Pada pukul 03.00 pagi tadi mereka lekas pulang. Akan kembali bekerja pada pukul 08.00 nanti. Kecuali Adam, Gavin, Detektif Cyra, dan Profesor Pasha. Mereka berpikir mengenai teka-teki yang diberikan kepada sang Penuai. Kali ini bukan hanya nyawa orang asing tetapi orang-orang terdekat dari kami juga, yang akan menjadi incaran.
Berkumpul di ruang interogasi dengan beberapa seduhan kopi dan beberapa bungkus rokok.
"Bapak tidak ambil ini," ucap Profesor Pasha menyerahkan sebuah bungkusan rokok.
"Belakangan ini saya sempat lupa dengan rokok begitu juga dengan rasanya," sahut Adam dengan mengambil bungkusan rokok.
"Tadinya yang minum kalau tidak teh ya kopi sekarang hanya air mineral saja," timpal Detektif Cyra tersenyum tipis.
"Nah bener, dia saksinya," jawab Adam sambil menyeruput kopi.
"Kita akan ngobrol biasa atau membahas permasalahan saat ini," ucap Adam merasakan hangatnya kopi di tubuhnya.
"Hah, bisa lepaskan dulu beban pikiran kita," sambung Adam. Padahal dia sendiri yang bertanya dan dia sendiri yang memutusakan.
"Tapi omong-omong, bagaimana situasi di Investigasi Khusus sekarang?" tanya Adam.
"Sama, palahan mereka semua lembur," sahut Gavin yang baru saja menghubungi Detektif Janu.
"Rasanya ingin pensiun muda," ucap Adam sambil meregangkan otot-otot dari lengan sampai kaki.
"Tolong turunkan suhu ruangan!" perintah Gavin kepada Profesor Pasha.
"Aku sampai lupa mau telepon sebentar." Adam merogoh saku kanan.
"Eemm, hari ini aku tidak pulang. Kemungkinan malam baru bisa pulang," ucap Adam yang sebenarnya tidak tega meninggalkan anak dan istrinya.
"Ya, jaga kesehatan mu," sahut Eliza dengan suaranya yang lembut.
Kemudian Adam bersama rekannya pergi mencari makan.
"Mana ada sepagi ini angkringan yang masih buka," gerundel Gavin di sepanjang jalan.
"Ada, tenang dulu," sahut Adam dengan mata yang mulai mengantuk.
"Tunggu!" sanggah Detektif Cyra. Seketika mata langsung terbuka lebar.
"Bukankah itu Direktur?" Sepasang mata memperhatikan ke arah sebuah rumah makan yang berada di kiri jalan.
"Seperti sedang melakukan transaksi," ucap Gavin yang sudah siap dengan pistolnya.
"Jangan sekarang, situasi kurang mendukung. Nanti identitas kita palahan ketahuan," tolak Adam menyahut senjatanya.
Memperhatikan Direktur dari kejuhan. Kali ini akan menjadi pengamat pasif. Adam memikirkan sebuah cara supaya kami bisa lebih jelas mengenai barang apa yang diberikan.
Detektif Cyra turun dari mobil dan memesan beberapa pizza. Tatapan Direktur Antares terhadap Cyra sangat menakutkan.
"Tatapan apa yang Pak Direktur tadi berikan?" tanya Detektif Cyra melalui pesan kepada Adam.
"Cinta?" canda Adam disertai emot tertawa.
"Sepertinya dia tahu, kalau kita sedang mengamati dari kejauhan," pesan selanjutnya dari Detektif Cyra.
"Perhatikan apa yang ada di tangan Pak Direktur!" perintah Adam.
Tidak lama kemudian pizza sudah disajikan. Membayarnya dengan uang lembaran.
"Ambil saja kembaliannya," ucap Detektif Cyra lalu berjalan pergi.
"Terima kasih," jawab salah satu pelanggan.
"Seperti sebuah paspor, kemungkinan ketika kenyataan itu terbongkar Pak Direktur akan melindungi atau melarikan diri," jelas Detektif Cyra.
Mereka segera kembali ke ruang interogasi lagi untuk menyantap pizza.
"Turunkan saja jabatannya atau pecat sajalah!" tuntut Gavin yang sudah merasa kesal.
"Tidak semudah itu anak muda," jawab Profesor Pasha sambil bermain ponsel.
"Arsenio sudah pulang atau ikut lembur?" tanya Adam menghentikan kunyahan.
"Ikut lembur." Adam bersama rekannya meninggalkan pizza dan ruangan.
"Hmmm," deham Adam di depan pintu ruangan Arsenio.
"Ketua!" jawab Arsenio dengan menekan detak jantungnya.
"Kau bisa cek CCTV yang ada di perempatan jalan Kota Dunsan!" perintah Adam membawa potongan pizza. Tidak membutuhkan waktu lama, Arsenio berhasil menunjukkan tempat tersebut.
"Direktur Utama?" tanya Arsenio membuka mata lebar-lebar. Masih tak percaya.
"Bagaimana bisa menemukan jejak peretasan CCTV tidak?" tanya Adam balik.
"Mereka sudah memberikan virus sehingga ketika daftar tersebut hilang maka, tidak bisa diinstall ulang," jelas Arsenio dengan nada rendah. Adam terus minta data tersebut, entah beberapa lama data tersebut hilang. Arsenio harus mencarinya.
"Saya butuh itu, melihat kemampuan Direktur, dia tidak pandai memahami bahasa mesin."
"Dia hanya lulusan psikologi, tidak pernah mengambil komputer". Adam dengan kencang meminta Arsenio untuk bisa menemukan data CCTV yang hilang.
Arsenio mencoba melakukan penyadapan pada ponsel dan laptop milik Direktur. Profesor Pasha menikmati pizza di sudut ruangan bersama Detektif Cyra.
"Bukannya, Detektif Aidan dia juga pandai bahasa mesin?" sahut Profesor Pasha baru saja masuk.
"Cyra, bisa kau ambilkan dokumen kasus milik Aidan di ruangan saya!" perintah Adam yang memundurkan langkahnya sedikit.
"Baik, Ketua," jawab Detektif Cyra.
Berkas sudah berada di tangan Adam. Merangkai kejadian-kejadian sebelumnya. Sebelum kepergian Detektif Aidan, Direktur memiliki kedekatan dengannya sangat baik. Arsenio juga melacak stasiun ponsel penelpon saat terjadinya pembunuhan. Sayangnya, ponsel tersebut mati.
"Coba biar saya jelaskan sedikit kepada kalian." Adam bersama yang lain, merapatkan kursinya.
"Ponsel Detektif Aidan masih di meja, saat dirinya terbujur kaku."
"Dari kami semua tidak ada yang menyentuhnya."
"Sebenarnya di dalam situ saya yakin ada barang bukti yang akurat," jelas Adam menutup dokumen.
"Pak Adam, itu ponsel sudah saya masukkan ke dalam wadah. Saya memerintahkan Profesor Edwin untuk membawanya, saya juga bilang."
"Bahwa Pak Adam sebentar lagi akan menuju ke ruangan," jelas Profesor Pasha melipat tangan di dada.
"Saya masuk ke ruangan Profesor Edwin, ponsel tersebut masih ada."
"Saya tidak berani melakukan pengecekan, tanpa sepengetahuan Profesor Pasha," sahut Gavin yang duduk di pojokan.
"Ponsel hilang tiba-tiba," sahut Adam dengan memegangi kepalanya.
"Sebentar-" Arsenio memutus pembicaraan.
"Semua ruangan terpantau CCTV."
"Ketika semua sudah pulang? Mengapa Detektif Aidan masih ada di sini?"
"Profesor Edwin sudah pulang lebih awal. Saya melihat di CCTV dengan sangat jelas," tambah penjelasan dari Arsenio. Semakin ke sini semakin tambah pusing.
"Istirahat dulu istirahat, kopi ku sampai dingin di ruang interogasi." Adam pergi lebih dulu meninggalkan ruangan.
Kopi berada di tangannya, duduk di pojok ruangan. Melihat ke arah jam tangan, waktu masih menunjukkan pukul 05.00 pagi. Suasana kantor masih sangat sepi, hanya ada beberapa orang yang di sana termasuk Adam.
Detektif Cyra memperhatikan Adam yang tengah merasakan kelelahan. Duduk meluruskan kakinya, mencopot kacamata kemudian mengosok-gosok mata.
"Cyra," panggil Adam lirih
"Ya, Ketua," sahut Detektif Cyra duduk mendekat.
"Apakah kamu takut dengan misi kita kali ini?" tanya Adam sambil membersihkan kacamata.
"Aku takut jika orang-orang terdekatku, menjadi target berikutnya," jawab Detektif Cyra. Adam pun tersenyum.
"Bagaimana jika dengan keluargaku dahulu?"
"Lalu mengancam nyawa anak dan istriku?" Seakan-akan Adam memiliki firasat yang buruk terhadap keluarganya.
Semua anggota Tim Andromeda memiliki perasaan yang sama. Sedangkan Tim Andromeda sendiri, masih bingung dengan metode yang digunakan si Penuai. Apakah berpacau pada waktu atau bagaimana. Mereka belum bisa menentukan.
Pada pembunuhan Calista Tim Andromeda berhasil menemukan pelakunya. Dan ternyata pemimpin pembunuhan tersebut mati terbunuh.
"Trauma apa yang dimiliki Direktur?" tanya Adam kepada sebagian Tim Andromeda.
"Kita harus bisa mencari tahu terlebih dahulu, bagaimana?" Adam meminta pendapat kepada mereka.
"Jika kita berhasil dan itu dominan menjadi pemicu pembunuhan, kita lakukan interogasi langsung," sahut Detektif Cyra.
"Tidak seperti itu caranya."
"Kita masih membutuhkan beberapa bukti," tolak Adam mengenai usulan Detektif Cyra.
"Kita ini terlalu serius dalam menangani masalah seperti ini."
"Kita telah melupakan canda dan tawa. Kalian tidak pulang?" tanya Adam kepada anak buahnya. Kami ini bekerja yang tak kenal waktu. Ada panggilan disaat kami sedang tertidur pulas, kami akan berangkat. Kemudian Adam memerintahkan Gavin untuk mengantarkan Detektif Cyra pulang.
"Saya akan merangkai kejadian tadi menurut pendapat dari masing-masing."
"Nanti, hasil akan saya kirimkan melalui e-mail kantor," ucap Adam yang akan pulang terlebih dahulu.
"Pak Direktur nanti tahu," sela Arsenio. Lalu dia fokus pada pekerjaannya.
"Mau bagaimanapun juga dia masih menjadi atasan kami," jawab Adam.
Baru kali ini mereka mendapatkan kapten seperti Adam. Gayanya yang santai dan tetap tenang. Namun, jika masalah berpikir jangan diragukan lagi. Orangnya juga suka dengan banyolan. Tetapi, belakangan ini candanya semakin samar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
apriliyakim
nah ini keren nih
2023-06-04
1
apriliyakim
jangan di bawa serius amat lah hehe
2023-06-04
1