Tahun ini aku bersama Eny bertugas mendampingi murid-murid yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan sedekah bumi. Awalnya aku menolak untuk ikut mendampingi mereka, namun keadaan terus mendesakku untuk ikut. Dari sekian banyak guru yang mengajar di sekolah hanya ada beberapa guru yang masih singel. Namun rata-rata mereka dari luar daerah. Aku yang pribumi pun harus mengalah untuk mendampingi anak anak yang ikut pentas di acara sedekah bumi.
"Sebelum pentas, ada yang pengen jajan dulu gak?" Tanya Eny yang duduk di jok sampingku. Malam ini anak anak berangkat ke tempat pentas menggunakan mobil sekolah. Dan aku sendiri yang mengemudikan mobil tersebut.
"Ya bu. Nanti kita beli sosis sama es dulu ya" Jawab salah satu siswa. Eny yang duduk menyerong pun mengangguk sambil menatap ke belakang ke arah siswa. Sementara aku fokus menyetir menatap jalanan yang begitu ramai dengan lautan orang yang berbondong bondong menyaksikan kegiatan sedekah bumi.
...****************...
Aku segera memarkirkan mobil yang kami kendarai begitu sampai lokasi. Semua anak turun dari mobil. Begitupun Eny. Ia dengan telaten mendampingi murid murid. Membuntuti mereka ke arah sebuah kedai penjual sosis dan gorengan. Menemani mereka hingga semua anak mendapatkan apa yang mereka pesan. Kemudian mereka melanjutkan langkahnya menuju penjual es. Aku hanya memperhatikannya dari jauh. Tanpa berniat menyusul mereka. Andai aku masih pacaran dengan Faizah mungkin sekarang dia sedang ngambek karena cemburu aku pergi dengan Eny.
Eny memang cantik. Ia juga se profesi denganku. Kami sama sama belum menikah. Membuat beberapa teman sering menjodoh jodohkan kami. Karena hal itulah dulu Faizah begitu sensitif jika aku membahas sesuatu yang berkaitan dengan Eny. Namun secantik apapun Eny, bagiku tiada yang lebih cantik dari Faizahku. Aku sama sekali tak tertarik padanya. Bahkan sempai sekarang disaat aku sudah tak bersama Faizah lagi.
Aku berjalan meninggalkan mobil yang sudah ku parkir menuju tempat acara. Ku hampiri panitia kegiatan yang tak lain adalah tetanggaku sendiri. Bersalaman dan berbincang bersamanya.
"Murid murid kak Faiz mana? Kok belum kelihatan. Acaranya udah di mulai dari tadi lho kak" kata seorang panitia berkaos putih.
"Ada kok. Lagi jajan sosis sama es dulu. Biar nanti konsen kalau pentas katanya" jawabku. Aku duduk di kursi yang terletak di samping panggung. Kemudian merogoh hp yang ada di saku untuk mengabari Eny.
...****************...
Acara sedekah bumi kali ini begitu meriah. Ini adalah kali pertama kegiatan sedekah bumi yang di adakan secara terbuka setelah pandemi. Ada beberapa sekolah di desa kami yang ikut di libatkan dalam kegiatan ini. Baik itu acara pentas seni, senam, jalan sehat dan beberapa kegiatan pra acara. Tak hanya anak sekolah yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan kali ini. Ibu ibu PKK serta organisasi pemuda juga ikut andil memberi sumbangsih untuk memeriahkan acara yang hanya digelar sekali dalam setahun.
Aku duduk sambil berbincang bincang dengan teman teman seprofesiku sambil menikmati acara pentas seni. Hingga beberapa muridku datang sambil membawa bungkusan plastik yang berisi beberapa gorengan serta es dalam gelas plastik. Terlihat ada sedotan juga permen pentol dalam plastik yang berisi es tersebut.
"Giliran kita kapan pak?" Tanya Eny setelah memastikan semua murid duduk bersama kami. Ia duduk di kursi kosong yang terletak persis disampingku.
"Di tunggu saja. Paling sebentar lagi. Nanti di panggil panitia" jawabku. Benar saja tak berapa lama ada seorang panitia datang menghampiri kami, memberi tahu agar kami segera bersiap siap.
Aku berdiri menata barisan. Sementara Eny sibuk membenahi make up murid yang luntur tersapu sosis dan es. Eny memang panter yang pas untuk urusan ini. Namun untuk urusan hidup bagiku tetaplah Faizah patner yang pas mendampingiku sampai ajal menjemput. Aku tak berniat mengantikan posisi Faizah dihatiku. Sekalipun sekarang ia telah menjadi milik orang lain.
"Ini mau langsung pulang apa nunggu perang obor dulu?" tanyaku ketika mereka sudah kembali duduk setelah melakukan pentas.
"Mau nonton dulu boleh gak pak?" Tanya seorang murid.
"Pengen lihat pentas dari sekolah lain dulu. Kalau boleh sih sampai acara perang obor" Kata siswa yang lain. Mereka terlihat begitu antusias melihat pertunjukan yang dilakukan teman sebaya mereka.
"Sebentar. Biar ibu kasih tau orang tua kalian dulu di grup" Kata Eny. Setelahnya ia sibuk dengan handphon ditangannya. Mungkin sedang berbalas pesan di grup sekolah. Sebab handphon yang ada di kantongku pun ramai dengan pesan masuk.
...****************...
Acara perang obor baru selesai lewat tengah malam. Terlihat beberapa anggota perang obor dibawa masuk ke rumah kepala desa untuk di obati dengan minyak londoh. Minyak yang terbuat dari campuran minyak kelapa dengan bunga kering yang sebelumnya telah dibacakan do'a-do'a. Masyarakat yakin jika minyak tersebut mampu menyembuhkan luka bakar yang diderita para anggota atau penonton yang terkena cipratan api.
Lagi lagi ingatanku kembali tertuju pada Faizah. Aku masih ingat dulu ia berteriak ketakutan ketika ada api memercik ke arah kami saat kami menonton pertunjukan. Ia semakin tak tega ketika melihat beberapa anggota perang obor yang menderita luka bakar. Begitu lembut hatinya. Mudah tersentuh dengan segala hal.
"Ya Allah mas. Kasian banget orang itu mas. Kena api" Rengek Faizah yang berdiri di sampingku. matanya tertuju pada orang yang saling menyerang. Tangannya tak sadar menggenggam erat tanganku. Moment langka yang tak akan dilakukannya dengan keadaan sadar. Aku hanya tersenyum menikmati moment itu. Membiarkan Faizah terus menatap iba pada beberapa orang yang terluka. Dengan tangan yang menggenggam erat di tanganku. Kapan lagi bisa dipegang pegang oleh pujaan hatiku itu.
"Dek. Pinjem Faizahnya sebentar ya. Nanti aku kembalikan ke kost dalam keadaan utuh. Kalian kalau mau pulang nanti pulang aja" Kataku pada teman kost Faizah yang berdiri tak jauh dari kami.
Aku menggenggam tangan Faizah. Menuntunnya pada scooter maticku yang ku parkir sembarang.
"Mau kemana mas kita? Aku bawa motor sama temen kostku lho" tanya Faizah
"Mau lihatin ke adek cara ngobatin luka orang orang tadi. Biar gak kefikiran terus. Nanti yang ada malah gak bisa tidur. Ujung ujungnya mas yang repot nemenin video call sampe adek bisa bobok. Besok mas kan ada bimbingan. Jadi gak bokeh bergadang biar gak kesiangan." Aku menaiki motorku yang kemudian disusul Faizah yang membonceng di belakangku. Motor ku arahkan menuju rumah petinggi. Aku ingin menunjukkan ke Faizah bahwa luka yang di derita para anggota perang obor itu bisa di obati hanya dengan menggunakan minyak lodoh. Minyak yang dipercaya warga sekitar ampuh mengobati luka bakar itu.
Setelah melihat pengobatan luka itu aku berniat mengantarkan Faizah pulang ke kost.
"Ayo dek. Mas anter balik" Kataku. Aku memandangnya hingga ku sadari ia hanya memakai kaos lengan panjang yang dipadukan dengan rok dan jilbab yang senada. Aku segera melepas jaket yang aku kenakan lalu memakaikannya di punggungnya.
"Ini pakai. Dingin." Kataku
"Gak usah mas. Makasih. Pakai mas aja. Kan mas yang nyetir. Yang kena angin secara langsung. Ntar kedinginan lho" Faizah mengembalikan jaket kepadaku namun ku berikan lagi kepadanya.
"Biar gak dingin nanti peluk dari belakang ya" Kataku setengah berbisik dan langsung meninggalkannya menaiki motor. Terlihat Faizah tersenyum malu sambil memakai jaket yang aku berikan.
...****************...
"Mas langsung balik ya. Udah malem. Nanti diomelin sama ibu kost kalau ketahuan" Kataku begitu kami sampai di depan gerbang.
"Iya mas. Ini jaketnya" Faizah melepas jaket yang ia kenakan lalu memberikannya kepadaku. Aku langsung menerimanya. Mengenakannya dan segera pergi mengendarai motorku. Sesampainya dirumah aku segera melepas jaket. Memeluknya sambil menghirup bau parfum yang tertinggal di jaketku. Andai dulu aku tak pernah mencuci jaket itu pasti bau tubuhnya masih tertinggal disana.
"Pak ayo kita balik" Kata Eny membuyarkan lamunanku. Akupun mengangguk. Berdiri lalu berjalan membuntuti anak didikku menuju mobil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments