Akhir Sebuah Kisah

Tok tok

"Masuk." Kendra sedang memeriksa ulang laporan pengeluaran dikantornya dan dikejutkan dengan suara ketukan pintu. 

"Maaf Pak Ken, ada tamu untuk bapak," Asistennya datang menghadap. 

"Suruh masuk." Asisten Kendra segera keluar ruangan dan membawa masuk tamu untuknya. 

Suara derap kaki melangkah masuk, membuat Kendra terkejut. Sosok pria dewasa dengan pakaian formal berjalan mendekati dirinya. Kendra sangat mengenalnya. 

"Om James, ada perlu apa kemari?" Kendra menyambut tamu itu yang tidak lain adalah pengacara pribadi keluarganya.  

"Ada hal penting yang harus saya sampaikan kepada tuan. Bisa saya mengganggu waktu tuan sebentar?" Kendra segera membawa James duduk di sofa ruangannya. 

"Ada apa Om? Tidak biasanya Om datang kesini," James tersenyum tipi. Dia mengeluarkan map dari dalam tas kerjanya. 

"Saya kemari untuk meminta tanda tangan tuan muda. Silahkan tuan baca terlebih dahulu." James meletakkan map itu dihadapan Kendra. 

"Apa ini om?" Kendra membuka perlahan map itu. Dan membaca dengan teliti. 

"Tidak, saya tidak mau menandatangani ini. Saya tidak mau bercerai dengan Nara om." Kendra marah setelah melihat surat perceraian dari Nara untuk dirinya. Dan sudah dibubuhi tanda tangan Nara. 

"Maaf tuan muda. Meskipun tuan muda tidak menanda tangani surat ini, kalian tetap akan bercerai. Dan itu sah dimata hukum." Kendra tersulut emosi mendengar ucapan James. 

"Bagaimana itu bisa terjadi? Saya tidak akan percaya. Sampai Om memalsukan tanda tangan saya, akan saya tuntutan pemalsuan data," Kendra sepertinya lupa jika dihadapannya adalah pengacara. 

"Bisa, saya memiliki bukti kuat tentang perselingkuhan tuan. Dan itu termasuk dalam pasal perzinahan. Itu termasuk hidup bersama tanpa ikatan pernikahan yang sah tuan muda. Bahkan anda akan mendapatkan hukuman kurungan selama enam bulan dan denda sebesar sepuluh juta tuan muda." Pak James menjelaskan secara rinci kepada Kendra. 

"Untuk apa Om datang kesini, jika pada akhirnya perceraian itu akan sah tanpa persetujuan saya?" Kendra masih emosi dengan situasi saat ini. 

"Saya menghormati dan menghargai Anda sebagai pihak tergugat. Dan juga menyampaikan kepada anda pesan dari Nyonya Nara." Kendra diam dan mencoba mendengarkan apa isi pesan Nara. 

"Nona Nara tidak meminta pembagian harta gono-gini dan juga meminta untuk dihapuskan nafkah Iddah." Kendra terkejut dengan permintaan Nara itu. 

"Mengapa seperti itu Om? Rumah, mobil dan beberapa aset kami, itu hasil bersama," Kendra dan Nara memang membangun semua bersama. 

"Saya tidak tahu pasti apa alasannya tuan muda. Saya hanya menyampaikan pesan. Dan ini tolong tanda tangani kedua surat pernyataan ini." Kendra diam. Tubuhnya bergetar. Jelas tertera nama dirinya dan Nara dalam surat itu. 

Dengan tangan bergetar, Kendra mengambil surat yang harus dibubuhi tanda tangan. Jelas tertera di dalam perjanjian itu, Nara melepaskan semua harta yang mereka peroleh bersama untuk Kendra. Dengan berat Kendra membubuhkan tanda tangan. Dia terpaksa, karena kedua orangtuanya memberikan catatan ancaman tidak akan pernah mengakui anak yang dikandung Yuna. 

"Baiklah tuan muda, saya permisi. Terima kasih atas kerjasamanya." James berdiri dan mengulurkan tangannya. 

"Paman, dimana Nara sekarang?" Kendra menahan tangan James. 

"Saya tidak tahu tuan muda," James tetap tenang menjawab Kendra.  

"Tidak mungkin paman tidak mengetahui keberadaan Nara dan orangtua saya." James tidak bisa pergi karena Kendra masih menahan tangannya. 

"Hmmm. Nona Nara sudah meninggalkan negara ini pagi tadi tuan. Dan akan kemana saya tidak tahu." Kendra lengah, membuat James mudah melepaskan genggaman itu dan berlalu pergi. 

Kendra terduduk lemas. Dia meremas salinan surat perjanjian yang ditinggalkan oleh pengacara keluarganya. Kendra tidak sanggup lagi melanjutkan pekerjaannya. Setelah cukup lama berfikir, dia segera mengambil kunci mobil dan meninggalkan kantor. 

"Aku yakin, papa dan mama sudah kembali kerumah," gumam Kendra pelan. Dia segera menuju rumah kedua orangtuanya. 

Di sepanjang jalan, Kendra teringat akan kenangannya bersama Nara. Semua bayangan itu terlintas begitu saja. Dari awal mereka berkenalan hingga menjadi sepasang kekasih dan akhirnya menikah. 

"Maafkan aku sayang, aku mengingkari janji kita," Kendra menangis mengingat kesalahannya. 

Dia adalah penyebab Nara dan putranya pergi. Dia yang paling bersalah saat ini. Menyesal pun sudah terlambat. 

"Apakah tidak ada kesempatan lagi untukku sayang? Kenapa kamu memilih pergi?" Kendra masih sangat ingin Nara kembali kepadanya. 

Kendra sudah sampai dikediaman kedua orangtuanya. Rumah itu seperti sepi. Kendra tetap turun dan menemui pelayan rumah kedua orangtuanya dan penjaga rumah itu. 

"Mas Kendra, lama tidak kesini?" Sapa penjaga rumah orangtua Kendra. 

"Iya pak,  Kendra sibuk. Papa ada pak?" Besar harapan Kendra kedua orangtuanya sudah di rumah. 

"Ada mas, bapak dan ibu baru sampai siang tadi mas," Kendra tersenyum lega mendengar itu. 

"Saya masuk dulu pak." Penjaga rumah mengangguk.

Kendra kembali berharap orangtuanya mau memberitahu dimana Nara saat ini. Kendra sungguh ingin bertemu. 

"Pah, mah." Kendra melihat kedua orangtuanya sedang duduk santai diruang keluarga. 

"Oh, papa sudah tebak kamu pasti kesini." Kendra berjalan mendekati kedua orangtuanya. 

"Papa dan mama kemana saja selama ini? Kendra berulangkali datang ke rumah ini, tapi tidak ada orang." Mama Kendra masih enggan melihat wajah putranya. 

"Untuk apa kamu mencari kami?" Papa Soni sedikit dingin menyambut Kendra. 

"Pah, Ken masih anak papa dan mama. Kenapa kalian lebih membela Nara dibandingkan Ken." Mama Kendra tersulut emosi mendengar ucapan putranya. Dan papa Soni mencoba menenangkan. 

"Anak yang tidak bisa menjaga kehormatan keluarganya. Anak yang dengan bangga menyakiti istri sendiri bahkan saat sedang hamil besar, apakah pantas  untuk dibela? Dan apakah pantas untuk di lindungi?" Kendra hanya bisa menunduk. Dia tahu kesalahannya sangatlah fatal. 

"Maafkan Ken pah, mah. Ken datang ingin memperbaiki semuanya." Mama Kendra hanya mencebikkan bibirnya mendengar ucapan Kendra. 

"Apa yang ingin kamu perbaiki?" Kendra dengan percaya diri menjawab pertanyaan Papa-nya. 

"Hubungan Ken dengan Nara. Ken yakin Nara masih mencintai Ken," Papa Kendra tersenyum di sudut bibirnya. 

"Tidak ada yang perlu diperbaiki dari kalian. Kalian sudah tidak memiliki hubungan apapun. Untuk apa kamu memperjuangkan putri kami lagi, sedangkan sebentar lagi kamu akan menjadi ayah." Kendra hanya bisa diam tidak tau harus mengatakan apa. 

"Dengarkan ini baik-baik Kendra. Mulai saat ini jangan lagi mencari tahu keberadaan Nara. Dia berhak bahagia dengan kehidupannya saat ini. Cukup sudah kamu menyakiti dia. Hiduplah bersama dengan wanitamu itu dan jangan mengusik Inara." Ucapan Papa Soni membuat Kendra menangis sesenggukan. 

"Pah, mah. Dimana Nara sekarang? Ijinkan Ken bertemu mah. Ken tidak bisa tanpa Nara di samping Ken," Pria itu masih berusaha membujuk orangtuanya. 

"Jika kamu tidak bisa tanpa Nara, harusnya kamu tidak menyakitiya. Sudahlah Ken, kamu pulang saja. Yuna mungkin sudah khawatir menunggumu. Sekarang, Yuna adalah tanggung jawab utama kamu. Jangan lagi mencari keberadaan Nara." Kedua orangtua Kendra segera meninggalkan Kendra masuk kedalam kamar. Hingga beberapa saat lamanya, Kendra baru meninggalkan kediaman orangtuanya dan kembali ke rumah. 

"Aku akan terus mencarimu Inara sayang." 

Terpopuler

Comments

Soraya

Soraya

apa masih pantas Kendra sama yuna bahagia

2024-05-02

0

Putri Minwa

Putri Minwa

mantap

2024-01-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!