Doni masih tak percaya dengan apa yang ia lihat, sekali lagi ia mengucek mata lalu memanggil Riko untuk memastikan penglihatan nya benar.
"Buruan Ko, kesini!"
"Ada apa sih Don, pagi-pagi udah heboh aja." Riko berjalan gontai menghampiri Doni.
Mereka berdua sama-sama heran melihat Kakek Bimo sedang olahraga pagi di halaman belakang. Padahal sebelumnya untuk berjalan saja, Kakek Bimo membutuhkan bantuan orang lain. Tapi pagi ini ia terlihat sangat bugar, dan bersemangat. Bahkan aura yang dipancarkan di wajahnya membuatnya jadi lebih muda dari kemarin.
"Itu beneran Kakek Bimo kan Ko? Kok perasaan jadi lebih muda gitu sih?" Doni keheranan dengan menggaruk kepala yang tak gatal.
"Ah perasaan lu aja kali Don, tapi emang sih Kakek Bimo kelihatan lebih segar dan sehat. Mungkin itu yang ngebuat cara pandang lu menilai Kek Bimo lebih muda. Padahal aslinya ya sama aja, mana ada orang kelihatan jadi lebih muda dalam semalam!"
Doni masih tak habis pikir, karena ia yakin jika Kakek Bimo memang tak seperti biasanya. Karena Doni lebih sering menghabiskan waktu bersama Kakek Bimo dan Dodit. Sehingga ia sering memperhatikan gerak tubuh kedua orang tua itu.
"Udah gak usah ngelamun gitu, buruan mandi sebelum Kakek Dodit manggil lu!" Kata Riko seraya mengambil pakaian di dalam lemari.
Semua pakaian yang ada disana memang sudah disiapkan oleh Mariyati, sehingga mereka tak kebingungan lagi mencari pakaian ganti setiap harinya. Tapi beberapa barang pribadi milik Beni sudah tak ada di dalam lemari itu. Riko berteriak memanggil Doni, ia menanyakan apa Beni sudah memindahkan barang-barang miliknya.
"Setahu gue sih gak dipindahin Ko, emangnya lu mau minjem apa dari Beni?"
"Gue gak mau pinjem apa-apa Don, tapi di dalam sini udah gak ada barang-barang nya si Beni. Makanya gue nanya ke lu dodol!"
"Lah tuh bocah kemana ya Ko, gue jadi penasaran deh. Mending gue cari ke depan dulu deh." Doni berlari keluar kamar dengan membawa handuk yang dililitkan di pinggang.
Doni mencari ke semua sudut Panti, tapi ia tetap tak menemukan Beni. Sampai akhirnya ia bertemu dengan Mariyati, dan pengelola Panti itu meminta Doni untuk segera bersiap karena Kakek Dodit harus segera mandi dan sarapan.
"Sekarang sudah waktunya kau membantu Kakek Dodit, kenapa kau masih berkeliaran mengenakan handuk itu Doni?"
"Beni hilang Bu, sejak saya bangun dia udah gak ada di kamar. Saya cari di semua tempat juga gak ada." Jelas Doni nafasnya terengah-engah.
"Nanti akan saya jelaskan di meja makan." Pungkas Mariyati sebelum melangkah pergi.
Dengan berat hati Doni akhirnya menuruti ucapan Mariyati. Setelah mandi dan merapikan diri, ia mendatangi Kakek Dodit dan membantunya mandi.
"Kek Dodit kenapa gak ikut olahraga sama Kek Bimo? Tadi Kek Bimo senam sendirian di belakang. Emang Kakek Dodit gak pengen sehat bugar kayak Kek Bimo?"
Kakek Dodit hanya menyeringai mendengar pertanyaan Doni. Ia mengatakan jika belum waktunya ia menjadi sehat, dan bisa olahraga seperti Kakek Bimo.
"Emangnya ada waktu tertentu supaya para orang tua disini bisa sehat dan bugar kembali?"
"Tentu saja ada, dan kau tak akan menyangka caranya seperti apa."
"Emangnya caranya gimana Kek?" Tanya Doni mengaitkan kedua alis mata.
Tak ada jawaban dari Kaksk Dodit, ia hanya menggelengkan kepala seraya memberi tanda gestur tubuh. Dengan menaruh jari telunjuk tepat di depan bibirnya.
"Ya elah Kek, pakai rahasia-rahasiaan segala sih! Ya udah yuk kita ke meja makan aja, udah lapar banget nih Doni." Doni berjalan perlahan, ia memapah Kakek Dodit yang langkah kakinya pendek-pendek.
Sesampainya di meja makan, nampak semua orang sudah duduk di bangku. Yang tak ada disana hanya Mariyati, Kakek Bimo, dan Beni yang sudah menghilang sejak pagi. Tak lama setelah itu, nampak Mariyati datang bersama Kakek Bimo. Keduanya tak langsung duduk dj meja makan, karena Mariyati ingin mengumumkan sesuatu.
"Hari ini adalah hari ulang tahun Kakek Bimo. Untuk itu mari kita nyanyikan sebuah lagu untuknya. Widia tolong ambilkan kue ulang tahun di belakang." Ucap Mariyati, dan disambut ucapan selamat pada Kakek Bimo.
Begitu Widia datang membawa kue, mereka semua menyanyikan lagu ulang tahun bersama. Nampak semua orang tua disana tersenyum bahagia, hanya Nek Siti saja yang sedikit murung.
"Sebelum kita makan bersama, saya ingin menyampaikan pesan dari Beni untuk kalian semua. Tadi jam tiga pagi, saat saya dan Kakek Bimo baru pulang dari kampung sebelah. Ada tamu yang datang mencari Beni, tamu itu harus membawa Beni kembali ke Kota kalian. Karena ada keluarga Beni yang meninggal dunia. Karena itulah dia buru-buru pergi tanpa sempat berpamitan pada kalian semua. Dan sepertinya Beni tak akan bisa kembali lagi kesini. Jadi tugas kalian akan bertambah, karena harus membantu Kakek Bimo mengurus kebutuhan nya. Tapi tenang saja, setelah saya membawa Kek Bimo berobat di kampung sebelah. Seperti yang kalian lihat hari ini, kondisi fisik Kakek Bimo jauh lebih baik dari sebelumnya. Jadi kalian tak akan terlalu repot mengurusnya. Terutama kalian berdua, Doni dan Riko. Hanya itu yang mau saya sampaikan, silahkan lanjutkan makan-makan nya. Saya masih ada pekerjaan yang harus di urus." Jelas Mariyati menatap wajah ke lima mahasiswa yang sedang mendengarkan ucapannya.
Doni yang merasa semua serba kebetulan merasa aneh. Apalagi dengan perubahan sikap Beni kemarin. Sintia yang memang sejak awal mencurigai sesuatu, tak bisa begitu saja percaya dengan penjelasan Mariyati. Ia merasa perlu berbicara empat mata dengan pengelola Panti itu.
"Sudah Sin, jangan mikir yang enggak-enggak. Tak akan terjadi apapun padamu, Nenek yakin kau akan baik-baik saja."
Deegh!
"Darimana Nek Siti tau kalau gue lagi mikirin sesuatu ya?" Batin Sintia di dalam hati.
Nek Siti menyunggingkan senyum seraya menepuk punggung tangan Sintia. Nampak Nek Dijah mendengus melihat perhatian yang diberikan Nek Siti.
"Selalu pura-pura baik dan perhatian, dasar Nenek tua munafik!" Celetuk Nek Dijah seraya menggebrak meja makan.
Setelah itu Nek Dijah pergi meninggalkan meja makan disusul dengan Dina.
"Sudah jangan dihiraukan ocehan Nenek judes itu. Lanjutkan makan kalian anak-anak muda." Pungkas Nek Windu dengan senyum ramahnya.
Doni sama sekali tak menyentuh makanan yang ada di atas meja. Pikirannya masih tertuju pada Beni, apakah temannya itu benar-benar pergi tanpa berpamitan pada semuanya. Seakan tau kecemasan Doni, Sintia memberi kode dengan gestur tubuh jika ia tak perlu cemas dengan kondisi Beni. Meski sebenarnya Sintia juga sama cemas nya seperti Doni. Tapi ia tak mau membuat teman-teman nya yang lain hawatir. Sehingga Sintia berpura-pura percaya dengan perkataan Mariyati, mengenai Beni yang meninggalkan Panti karena ada seseorang dari Kota yang menjemputnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Noer Maulidha
betullmereka di tumbalin
2023-11-15
2
Sekar Sekar
iya ky d film itu .. mereka berubah sehat muda dngan bertukar raga para mahasiswa itu🙄
2023-09-23
0
Else Widiawati
berarti ditumbalin supaya para penghuni panti jadi lebih sehat dan bugar gitu??
2023-09-07
0