Malam ini kucoba pejamkan mata. Walau nyatanya aku tak bisa terlelap. Dalam otakku masih bertanya-tanya tentang masalah apa yang menimpa Faizah sampai-sampai ia digugat cerai oleh suaminya. Setauku ia orang yang penurut. Tapi kenapa sampai suaminya murka dan ia diceraikan?
Pertemuanku dengan Nizam tadi memang terus menghantuiku. Tentang ia yang tak mau berterus terang karena menjaga privasi klien. Aku tak bisa memaksa karena dalam bekerja ia juga memiliki kode etik profesi. Tapi rasa penasaran ini tak mau hilang sedikitpun dari otakku. Aku menginginkan jawaban. Tapi kepada siapa aku harus bertanya? Ah sepertinya fikiranku sudah tak waras. Aku tak perlu tau semua itu karena aku bukan siapa-siapa lagi bagi Faizah.
Ku buka mata dan segera bangun dari tempat tidurku. Ku dirikan sholat lalu membaca Al-Qur'an untuk menenangkan hatiku. Karna hanya Dialah yang bisa menyejukkan hatiku.
Ku baca ayat demi ayat. Ku coba hayati isinya. Hingga sampailah bacaanku pada salah satu ayat yang mengatakan bahwa perempuan yang baik untuk lelaki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik. Dalam hati, aku bertanya sendiri apakah yang telah Tuhan rencanakan untukku? Apakah aku tak cukup baik untuk Faizah sehingga kami tak ditakdirkan bersama. Atau justru kebalikannya? Lalu sekarang yang menimpa Faizah? Kenapa rasanya aku dipermainkan oleh takdir. Ataukah ini semua karena do'aku sendiri yang selalu menginginkan Faizah untuk kembali disisiku.
Tanpa terasa air mata ini mengalir begitu derasnya. Hingga beberapa kali bacaanku tersengal. Ku tutup al-qur'an yang ku baca lalu segera mengambil wudlu lagi. Aku tak mau bacaanku jadi salah hanya karena aku tak bisa menahan diri. Setelahnya ku mulai membaca lagi hingga semakin lama rasa kantuk itu menyerang. Aku terlelap dengan posisi terduduk dan kepala bersandar di ranjang. Sementara Al-Qur'an yang kubaca masih berada ditanganku.
...****************...
"assalamualaikum pak yai" Sapaku pada kyai tempatku menuntut ilmu di pesantren dulu.
"Wa'alaikumsalam wa rohmah wa barokah" Jawab pak yai. Aku langsung masuk ke ndalem dan menyalami beliau.
"Kenapa wajahmu sedih begitu Iz?" Tanya pak Yai yang membuatku seketika langsung menitihkan air mata.
"ndak usah pusing-pusing ikut ngurusi urusane gusti Allah. Masalah hatine cah wadon itu kan urusane gusti Allah. Ora usah ngoyo. Kalau memang dia jodohmu dia bakal kembali. Dengan caranya gusti Allah sendiri. Tugasmu sebagai manusia cuman ikhtiar. Pantaskan dirimu bersanding dengannya. Jangan lupa berdo'a." Seketika aku menangis tersedu sedu sampai aku merasa tangisan itu benar-benar nyata. Aku terbangun mendengar tangisku sendiri. Hingga aku tersadar jika semua itu hanya mimpi.
Ku letakkan kembali Al-Qur'an yang masih berada ditanganku ke rak buku paling atas. Aku segera melangkah menuju kamar mandi untuk mengambil wudlu dan segera melakukan sholat malam. Ku adukan semua yang aku rasa dalam sujud di rakaat terakhirku. Setelahnya aku berzikir dan lagi lagi mengadukan semuanya dengan sang pemilik hati. Setelah puas mengadu aku kembali meraih al-Qur'an dan membacanya hingga azan subuh terdengar.
...****************...
"Pagi-pagi kok udah rapi mau kemana Iz" Tanya ibuku yang sedang sibuk memasak di dapur. Sementara bapak duduk dikursi sambil membantu memetiki sayuran.
"Faiz mau soan ke dalem bu. Rasanya Faiz udah lama banget gak kesana." Jawabku. Aku tak menceritakan kepada orang tuaku jika aku barusan bermimpi bertemu romo yai.
"Kalau mau ke ndalem pak yai bawain oleh-oleh madu alas Iz. Beli di pak lekmu sana." Perintah bapak.
"Ya pak. Faiz berangkat dulu" Pamitku setelah tadi meminum sedikit teh hangat untuk menghangatkan perutku.
"Ya sudah hati-hati. Nanti mampir cari sarapan ya. Soalnya ibu masaknya belum mateng" Kata ibuku memberi wejangan. Aku mencium punggung tangan ibuku lalu bapak secara bergantian. Lalu ku langkahkan kaki menuju garasi yang ada didepan rumah. Terlihat disana mobil pelayanan milik desa yang sengaja disimpan di rumah untuk mempermudah warga jika membutuhkan. Karena jarak balai desa memang cukup jauh jika dari Rw ku.
Ku ambil motor maticku lalu menyalakannya. Tak lupa aku memakai jaket dan juga helm untuk safety. Setelahnya aku membeli madu liar untuk oleh-oleh lalu segera melajukan motorku menuju pesantren tempatku menuntut ilmu dulu.
...****************...
Perjalanan yang ku tempuh memakan waktu 5 jam lebih. Tapi tubuhku tak merasa lelah. Rasa kantuk yang seharusnya menyerang karena semalam tak bisa tidur nyenyak, nyatanya tak aku rasakan. Semuanya terasa mudah. Mungkin karena yang ku fikirkan hanya bertemu romo yai. Jadi semua hambatan terasa menghilang.
Sesampai di pesantren aku disambut ramah oleh abdi dalem yang sebagian adalah adik tingkatku dulu. Aku pun di antarkan soan romo yai. Aku duduk lesehan di lantai seperti waktu mondok dulu menanti rawuhnya yai.
"Assalamualaikum" Sapa romo yai begitu memasuki ruang tamu. Akupun menjawab salamnya lalu segera menghampirinya dan mencium punggung tagannya ta'dzim. Kulitnya yang mulai keriput tak membuat kehangatannya berkurang. Raganya yang semakin menua tak mengurangi wibawa yang ada pada dirinya. Beliau tetaplah sosok yang disegani di pesantren ini. Wejangannya selalu dinanti para santri setiap kultum pagi. Sifatnya yang ramah dan menyayangi santri-santri membuat mereka betah berada disini. Mereka begitu menghormati romo yai karena beliaulah pengganti orang tua mereka disini.
"Kalau saya lihat dari wajahmu kok sedang resah ini kenapa?" tanya romo yai. Aku yakin beliau pasti sudah tau maksud kedatanganku kesini. Hal itu juga yang dulu selalu aku pertanyakan. Setiap ada masalah pasti romo yai tau. Padahal tak ada yang pernah memberitahunya. Bahkan disaat ada sedikit masalah di pesantren dan para pengurus berusaha merahasiakannya pun romo yai pasti tahu. Seperti sudah ada yang memata-matai kami.
Ku utarakan maksud kedatanganku kesini. Ku ceritakan semua beban fikiran yang menganjalku. Juga termasuk mimpi semalam bertemu beliau. Yai hanya tersenyum mendengar ceritaku seolah apa yang aku alami bukanlah hal yang berat.
"Iz, apa kamu mau mondok lagi?" tanya yai yang membuatku menerka-nerka kemana arah tujuan pembahasannya.
"Kamu mondok disini sudah berapa tahun? Sudah berapa banyak kitab yang kamu pelajari? Baru diterpa masalah kecil saja kok sudah meragukan gusti Allah" Kata beliau kemudian. Aku hanya duduk bersila sambil menundukkan kepala menanti apa yang akan disampaikan romo yai.
"Kalau cuman masalah kecil seperti itu saja kamu gak bisa nyelesain sendiri, lebih baik mondok lagi saja kamu." Aku masih tertunduk mendengarkan ucapan romo yai. Memang terkesan meremehkan tapi nyatanya aku memang selemah itu. Pada dasarnya aku sendiri sudah menemukan jawaban atas apa yang aku hadapi. Tapi aku egois dan seolah memaksakan kehendak kalau Faizahlah yang terbaik untukku. Hal itulah yang membuat hatiku resah sampai sekarang.
"Masalah jodoh itu urusannya gusti Allah. Kamu gak usah resah. Apa yang terjadi dalam hubunganmu dan dia itu bukan masalah besar. Bisa jadi gusti allah sedang memingitmu karena dulu kalian selalu maksiat." kata itu seolah menusuk ke relung hatiku. Aku dan Faizah memang tak pernah berbuat yang melebihi batas saat pacaran. Tapi jika dilihat dalam sudut agama itu memang termasuk dosa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments