Hari ini Nara sengaja bangun lebih siang. Mendekati hari kelahiran putranya, Nara lebih sering merasakan lelah. Terkadang tubuh Nara lemas untuk bisa bangun dari ranjang. Nara mengambil ponselnya dan mencoba melihat semua isi pesan yang dia terima. Kendra juga mengirim pesan kepada Nara. Dia mengatakan jika hari ini dia pergi menemani Yuna memeriksakan kandungan. Nara tersenyum sinis. Tangannya mengusap lembut perutnya.
"Bahkan papa mu sudah tidak memperdulikan kamu lagi nak. Dia memilih wanita itu dibandingkan kamu nak," Nara berbicara dengan buah hatinya. Seperti mengerti apa yang mama-nya ucapkan. Calon putra Nara menendang perut Nara.
"Ah, sayang. Kamu pandai sekali. Hari ini kita akan bertemu dokter. Mama ingin melihat mu. Ayo kita bersiap nak," Nara bersemangat setelah mendapatkan respon dari bayinya.
Nara bergegas untuk mandi. Sebelum datangnya prahara, Nara paling tidak suka untuk keluar rumah. Rumah adalah tempat ternyaman bagi dirinya. Tapi saat ini, secepat mungkin Nara ingin meninggalkan neraka itu. Nara tidak pernah nyaman berada dirumah itu. Nara tidak terlalu lama mandi, setelah merias sedikit wajahnya dengan krim, Nara segera keluar dari kamar. Nara tidak begitu suka bersolek. Dia hanya menggunakan krim wajah dan lipbalm saja.
Diujung tangga mata Nara menatap seluruh isi ruangan itu. Bayangan kebahagiaan mereka kembali terulang. Nara menggelengkan kepalanya berkali-kali untuk mengusir bayangan itu.
"Huft, bahkan rumah ini seperti tanah lapang. Penuh debu tanpa adanya rumput liar," Nara tersenyum miris melihat kondisi rumah itu saat ini. Nara sangat rajin membersihkan rumah. Tapi tidak lagi setelah datangnya benalu.
Kepergian Nara kali ini bukan hanya memeriksakan kandungannya saja. Nara berniat meninggalkan Kendra secara diam-diam. Nara keluar dengan membawa koper yang sudah dia persiapkan semalam. Setelah membaca pesan dari Kendra, Nara segera menjalankan rencananya.
Nara sudah memanggil taksi, dan saat ini taksi itu pergi membawa Nara ke tempat yang hanya diketahui oleh Nara seorang diri. Disaat istri sahnya pergi tanpa pamit, Kendra sedang meluapkan kebahagiaannya. Dokter menyatakan Yuna hamil dua bulan.
"Tolong jaga baik-baik kandungannya nyonya. Karena ini usia rentan keguguran dan nyonya tolong untuk tidak terlalu stress. Sangat membahayakan kesehatan janin," Yuna hanya bisa tersenyum tipis mendengar nasehat dokter. Berbeda dengan Kendra yang sangat bahagia.
"Baik dok. Saya akan menjaga istri dan anak saya dengan baik. Terimakasih dok. Kami permisi," Yuna menunduk saat Kendra berbicara dengan dokter. Hatinya nyeri kala Kendra menyebutnya 'istri'.
"Istri..hanya sekedar ucapan," Yuna berbicara dalam hatinya.
Kendra merangkul pundak Yuna mereka berjalan menuju apotek sebelum pulang kerumah. Yuna terus terdiam dan melamun. Rasa bersalah selalu menghantui. Tapi, tanpa Yuna sadari. Dirinya sendiri tidak ingin melepaskan Kendra.
"Ayo sayang, kita pulang," Yuna mengangguk. Berdiri perlahan dan berjalan disamping Kendra yang setia menggenggam tangannya.
"Sebelum pulang, ada yang kamu inginkan tidak?" Kendra menatap Yuna penuh cinta.
"Tidak, aku ingin pulang," jawab Yuna singkat. Bahkan Yuna tidak menatap wajah Kendra.
"Oke, kita pulang. Mami pasti lelah," Yuna terkejut dengan panggilan baru dari Kendra.
Kendra terus menampakkan senyum bahagia diwajahnya. Sedangkan Yuna, merasakan kegundahan didalam hati. Rasa sesak dan tidak nyaman saat ini benar-benar Yuna rasakan.
Entah takdir seperti apa yang harus mereka jalani saat ini. Nara baru saja memeriksakan kandungannya. Dia berjalan keluar area rumah sakit. Hari ini, Nara ingin pergi membeli kue kesukaannya. Dokter sudah meminta Nara untuk banyak beristirahat. Waktu kelahiran Nara semakin dekat. Baru saja kakinya melangkah, sebuah motor menyambar tubuhnya.
Brakkkkk
Suara benturan keras terdengar jelas. Semua orang berkerumun melihat kondisi korban. Darah berceceran disekitar tubuh korban. Seorang anak laki-laki berbaju sekolah terduduk lemas dan ketakutan melihat tubuh korban dihadapannya. Dalam kondisi hamil.
Orang-orang yang melihat keadaan mengenaskan Nara, segera memanggil perawat dari dalam rumah sakit. Mereka segera membawa Nara kedalam ruang darurat. Nara sudah tidak sadarkan diri. Tubuhnya berlumuran darah. Kepalanya cukup keras terbentur badan jalan. Nara saat ini sedang berjuang hidup dan mati seorang diri.
Tuhan memiliki cara tersendiri untuk menolong umatnya. Nara masih berjuang didalam ruang darurat, dan suasana dirumah Kendra saat ini juga menegangkan. Entah hari sial bagi Yuna atau anugerah bagi Nara. Kendra dan Yuna dikejutkan dengan kehadiran kedua orangtuanya dan ibunda Nara. Semua terbongkar dengan sendirinya.
"Pria macam apa kamu Ken? Bahkan papa malu mengakui kamu sebagai anak," papa Kendra sangat marah dengan putranya.
"Dimana menantu mama Ken, dimana?" Mama Kendra menangis histeris. Dia tidak menyangka putranya begitu bejat.
"Mah, pah. Maafkan Kendra. Tapi Kendra juga sangat mencintai Yuna pah, mah," Kendra masih pada pendiriannya dan membuat papa-nya murka. Tamparan keras tepat di pipi Kendra.
"Serakah. Lepaskan Nara. Papa akan merawat putri dan cucu papa dengan baik." Kendra menatap mata papa-nya memohon untuk tidak melakukan itu.
"Tidak pah. Kendra akan adil dan akan merawat mereka dengan baik," Yuna terus saja menangis. Dia bahkan tidak berani menatap mata ibunda Nara yang sedari tadi menatapnya.
"Papa tidak meminta pendapat kamu. Mulai sekarang, jangan mengganggu Nara. Nara adalah putri papa. Dan segera papa akan mengurus perceraian kalian." Kendra memegang kaki papa-nya dan memohon.
"Tidak pah, jangan pisahkan Kendra dengan Nara. Kendra tidak akan sanggup pah," ibunda Nara akhirnya bersuara. Sejak tadi beliau hanya diam menangis.
"Saya sangat kecewa dengan mu Yuna. Selama ini, saya sudah menganggap mu seperti putri ku sendiri. Tapi nyatanya kamu begitu tega dengan sahabat dan saudarimu. Dimana nurani mu sebagai wanita Yuna?" Yuna berjalan mendekati ibunda Nara dan berusaha memegang lengannya.
"Ibu, maafkan Yuna ibu. Maafkan Yuna," ibunda Nara membuang mukanya.
"Sekarang kamu bukan lagi putriku. Hiduplah bahagia diatas sakitnya putriku," ibunda Nara melepaskan cekalan tangan yuna dan segera beranjak pergi.
"Ingat Kendra, selamanya papa tidak akan menerima wanita itu sebagai menantu papa," orangtua Kendra juga pergi meninggalkan kediaman Kendra. Tinggallah sepasang kekasih yang tengah meratapi takdir mereka.
Ponsel ibunda Nara berdering disaat mereka dalam perjalanan pulang ke rumah. Nama putrinya tertera dilayar ponsel tersebut.
"Sayang, kamu dimana?" Ibu begitu bahagia karena Nara menghubunginya.
"Maaf Bu kami dari pihak rumah sakit. Ingin mengabarkan, bahwa pemilik ponsel ini yang bernama ibu Inara mengalami kecelakaan. Dan saat ini dirawat di Rumah Sakit XX."
"Apa? Kecelakaan?" Ibu begitu terkejut dengan berita itu. Ponselnya terjatuh. Mama Kendra segera mengambil ponsel itu dan menanyakan kepada orang diseberang telepon mengenai Nara.
"Baiklah, kami akan kesana." Mama Kendra memeluk tubuh ibunda Nara agar tenang.
"Ada apa mah?" Papa Kendra belum mengetahui apa yang terjadi.
"Kita ke Rumah Sakit XX pah. Nara kecelakaan!" Papa Kendra juga terkejut. Dengan cepat, beliau mengendarai mobil dan segera menuju Rumah Sakit.
Mereka sudah berada di lobby rumah sakit. Ibunda Nara masih terus menangis. Setelah menanyakan kepada perawat dimana Nara berada, mereka segera menuju keruangan itu. Didepan ruangan darurat, beberapa perawat bertugas sedang berjaga.
"Permisi sus, pasien bernama Inara dirawat dimana sus?" Papa Kendra bertanya kepada perawat.
"Nyonya Inara. Sebentar kami periksa tuan." Perawat membuka data pasien.
"Nyonya Inara masih dalam penanganan dokter pak. Silahkan menunggu diruang tunggu." Perawat meminta mereka menunggu diruang tunggu yang ada didepan ruangan darurat.
Sepuluh menit menunggu, seorang dokter keluar dan mencari keberadaan keluarga Nara.
"Permisi, apakah bapak keluarga ibu Inara?" Dokter datang mendekati keluarga Inara.
"Benar dok. Bagaimana kondisi putri saya dok?" Ibu sangat ingin mengetahui kondisi Nara.
"Maaf Bu. Kondisi ini Inara masih kritis. Kami ingin meminta persetujuan dari suami ibu Inara. Janin yang dikandungnya tidak bisa diselamatkan. Ibu Inara harus segera dioperasi untuk mengangkat janinnya. Jika tidak, nyawa ibu Inara juga ikut terancam," Ibu kembali histeris, bahkan kakinya sudah tidak bisa menopang tubuh ibu.
"Ibuu..!" Dokter sedikit berteriak dan segera menopang tubuh ibu agar tidak terjatuh.
Dokter membawa ibu Nara masuk kedalam ruang darurat untuk diperiksa dokter lainnya.
"Dok, tolong segera selamatkan putri kami. Kami yang akan bertanggung jawab. Kami juga orangtuanya," Papa Kendra segera mengambil keputusan.
"Baik pak. Kami akan melakukan yang terbaik." Dokter yang menangani Nara segera masuk kedalam ruangan darurat dan segera membawa Nara keluar ruang darurat menuju ruang operasi.
Papa Kendra berjaga didepan ruang darurat, sedangkan mama Kendra menemani Nara hingga Opera selesai.
Sungguh indah jalan yang tertulis untuk Nara, disaat dia kembali berjuang untuk menyelamatkan nyawanya. Dia harus kehilangan ssua orang yang sangat dia cintai diwaktu yang sama. Ibu terkena serangan jantung dan tidak bisa terselamatkan. Kaki papa Kendra sangat lemas untuk sekedar berjalan menuju ruang operasi dan mengabari istrinya.
Dengan tertatih, papa Kendra bisa menemui mama Kendra yang duduk seorang diri didepan ruang operasi.
"Mah," lirih suara Papa Kendra.
"Papa, bagaimana keadaan Ayu?" Papa Kendra segera memeluk tubuh istrinya.
"Ayu, meninggal mah. Ayu sudah pergi." Mama Kendra tak bisa lagi membendung air matanya. Saling berpelukan mereka menangis histeris.
"Bagaimana kita akan mengatakan ini pada Nara pah?" Papa Kendra hanya bisa menggelengkan kepalanya. Beliau juga belum tahu bagaimana cara untuk mengatakannya.
"Nanti kita pikirkan mah. Papa harus segera mengurus pemakaman Ayu." Mama Kendra masih terus menangis. Setelah lebih tenang, papa Kendra berpamitan untuk mengurus jenazah ibunda Nara dan menyiapkan acara pemakamannya.
Mau tidak mau Kendra harus mengetahui kondisi Nara dan mertuanya saat ini. Papa Kendra segera menghubungi Kendra untuk membantu mengurus pemakaman Ibunda Nara. Kendra masih tidak percaya jika hari ini adalah hari terakhir dia bertemu dengan ibu mertuanya. Yuna pun sama. Dia merasa sangat bersalah. Bahkan Yuna sempat pingsan mendengar berita itu.
Mama Kendra masih menunggu dirumah sakit. Dua jam lamanya, Qiara menjalani operasi. Perawat keluar menemui mama Kendra dan menanyakan perihal pengurusan jenazah putra Nara. Mama Kendra meminta waktu sampai pemakaman ibu Nara selesai. Karena kakeknya sendiri yang akan memakamkan cucu pertamanya itu.
Mama Kendra tidak lupa untuk mengabadikan wajah cucunya sebelum dikebumikan. Nara masih belum tersadar hingga putranya dimakamkan disebelah pusara nenek tercinta. Bak tersambar petir disiang hari. Kendra yang baru mengetahui putranya meninggal sesaat setelah pemakaman ibu mertuanya, kini menangis histeris didepan dua pusara itu. Bahkan tubuh Kendra bergetar saat menggendong putranya untuk pertama dan terakhir kalinya.
"Maafkan papa nak. Maafkan papa. Bahkan papa belum sempat memberikanmu nama. Papa tidak akan pernah mendengar suara tangis pertama mu nak," tangis Kendra diatas nisan putra tercintanya.
"Untuk apa menyesal, jika sejak awal kau menginginkan ini semua terjadi." Ucap papa Kendra sebelum meninggalkan makam cucu dan sahabatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Soraya
knp anaknya Nara hrus meninggal thor
2024-05-02
0
YuWie
ujian yg berat buat nara
2024-04-22
0
Arsin Mas Alfi
tisu mana tisu,,,,,
2023-06-03
3