Gavin datang dengan langkah yang cepat. Mencoba memukul Ade. Tetapi Adam, memegang erat tangannya. Bukan dengan cara seperti itu yang Adam inginkan. Dengan cara berkelahi hanya akan menambah masalah. Adam meminta untuk menyelesaikan dengan cara bersih.
"Di mana Calista? Katakan! Di mana kau menyembunyikannya!" bentak Gavin dengan nada yang menggema. Gavin sudah tidak tahan lagi dengan muka Ade. Rasanya ingin cepat-cepat menghabisinya.
"Gavin, apa yang kau lakukan?"
"Letakkan pistolmu!" Ketika Detektif Cyra datang. Gavin mengarahkan pistol ke arah Adam.
"Jangan coba-coba bergerak." Adam beranjak pergi dan baru berdiri.
"Kau mau membunuh satu-satunya orang yang tahu keberadaan korban itu?" ucap Adam dengan gayanya yang tenang. Tangan Adam mengenggam erat ujung pistol yang ada di tangan Gavin.
Gavin mencoba bersabar. Menarik napas panjang kemudian pergi. Detektif Cyra menyibakkan rambutnya. Melihat tingkah Gavin yang memukul cermin.
"Kau benar," ucap Detektif Cyra.
"Analisis profil tidak menyelesaikan segalanya. Analisis profil adalah manusia."
"Manusia membuat kesalahan. Namun, apa yang kau lakukan? Jangan kekanak-kanakan, kendalikan dirimu. Hanya itu cara menyelamatkan Calista." Detektif Cyra membuat Gavin untuk berpikir secara dewasa dan tenang.
--- Di sisi lain ---
"Sandinya ditulis di catatan itu." Profesor Aara mencoba menuliskan sandi pada kompter milik Ade
"Tidak!"
"Tunggu!" potong Profesor Pasha yang sedang berpikir.
"Kenapa tidak bisa menyala lagi?" tanya Profesor Aara melihat komputer setelah dia kilik.
"Komputernya tidak akan menyala lagi," sahut Profesor Pasha dengan sedikit kecewa.
"Itu sebuah sandi palsu yang sengaja dibuatnya," jelas Profesor Pasha.
"Apa angka-angka di bawah monitornya?" tanya Profesor Aara. Adam memperhatikan dari spy cam.
"Itu menunjukkan berapa kali kau bisa memasukkan sandinya sebelum perangkat kerasnya dihapus," jelas Adam lewat mikropon dengan meletakkan jari telunjuknya di bawah bibir. Pertanda sedang berpikir.
"Jika ada surel atau catatan yang tersimpan di komputer ini, mungkin kita bisa menemukan lokasi korban itu."
"Kau bisa bukan?" ucap Profesor Aara .
"Ya," jawab Profesor Pasha dengan anggukkan.
"Ini Pusat Panggilan Arsenio, tempat kau bisa mendapatkan jawaban dari semua pertanyaanmu." Profesor Pasha mencoba menghubungi Arsenio untuk membantu memecahkan username.
"Komputer tersangka dilindungi program keamanan bernama Dead Bolt. Kita harus membukanya untuk menyelamatkan korban," jelas Profesor Pasha lewat telepon.
"Dead Bolt menghasilkan sebuah crack dengan sandi agar kau tidak bisa memakai perangkat lunaknya. Memasuki pikiran orang itu akan lebih cepat daripada mendapatkan sandinya," lontar Arsenio.
"Ada tanda perlawanan di tubuhnya."
"Namun, kali ini tidak punya bekas luka."
"Laporan autopsi menunjukkan adanya bekas lakban pada mata korban."
"Dia berusaha bersembunyi untuk berjaga-jaga," jelas Adam sambil memperhatikan Ade di bawa oleh pihak kepolisian.
"Bukan sifat seseorang yang paranoia dan terobsesi membuang jasad di tempat terbuka," jawab Detektif Cyra. Adam dan Detektif Cyra selalau saja beradu argumen dalam memecahkan masalah.
"Kedua tindakan itu kontradiktif dengan analisis profilnya," balas Adam dengan memandang wajah Detektif Cyra.
"Jika pembunuhnya tidak punya kepribadian ganda." Adam mengangukkan kepala ketika mendengarkan Detektif Cyra berasumsi.
"Dia punya kaki tangan yang tidak kita ketahui," jawab Adam dengan lirih. Gavin bersama Detektif Janu sedang mencari barang bukti di mobil milik pelaku.
"Tidak ada yang bisa digunakan sebagai barang bukti di sini," ucap Gavin pada Detektif Janu.
"Tim Andromeda berkata, bahwa mungkin ada kaki tangan," ucap Detektif Aksa menghampiri Detektif Janu dan Gavin.
Gavin menemukan sebuah kartu nama entah milik siapa. Dia bernama, Fairuz Abimanyu. Para Tim Andromeda kembali ke kantor. Sambil berjalan masuk sambil membicarakan sosok Fairuz mengenai pembunuhan.
"Fairuz Abimanyu, dia pintar. Namun tak sepintar pembunuhnya."
"Dia hanya membutuhkan kaki tangan. Dirinya mengira, bahwa dia tidak menarik di mata perempuan," jelas Adam sambil berjalan bersama.
"Pertanyaanku, mengapa dia membutuhkan kaki tangan?" tanya Profesor Aara berjalan di belakang Adam.
"Kamu tidak mendengarkan Pak Adam bicara?" tanya balik Profesor Pasha.
"Sudah, sekarang kembali ke ruangan masing-masing saja. Masalah ini nanti kita bahas di rapat selanjutnya," sahut Adam sambil menepuk jidatnya. Punya anak buah agak weng buat geleng-geleng kepala.
--- Waktu istirahat ----
Di kantin sudah ada Gavin, Profesor Aara, Profesor Pasha, dan Arsenio. Mereka ngobrol ala kadarnya. Adam datang bersama dengan Detektif Cyra sambil ngobrol santai.
"Besok akan mengadakan rapat bersama Tim Investigasi Khusus di aula," jelas Adam sambil berjalan berdua.
"Saya siap mendampingi," balas Detektif Cyra sambil tersenyum.
"Kamu mau makan apa?" tanya Adam yang akan mentraktir Detektif Cyra.
"Bu, saya pesan es jeruk," teriak Dtektif Cyra sambil mengangkat tangan. Begitu juga dengan Adam, dia juga memesan es jeruk.
"Hmm," deham Arsenio yang duduk berseberangan.
"Aku pergi dulu, ya." Menepuk pundak Profesor Pasha kemudian pergi.
Ketika Adam datang bersama Detektif Cyra tiba-tiba mereka yang sedang berkumpul langsung pergi. Sepertinya mereka tidak ingin menganggu percakapan dengan Detektif Cyra.
"Ketika aku melihat wajah Gavin tadi seperti menyimpan sesuatu," ucapan Adam membuat jantung Detektif Cyra berdegup kencang.
"Memangnya ada apa, pak?" balas Detektif Cyra memegangi tengkuknya.
"Wajahmu memerah," jawab Adam dengan senyuman kemudian meneguk es jeruk.
"Bagaimana dengan keadaan Pak Antares?"
"Aku dengar dia sedang sakit dan berbaring di rumah sakit." Detektif Cyra mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Kondisinya sudah semakin membaik, itu kabar terakhir darinya." Adam mengeluarkan sebuah dompet kemudian mengeluarkan lembaran uang berwarna merah muda.
"Kamu mau di sini atau balik?" Adam mengajak Detektif Cyra untuk segera kembali ke ruangan.
Adam masih memikirkan siapa yang akan ditugaskan pada malam hari ini untuk pengledahan sebuah rumah makan. Dengan cepat mengambil keputusan, lalu memerintahkan Gavin bersama Detektif Atalaric dan sebagian anggota Tim Andromeda.
"Pak, saya ikut tim atau di sini bersama yang lain?" tanya Detektif Cyra yang termasuk bagian dari tim. Detektif Cyra, masih menjadi pendamping Adam belakangan ini.
"Kamu di sini, saya akan mengadakan rapat bersama beberapa anggota tim."
"Sekarang menuju ke aula, jika sudah dipersiapkan panggil saya." Adam akan menganalisis ciri-ciri pelaku dan korban.
"Ini mendadak?" Detektif Cyra sedikit terkejut. Dirinya mengira bahwa ini akan dilakukan pada hari besok.
Detektif Cyra berlari masuk ke ruangan Arsenio dengan terbur-buru dan ngos-ngosan.
"Aduh, bapak tiba-tiba minta mengadakan rapat dijam ini juga."
"Saya kira ini akan diadakan besok." Detektif Cyra sambil mencari kabel HDMI.
"Biar saya saja yang menyelesaikan ini," sahut Arsenio menyahut kabel HDMI yang ada di genggaman Detektif Cyra.
"Saya akan menyiapkan materinya." Berlari menuju ruangan sambil menghembuskan napas kasar.
"Memangnya Pak Adam sudah mengirimkan hasil analisis?" Detektif Cyra menunjukkan ponselnya pada Arsenio.
"Coba tanya Profesor Edwin," balas Arsenio.
Detektif Cyra melakukan panggilan pada Profesor Edwin selaku ahli forensik. Dengan bantuan Profesor Edwin, tangunggan tugas Detektif Cyra sedikit terselesaikan.
"Bagaimana dengan tim-tim yang lain, apakah sudah dihubungi?" tanya Arsenio.
"Sudahh beres," sahut Detektif Cyra.
Tidak lama kemudian datang Detektif Gibran bersama anggotanya sebagai perwakilan dari Tim Investigasi Khusus.
"Kamu bekerja di sini baru-baru saja mendampingi Pak Ketua," bisik Arsenio yang sudah berpengalaman terlebih dahulu.
"Memangnya ada apa?" bisik Detektif Cyra balik.
"Permintaan Ketua biasanya dadakan. Kamu jangan terkejut dan kaget. Tetapi dia bukan tipe orang yang mudah marah," ucap Arsenio dengan lirih sambil berdiri di bawah pohon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
apriliyakim
penjahat dasar
2023-06-04
1