Berdamai

Kendra dan Yuna sudah tiba di rumah kedua orangtua Kendra. Yuna masih gugup untuk kembali bertemu dengan orangtua Kendra. Dia berhenti sejenak di depan pintu rumah itu. 

"Sayang, ayo." Ajak Kendra lembut dengan mengulurkan tangannya. 

"Aku masih takut," Yuna tidak menyambut uluran tangan Kendra. 

"Tidak apa, ada mas di sini. Mama dan Papa sendiri yang meminta kita datang, jadi sudah pasti mereka menerima kehadiran kamu sayang," tangan itu masih terulur. Yuna menghela nafasnya cukup dalam, dan segera meraih uluran tangan Kendra. 

Dengan bergandengan tangan, Kendra membawa Yuna untuk pertama kalinya masuk kedalam rumah mewah itu. Kendra memencet bel dan pelayan rumah membukakan pintu untuk mereka. 

"Tuan muda silahkan masuk. Tuan besar dan nyonya sudah menunggu." Kendra hanya mengangguk dan melewati pelayan itu. Yuna masih menundukkan wajahnya. Meskipun Kendra sudah disampingnya, tetap saja Yuna merasakan gugup. 

Mereka berjalan menuju ruang keluarga. Disana kedua orangtuanya sedang menunggu dan menonton acara berita di televisi. Kendra menarik pelan tangan Yuna dan berjalan mendekati kedua orangtua Kendra. 

"Mah, Pah," kedua orangtua Kendra menoleh dan segera menyambut kedatangan putranya. 

"Kalian sudah datang. Ayo kemarilah." Kendra kembali menarik lembut Yuna. 

Kendra melepaskan genggamannya dan segera menghambur kedalam pelukan kedua orangtuanya. 

"Maafkan Ken mah, pah. Maafkan Ken," Dia menangis dalam dekapan kedua orangtuanya.

"Iya nak, kami sudah memaafkan kamu. Maafkan kami juga nak, atas kesalahan kami." Mereka menangis bersama. Yuna pun ikut meneteskan air mata. 

"Nak, papa pesan jangan mengulangi kesalahan yang sama. Sekarang kamu harus memikirkan masa depan kalian. Kapan kalian akan menikah? Lihatlah, perut Yuna sudah semakin membesar," kedua orangtua Kendra menatap Yuna yang masih setia menunduk. 

Mama Indi berjalan mendekati Yuna. Meskipun diam, Kendra tetap waspada terhadap Mama Indi. Dihadapan Yuna, Mama Indi mengusap surai panjangnya dengan penuh kasih. 

"Jangan menunduk. Tidak perlu ada yang ditakutkan lagi," perlahan Yuna mengangkat kepalanya dan mulai menatap Mama Indi.

"Mah..," Dia terkejut karena mendapatkan pelukan hangat dari Mama Indi.

"Maafkan mama. Tidak seharusnya mama menjauhi kamu." Yuna menangis bahagia. Dia tidak menyangka jika Mama Indi mengatakan hal itu. 

"Yuna yang minta maaf mah. Kesalahan Yuna sangatlah besar. Menyakiti banyak orang mah," mereka kini saling menatap. 

"Tidak ada lagi yang perlu disalahkan. Sekarang, kita mulai semua dari awal. Kamu dan calon cucu Mama adalah keluarga," Yuna mengangguk mereka kembali berpelukan. 

"Sudah-sudah, kasian Yuna. Ayo sebaiknya kita langsung makan saja. Baru nanti kita bisa berbicara santai," Papa Soni segera mengajak mereka untuk makan malam. 

Tidak ada percakapan saat mereka menyantap makanan. Hanya suara denting sendok. Hati Yuna sangat bahagia saat ini. Hari yang selalu dia nantikan kini telah tiba. Hanya menunggu Kendra meresmikan hubungan mereka saja. 

"Ken, segera resmikan hubungan kalian. Mau sampai kapan kamu gantung Yuna, kasian anak kalian nanti," Kendra tersenyum dan menggenggam tangan Yuna. 

"Iya pah, Kendra akan segera meresmikan hubungan kami," hati Yuna semakin berbunga. 

"Papa minta dalam waktu satu bulan, kalian sudah resmi." Kendra dan Yuna saling menatap dan tersenyum. 

"Iya pah, Kendra akan urus mulai besok pagi," Mereka terus berbincang berbagai hal. Kendra begitu bahagia, suasana seperti ini sangat dia rindukan. 

"Mah, kami pulang dulu ya. Sudah malam." Kendra berpamitan kepada orangtuanya untuk pulang kerumah. 

"Menginaplah nak. Sudah lama kamu tidak tidur di rumah ini lagi." Mama Indi meminta kepada Kendra untuk menginap. Kendra dan Yuna saling menatap. Yuna mengangguk menyetujui permintaan Mama Indi. 

"Baiklah mah, malam ini kami menginap." Mama Indi bahagia mendengar itu. 

"Ajaklah Yuna istirahat. Kasian dia sudah sangat lelah," Kendra membawa Yuna ke dalam kamar. Kedua orangtua Kendra masih duduk di ruang keluarga. 

"Papa harap Kendra bisa menerima Yuna seutuhnya. Dan tidak lagi mencari keberadaan Nara," lirih suara Papa Soni. Terdengar seperti bisikan di telinga Mama Indi. 

"Mama tidak yakin Pah. Tatapan Kendra tidak sama lagi," Seorang ibu akan lebih peka terhadap keadaan putranya. Mereka hanya bisa berdoa agar tidak ada lagi hal buruk yang menghampiri Nara. 

Didalam kamar, Kendra sedang menemani Yuna hingga terlelap. Sebelum tidur, Yuna membahas mengenai pernikahan mereka nanti. Kendra menyetujui apapun yang Yuna inginkan. Yuna sudah nyenyak dalam mimpinya. Sedangkan Kendra, mengingat kembali kenangannya bersama dengan Nara dulu. 

"Apa kabar kamu sayang? Dimana kamu saat ini? Aku akan terus mencarimu dan membawamu kembali." Gumam Kendra pelan, pandangnya tertuju pada foto lama mereka yang masih Kendra simpan. Satu persatu Kendra membuka album foto itu. Kenangan indah itu kembali terlintas dan membuat Kendra tersenyum.  

"Aku adalah milikmu, dan kamu adalah milikku. Kita adalah satu. Selamanya akan tetap satu"

Tulisan yang tersemat disalah satu lembar foto. Kendra kembali sedih membaca tulisan itu. Dia yang menulisnya dan dia juga yang akhirnya mengkhianati.

Jauh di negara sana. Orang yang saat ini mereka khawatirkan dan mereka rindukan, saat ini sedang bersiap di dalam kamar apartemennya. Hari ini adalah hari pertama bagi Inara untuk kembali bekerja di perusahaan yang baru. Dia sudah rapi dan siap untuk berangkat. Hari ini, dia bangun awal menyiapkan sarapan dan bekal untuk dia bawa. Dua hari yang lalu, Nara mencoba mencari tahu letak dimana perusahaan yang akan menjadi tempatnya mencari rezeki. Dia cukup kagum ketika melihat begitu megahnya perusahaan itu. 

"Ayo Nara, semangat untuk awal baru. Kamu harus bahagia." Tidak mudah melupakan sesuatu yang sudah lama bersama dan melekat. Dengan cara menyemangati dirinya sendiri, Nara mencoba bangkit. 

Nara sudah memesan taksi online. Dia bergegas menuju lobby gedung apartemen karena taksi sudah menunggu di sana. Senyuman terus tampak diwajah Nara. Menatap jalanan yang mulai padat dengan udara yang masih cukup dingin. Empat puluh lima menit perjalanan yang Nara tempuh. Kini dia berdiri tegak didepan gedung bertingkat tinggi. 

"Mudahkan hari ku," Nara mulai berjalan memasuki lobby setelah mengucapkan permohonan dalam hatinya. Belum banyak karyawan yang datang. Nara memang datang lebih awal. 

"Selamat pagi nona," sapa pegawai resepsionis perusahaan tersebut ketika Nara menghampiri meja resepsionis. 

"Selamat pagi. Maaf saya mau bertemu dengan Nona Rena, apa belia sudah tiba?" Nara bertanya dengan sopan dan ramah. 

"Maaf apakah nona sudah ada janji sebelumnya?" Nara mencari surat yang dititipkan Papa Soni saat dia akan terbang ke negara ini. 

"Sudah kak, ini surat dari Ibu Rena." Resepsionis meneliti isi surat yang Nara bawa. 

"Baik Bu Nara, mohon tunggu sebentar karena Ibu Rena belum tiba," Nara mengangguk dan segera duduk di sofa ruang tunggu lobby.

Nara mengirim pesan kepada Mama Indi, mengabarkan jika hari ini akan menjadi hari pertama dia bekerja kembali. Nara tersenyum mendapatkan balasan semangat dari mama Indi. Mama Indi seperti penawar di saat dia merindukan ibu kandungnya yang sudah tiada.

Terpopuler

Comments

Soraya

Soraya

mereka yg berdamai kok aku yg nyesek thor

2024-05-02

0

Diajeng Ayu

Diajeng Ayu

ga adil bgt buat Inara walaupun mertuanya sayang sama dia tapi ngga bgt klo mereka sayang juga sama sipelakor masak dia bahagia sih sematara Inara hancur membawa luka

2024-03-27

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!