"Apa Adek ini temannya Dek Sintia dan Riko juga? Kemarin saya yang mengantarkan mereka belanja di pasar. Apakah kondisi mereka baik-baik saja?" Tanya Pak Kirun seraya menjalankan delman.
"Iya Pak saya teman mereka, nama saya Widia. Kondisi mereka baik kok, tapi saya justru mencemaskan salah satu teman saya yang udah gak ada di Panti." Jawab Widia menundukkan kepala.
"Bukankah bagus kalau salah satu temanmu sudah tak ada disana. Lantas apa yang kau cemaskan lagi?"
"Sebenarnya saya punya firasat lain Pak, tapi saya juga belum terlalu yakin. Apakah Bapak tinggal di dekat Panti? Lalu pernahkah ada cerita yang tidak-tidak disana?" Widia berusaha mencari informasi, tapi dia enggan berbicara terbuka. Karena baru pertama kali bertemu Pak Kirun.
"Cerita aneh-aneh sejauh ini sih belum ada dek. Kalau cerita masa lalu tentu saja saya tau, dan saya sudah menceritakan nya pada dek Sintia dan Riko. Kau bisa tanya ke mereka, kalau ada yang mau diketahui."
Akhirnya mereka sampai di depan Panti, Pak Kirun menghentikan laju delmannya. tak lama setelahnya Widia turun, dan meminta Pak Kirun untuk menunggu diluar.
"Saya akan mengambil uang di dalam dulu, Bapak bisa tunggu sebentar kan?"
"Ndak usah dek, saya niatnya hanya mau ngebantu aja. Kalau lain kali adek naik delman saya lagi baru bayar ongkosnya." Jelas Pak Kirun menyunggingkan senyum.
Widia menganggukkan kepala, lalu berpamitan pada Pak Kirun. Tapi lelaki paruh baya itu kembali memanggilnya, dan mengingatkan nya untuk memukuk kentongan yang ada di depan pintu.
"Lakukan saja apa yang saya katakan dek, karena Bu Mariyati tak sembarangan membuka pintu untuk orang. Apalagi jika orang itu datang dengan mengetuk pintu, karena artinya yang ada diluar adalah orang yang tak berkepentingan dengannya. Dan biasanya ia tak akan membuka pintu Panti." Kata Pak Kirun sebelum menghilang dari pandangan mata Widia.
Belum sempat Widia mengatakan apa-apa, nampaknya Pak Kirun sudah pergi tanpa jejak. Widia menggaruk kepala yang tak gatal, ia merasa aneh karena delman yang dibawa Pak Kirun tak terdengar suaranya. Perlahan matahari mulai terbit, Widia membunyikan kentongan sesuai instruksi Pak Kirun. Tak lama setelah itu terdengar seseorang membukakan pintu dari dalam. Nampak Mariyati membulatkan kedua mata di depan Widia.
"Kau darimana saja Widia? Kenapa kau bisa pergi meninggalkan Panti tanpa pamit? Kau bisa saja celaka karena berkeliaran diluar sana." Mariyati membentak Widia, karena suaranya kencang semua yang ada di dalam sampai bisa mendengar suara nya.
Sintia dan Dina berlari ke depan, mereka melihat keadaan Widia yang berantakan. Keduanya berdiri di belakang Mariyati, tak ada yang berani menghampiri Widia. Karena mereka tau, Mariyati pasti sangat marah mengetahui jika Widia tak ada di Panti.
"Saya gak pernah pergi dari Panti Bu, sumpah demi apapun. Saya tak tau apa yang sebenarnya terjadi, tiba-tiba saya sudah ada di tempat yang sangat menyeramkan. Banyak penampakan hantu yang saya lihat, padahal tadinya saya ada di dalam kamar. Saya pingsan setelah melihat sesosok kuntilanak yang ada di dekat Sintia." Penjelasan Widia nampak tak dihiraukan Mariyati. Ia justru memintanya untuk berbicara di dalam ruangan nya.
"Ikut ke ruangan saya, dan kalian berdua tolong bantu Nek Windu untuk mandi. Biar Widia membersihkan dirinya dulu." Cetus Mariyati seraya melangkahkan kaki nya.
Widia berjalan tepat di belakang Mariyati, ia menatap Sintia dan Dina dengan raut wajah ketakutan. Sintia memberikan kode dengan gestur tubuh supaya ia berani menghadapi Mariyati.
"Emangnya semalam Widia lihat apa sih? Kok dia sampai nekat pergi dari tempat ini?" Celetuk Dina mengaitkan kedua alis mata di hadapan Sintia.
"Mendingan lu gak usah tau deh Din, yang ada lu bisa parno kalau tau semuanya." Sahut Sintia berjalan meninggalkan Dina.
Dina semakin kesal karena ia tak mendapat penjelasan apapun. Padahal ia ingin tau apa yang terjadi sampai-sampai Widia pergi dari Panti.
Sementara di dalam ruangan nya, lagi-lagi Mariyati menghipnotis Widia supaya melupakan kejadian ketika ia melihat penampakan kuntilanak yang mengusap rambut Sintia. Karena bagi Mariyati, kuntilanak itu harus dilindungi olehnya. Dan semua mahasiswa yang ada disana belum boleh mengetahui apapun mengenai sosok-sosok yang ada di dalam Panti jompo Muara Hati.
"Lupakan soal kuntilanak itu, dan jangan pernah membahasnya lagi pada siapapun. Anggap kau tak pernah melihatnya, apa kau mengerti Widia?" Ucap Mariyati melotot dan terlihat suara cahaya warna merah dari matanya
Widia hanya menganggukkan kepala, lalu pergi dari sana. Sepertinya Mariyati sengaja membiarkan Widia mengingat kejadian ketika ia menghilang dari Panti. Setelah membersihkan diri, Widia membantu teman-temannya menyiapkan makanan di dapur. Nampak Nek Windu sedikit kesal, karena Widia tak membantu nya pagi ini.
"Lain kali kalau sudah waktunya tidur ya langsung tidur aja, gak usah keluyuran keluar kamar segala. Kalau udah kayak gini, saya juga kan yang susah karena kau tak bisa mengurus ku!" Protes Nek Windu langsung membuang muka.
"Ma maaf Nek, saya gak akan kaya gitu lagi." Sahut Widia bicara gagap.
"Sudah jangan ribut-ribut lagi, tenangkan dirimu Windu, jangan sampai tensi darahmu naik. Dan kau Widia, lanjutkan pekerjaan mu, sebentar lagi juga Nek Windu tak marah lagi." Ucap Nek Siti menengahi keributan itu.
Pagi itu suasana di Panti sedikit berbeda, karena hilangnya Widia semalam. Mereka semua jadi banyak diam, karena merasa ada yang aneh dengan tempat itu. Mereka semua yakin jika Widia tak mungkin menghilang begitu saja. Apalagi jika dengan sadar pergi dari Panti, karena mereka tau Widia agak penakut dan tak akan berani pergi seorang diri.
"Wid tadi lu cerita kalau ada kuntilanak di dekat gue, emangnya tuh kunti lagi ngapain?" Tanya Sintia bicara setengah berbisik.
"Kapan sih Sin? Kok gue gak ingat apa-apa, gue semalam gak lihat kuntilanak kok. Yang gue lihat malah penampakan hantu dengan leher hampir terputus. Dan lu tau gak suara siapa yang gue denger?"
"Maksud lu hantu itu suaranya mirip Beni gitu?" Celetuk Sintia dengan mengaitkan kedua alis mata.
"Loh kok lu tau Sin?" Widia terkejut seraya menggaruk kepala yang tak gatal.
Sintia menjentikkan jari lalu menarik Widia agak menjauh dari teman-temannya yang lain.
"Itulah yang gue lihat kemarin Wid, malahan kalian bilang gue cuma mimpi. Kalau kemarin gue gak denger suaranya, tapi dengan jelas gue lihat wajah tuh hantu. Kepalanya hampir terputus dari leher, makanya gue jalan ke belakang nya. Dan gue sangat terkejut pas lihat wajah nya, wajah seseorang yang kita kenal. Apa mungkin hantu itu benar-benar si Beni ya Wid?" Kata Sintia dengan memijat pangkal hidungnya.
Tak ada jawaban dari Widia, sampai akhirnya Mariyati berjalan ke depan mereka. Sontak saja Sintia dan Widia mengakhiri pembicaraan mereka, dan melanjutkan pekerjaan yang ada di dapur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Biah Kartika
pak kirun hantu juga ya, sepertinya 😲
2023-08-03
1
Enok Wahyu.S GM Surabaya
kayaknya pak Kirun itu hantu juga, alam.suami Bu Mariyati
2023-07-09
0
ind@h
kok aq merasa ada yg aneh dgn pak kirun...ato jangan2 dia bagian dr panti jg yg di tugasin oleh bu maryati..???
2023-06-09
0