Doni meletakkan sendok dan terburu-buru mengambil segelas air putih. Ia meminumnya tanpa jeda, sampai ke empat temannya heran. Melihat gelagat aneh Doni, Sintia bertanya dengan gestur tubuh. Ia mendongakkan kepala ke atas, dan dijawab Doni dengan gelengan kepala.
"Setelah membereskan semuanya, biarkan para orang tua santai dulu. Jika sudah jam nya tidur, antarkan mereka ke kamarnya." Kata Mariyati sebelum melangkah pergi.
Mariyati selalu berbicara dengan nada suara datar. Ia tak pernah terlihat menyunggingkan senyum pada ke enam mahasiswa itu.
"Kek udah mau tidur belum? Doni antar ke kamar sekarang yuk!"
"Sebentar. Belum waktunya kalian istirahat!" Ucap Kakek Dodit seraya mendongakkan kepala ke atas jam dinding.
Mereka semua sedang bersantai di ruang depan. Nek Siti sedang membaca buku, sementara Nek Windu memilih merajut sebuah syal dari benang wol. Sedangkan Nek Dijah, sedang mendengarkan musik dari piringan hitam. Sintia memperhatikan Kakek Ridho sedang melukis sesuatu, ia dibantu Riko yang memegangi meja supaya tak bergoyang.
"Kakek Ridho senang melukis ya? Itu siapa yang Kakek lukis?" Tanya Sintia memperhatikan sketsa wajah seorang perempuan.
Kakek Ridho menyunggingkan senyum, dan mengatakan jika ia sedang melukis seseorang yang pernah ada di masa lalu nya.
"Oh jadi ini istrinya Kek?" Sahut Riko yang ikut penasaran.
"Bukan! Dia seseorang yang selalu menemani Kakek ketika semuanya meninggalkan Kakek seorang diri. Jika tak ada dia, mungkin Kakek sudah lama tak ada disini." Kakek Ridho kembali tersenyum seraya menatap langit-langit atap rumah.
"Aaagrggh!"
Jeritan seseorang mengejutkan mereka semua. Seketika Doni dan Dina berlari mencari darimana suara itu berasal. Dari kejauhan, terlihat Widia berjongkok dengan menutupi wajahnya.
"Lu kenapa Wid? Ngagetin orang aja sih!" Seru Dina nafasnya ngos-ngosan.
"Din. Gue takut, tadi gue lihat ada hantu yang lagi makan sesajen di bawah pohon besar itu Din! Hantunya pakai baju china gitu, matanya bolong sebelah dan lidahnya ngejulur keluar. Tuh ada dupa juga disana, pasti hantu itu datang karena ada aroma dupa disini." Kata Widia menangis sesegukan.
Doni berjalan mendekati pohon besar yang dimaksud Widia. Terlihat disana memang ada dupa yang masih menyala, ada sesajen khas orang china dengan buah-buahan beserta makanan berat. Ada mie goreng dengan bentuk panjang, dengan telur berwarna merah. Di samping nya ada roti berbentuk buah persik juga.
"Kok gue kayak pernah lihat sesajen kayak gini. Tapi dimana ya, gue jadi lupa-lupa ingat." Gumam Doni pada dirinya sendiri.
Tak lama kemudian Sintia dan Riko datang. Mereka menghampiri Doni yang masih ada di depan sesajen itu.
"Din lu ajak Widia masuk ke dalam dulu gih. Temenin para orang tua sebentar, kita mau cari tau apa yang dilihat Widia!" Ucap Sintia dengan mengaitkan kedua alis mata.
Dina hanya menghembuskan nafas panjang, lalu mengajak Widia kembali ke ruang santai. Sementara itu, Doni nampak masih memikirkan sesuatu.
"Aha... Gue ingat sekarang." Doni menjentikkan jari sambil memperhatikan aneka sesajen yang ada di depan mereka.
Baru saja Doni akan membuka mulut untuk menceritakan sesuatu. Terdengar suara Mariyati yang berteriak memanggil nama mereka. Sontak saja ketiganya bergegas meninggalkan lokasi itu, dan kembali ke dalam ruangan.
"Saya akan pergi bersama Kakek Bimo, minta saja Beni untuk langsung istirahat setelah dia selesai sembahyang!" Kata Mariyati berjalan seraya memapah Kakek Bimo.
"Hah. Sembahyang? Memangnya ada acara Bu?" Tanya Sintia penasaran, sehingga menghentikan langkah Mariyati.
"Kalian tanya saja sendiri pada Beni, kami pergi dulu!" Mariyati melanjutkan langkahnya, ia mengunci pintu dari luar rumah.
Kini Doni, Sintia dan Riko berdiri berhimpitan. Doni sedang menjelaskan makna sesajen yang mereka lihat dibawah pohon tadi.
"Dulu gue pernah ke rumah Beni, kebetulan keluarganya ada yang lagi ulang tahun gitu. Nah mereka ada naruh sesajen yang mirip kayak yang kita lihat tadi. Bedanya sesajen itu ditaruh depan altar, mungkin gak sih yang meletakkan sesajen tadi Beni? Secara Bu Mariyati bilang, Beni nya lagi sembahyang."
"Lu yakin Don dengan tebakan lu? Terus hantu yang dilihat Widia itu apa?" Sahut Dina yang tiba-tiba menyahut.
"Mungkin gak sih itu tadi hantu leluhurnya Beni? Dia datang karena terpanggil oleh sesajen yang disiapkan Beni." Tebakan Doni sempat membuat teman-teman nya bingung. Tapi tiba-tiba Beni lewat di depan mereka semua.
Widia menghampiri Beni, karena melihat wajahnya pucat. Widia yang cemas, memanggil teman-teman nya untuk melihat kondisi Beni. Sintia pun menyentuh kening Beni, terasa keningnya sangat dingin.
"Lu sakit ya Ben? Istirahat duluan gih, biar kita-kita aja yang selesaikan semuanya." Sintia panik, dan berusaha mencari obat di kotak P3K.
"Gak usah nyari obat Sin, gue istirahat di kamar aja. Besok juga udah gak sakit lagi kok." Jelas Beni dengan tatapan mata yang kosong.
"Gue bawain teh hangat buat lu ya Ben." Kata Widia lalu pergi ke dapur, dan melupakan rasa takutnya begitu saja.
"Loh Wid lu udah." Doni tak bisa melanjutkan kata-katanya karena Riko membekap mulutnya.
"Kampret! Lepasin gue geblek!" Doni protes lalu mendengus kesal.
"Lagian, lu ngapain mau ingetin Widia? Udah bagus dia gak takut lagi, malah mau lu ingetin!" Sahut Riko menggelengkan kepala. Sintia dan Dina pun sependapat dengan Riko. Mereka dengan kompak memukul lengan Doni bergantian.
Setelah semua beres, mereka semua masuk ke dalam kamar. Suasana malam itu agak berbeda dari sebelumnya. Terdengar suara burung gagak yang berterbangan di atas rumah, dan hawa dingin yang menyeruak ke dalam kamar. Hampir mereka semua tak bisa memejamkan mata. Hanya Beni saja yang terlihat tidur nyenyak. Sampai terdengar suara-suara cekikikan perempuan dari arah luar. Baik para perempuan ataupun laki-laki tak ada yang berani keluar kamar. Mereka teringat pesan Mariyati, jika di daerah sana banyak penjahat dan sebagainya. Belum lagi, suara yang terdengar kali ini lebih mirip suara cekikikan kuntilanak. Dina yang awalnya berbaring di ranjangnya, memilih bergabung di ranjang yang sama bersama Widia dan Sintia. Ia melupakan masalahnya dengan Sintia, karena situasi malam itu benar-benar mencekam.
"Gaes gue takut! Kalian bisa geser dikit lagi gak?" Pinta Dina beringsut ke dalam selimut yang dikenakan Widia.
"Udah mentok Din, jangan banyak gerak deh!" Sahut Sintia yang sudah terpojok di tembok.
Berbeda dengan para laki-laki yang ada di dalam kamarnya. Yang semula Doni dan Riko terjaga, tiba-tiba keduanya dilanda kantuk yang luar biasa. Mereka tertidur dengan lelap sampai pagi. Dan keesokan harinya, mereka bangun dan melihat Beni sudah tak ada di atas ranjangnya. Doni yang tidur satu ranjang dengan Beni kebingungan, karena tak biasanya Beni bangun lebih pagi dari Riko.
"Loh Ko, Beni kemana?"
"Gue juga gak tau Don, ini aja gue baru bangun gak lama sebelum lu bangun. Tumben tuh anak udah bangun sebelum gue!" Kata Beni keheranan.
Doni menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia bangkit dari ranjang, berjalan ke depan jendela lalu membukanya. Dan begitu ia melihat keluar jendela, Doni melihat sesuatu yang menurutnya aneh. Sampai ia mengucek kedua mata nya, untuk memastikan apa yang dilihatnya itu nyata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Else Widiawati
ko kayaknya sibeni udah ditumbalin duluan...hmmm korban pertama dimulai....
2023-09-07
2
Biah Kartika
Beni tumbal pertama, mungkin..
2023-08-03
0
@✹⃝⃝⃝s̊Sᵇʸf⃟akeoff🖤 k⃟K⃠
apa bener beni yg di tumbalin duluan..
2023-06-08
0