dipegang oleh Kendra.  

"Pergi, kami tidak butuh kamu ada disini. Jangan kamu temui putri kami lagi!" Kendra menatap papa-nya berharap bisa mendapatkan pembelaan. 

"Waktumu sudah habis menemui putri kami. Sekarang pulanglah. Istri barumu pasti sudah menunggu mu dirumah." ucap papa Kendra tanpa mau menatap wajah putranya. 

Kendra melihat beberapa perawat dan orang-orang yang berlalu lalang melewati lorong itu menatap mereka. Kendra tidak ingin keributan ini semakin panjang. Dengan langkah gontai, Kendra memilih pergi. 

"Pah, mah Kendra pulang dulu. Titip Nara. Kendra akan datang lagi besok pagi." Kedua orangtuanya enggan menatap wajahnya. Kendra melangkahkan kakinya meninggalkan rumah sakit itu. Berharap esok pagi dia masih bisa bertemu dengan Nara. 

"Pah, sebaiknya kita pindahkan Nara ke rumah sakit lain saja. Mama tidak mau kondisi kesehatan Nara terganggu karena Kendra pasti akan berusaha untuk terus menemuinya." Setelah kepergian Kendra, mama Kendra berfikir demikian. 

"Baiklah mah, papa akan bicarakan dengan dokter. Kita juga harus segera memberi tahu Nara mengenai Ayu." Mama Kendra kembali menangis mengingat sahabatnya yang saat ini sudah bahagia bersama suaminya. 

Dokter sudah selesai memeriksa Nara. Dokter mengatakan jika Nara masih terkejut mendengar bayinya sudah meninggal. Dokter memberikan obat penenang agar Nara bisa istirahat. Dokter meminta kedua orangtua Kendra membicarakan secara perlahan mengenai putra Nara. Papa Kendra juga meminta ijin untuk memindahkan Nara ke rumah sakit lain dengan alasan agar mereka lebih dekat merawat Nara. Dan Nara juga mendapatkan ketenangan dari orang yang berusaha mengganggunya tadi. Dokter pun mengijinkan. Dan segera memproses perpindahan Nara. 

Malam itu juga Nara dipindahkan ke rumah sakit lain. Kedua orangtuanya bahagia bisa menjauhkan Nara dari Kendra. Bahkan keduanya, tidak pulang kerumah dan menemani Nara hingga pulih. Kendra masih sedih kehilangan putra dan juga ibu mertuanya. Bahkan Kendra masih terngiang janji terakhir yang dia ucapkan kepada ibu mertuanya untuk menjaga Nara dengan baik. Dah tidak membiarkan Nara menangis karena luka. 

Tapi nyatanya, semua air mata Nara adalah perbuatan Kendra. Keegoisan Kendra dan keserakahannya membuatnya harus kehilangan dua orang yang dia cintai. Bahkan putranya belum sempat menatap matanya. Mendengar tangis pertamanya. Kendra duduk disamping box bayi yang sudah dia siapkan.

"Sayang, maafkan papa. Papa jahat sudah menyakiti kamu dan mama mu. Kamu pasti marah dengan papa karena papa sudah menyakiti mama. Kamu menghukum papa terlalu berat nak. Maafkan papa nak." Yuna hanya bisa diam menatap Kendra yang terus meratapi kesalahannya. 

Yuna juga merasakan sakit kehilangan ibu yang sudah menganggapnya sebagai putri. Namun karena dirinya juga, dia harus kehilangan ibunda tercintanya. Belum juga luka itu hilang, Yuna kembali terluka mendengar putra dari sahabatnya juga meninggal dalam kandungan. Hari Yuna begitu sakit. Bahkan dia tidak memiliki muka untuk menjenguk Nara. 

Perlahan Yuna mendekati Kendra. Sejak pagi Kendra tidak menyentuh makanan. Yuna duduk disamping Kendra dan mengusap rambutnya. 

"Ken, makan dulu." Kendra menggelengkan kepalanya. 

"Jika kamu tidak makan, bagaimana kamu akan menjaga Nara di rumah sakit?" Kendra menoleh kearah Yuna. Anggukan Yuna membuat Kendra bangkit. 

"Kamu benar, aku harus sehat. Aku akan merawat Nara dan membawanya kembali ke rumah." Yuna mengangguk dan tersenyum. 

Kendra menuntun Yuna, mereka berjalan ke ruang makan. Yuna sudah menyiapkan menu kesukaan Kendra. Dengan lahap Kendra menyantap makanan itu. Benaknya hanya terlintas Nara. Dia harus sehat demi Nara. Itu yang menjadi motivasinya saat ini. 

"Besok tolong bangunkan aku pagi hari sayang. Aku ingin menemani Nara. Apa kamu tidak keberatan sayang?" Kendra berharap Yuna tidak marah jika besok dia akan tinggal di rumah sakit. 

"Tidak sayang. Rawatlah Nara dengan baik. Dan bawalah dia kembali ke rumah ini. Aku akan menunggunya." Nara menggenggam tangan Kendra memberikan dukungan. 

"Terima kasih sayang. Kamu memang terbaik." Kendra kembali menghabiskan sisa makanan dipiringnya. Usai makan malam, Kendra dan Yuna beristirahat. 

Malam berganti pagi yang cerah, suara kicauan burung mulai terdengar. Yuna membangunkan Kendra perlahan. Sesuai permintaannya. 

"Ken, Kendra ayo bangun. Kamu harus ke rumah sakit." Mendengar ucapan Yuna, Kendra segera membuka mata. 

"Ah, terima kasih sayang sudah membangunkanku. Aku akan mandi dulu." Yuna mengangguk. Yuna segera keluar dari kamar dan memasak sarapan pagi untuk mereka. 

Kendra sudah selesai mandi dan berpakaian rapi. Dia begitu semangat ingin bertemu Nara. Yuna mengajak Kendra untuk sarapan terlebih dahulu sebelum pergi ke rumah sakit. 

"Sayang aku pergi dulu. Pakai supir jika kamu ingin pergi keluar rumah. Dan uang sudah aku transfer ke rekeningmu. Aku pergi dulu." Tanpa menunggu jawaban dari Yuna, Kendra berlari masuk kedalam mobil dan melajukannya dengan kencang. 

"Semoga kamu mau menerima Kendra kembali Nara. Aku akan pergi dari rumah ini setelah kamu kembali." Lirih suara Yuna menatap mobil Kendra yang sudah mulai menghilang. 

Kendra mengendarai mobil dengan wajah berseri. Dia yakin jika pagi ini kedua orangtuanya akan mengijinkan dirinya bertemu dengan Nara. Sesampainya di rumah sakit, Kendra berjalan menuju ruang rawat Nara. Perlahan Kendra membuka pintu ruangan itu. Ruangan itu sudah rapi tanpa seorang pun didalamnya. Kendra berjalan menuju ruang jaga perawat dan bertanya.

"Maaf sus, saya mau tanya. Pasien diruang 223 pergi kemana?" Kendra sabar menunggu jawaban dari perawat tersebut. 

"Nyonya Nara ya pak?" Kendra mengangguk membenarkan pertanyaan perawat. 

"Benar sus. Dimana pasien bernama Inara?" Kendra berharap Nara sedang menjalani pemeriksaan saja. 

"Nyonya Nara sudah dipindahkan rumah sakit oleh keluarganya pak." Jawaban perawat serasa meremukkan hati Kendra kembali. 

"Dipindahkan kemana sus? Apa say boleh tahu?" Besar harapan Kendra perawat itu bisa mengatakan dimana Nara dirawat saat ini. 

"Maaf kami tidak bisa memberitahu data pribadi perawat bapak." Perawat menjawab dengan lembut dan sopan. 

"Tapi saya suaminya sus. Tolong beritahu saya sus," Kendra sedikit memohon agar perawat mau memberitahunya. 

"Sekali lagi maaf bapak, saya tidak bisa. Karena itu sudah sesuai prosedur rumah sakit." Kendra pergi tanpa berpamitan setelah mendapatkan penolakan perawat itu.

"Aku yakin papa pasti tahu dimana kamu." Kendra bergegas menuju rumah kedua orangtuanya. 

Terpopuler

Comments

Niasta Ginting

Niasta Ginting

otak anjing suaminya. yuna nya juga gk tw trimakasih

2024-04-30

0

Soraya

Soraya

knp gak yuna aja yg keguguran thor

2024-05-02

0

Syaquila

Syaquila

laki" egois..

2023-12-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!