Jarum jam di dinding kamarku telah menunjuk angka 9 dan 12. Namun aku baru saja selesai menunaikan ibadah sholat isya' karena ketiduran setelah magrib. Rasanya mata ini enggan terpejam lagi. Akhirnya aku memutuskan untuk keluar rumah menikmati angin malam yang dingin.
"Mau kemana Iz? Kok pake jaket segala?" Tanya ibu yang sedang menonton sinetron kesukaannya di depan TV.
"Mau ngecek kedai bentar bu. Sekalian jalan-jalan" jawabku.
Aku keluar rumah lalu segera menaiki motor metic yang sudah beberapa tahun menemaniku. Ku putar gasnya berlahan menuju kedai pecel lele yang sudah hampir dua tahun ini aku rintis. Awalnya aku sendiri yang jualan di kedai tersebut. Namun karena ada tetangga samping rumah yang butuh pekerjaan, akhirnya aku mempekerjakannya. Aku bersama tetanggaku itu bahu membahu merintis usaha pecel lele yang sekarang sedang berkembang itu. Dia butuh uang dan aku butuh tenaga. Begitulah cara Tuhan menyatukan kami dalam misi bersama. Kami bersama-sama saling mempromosikan kedai ini kepada keluarga dan teman. Tak lupa kami juga mempromosikan jualan kami di media sosial.
Usaha ini tak serta merta bisa dikatakan sukses. Karena nyatanya pernah juga dalam waktu sore sampai malam kami hanya berhasil menjual 10 porsi saja. Nasi masih sisa banyak. Begitupun lele hasil panen dari kolamku. Aku tak mau rugi. Akhirnya aku memutuskan menggoreng lele yang ada lalu membungkusnya menjadi beberapa porsi dan memberikannya pada siapa saja yang lewat. Kami juga memberikannya pada sesama pedagang yang sama sama mengadu nasib mencari rupiah.
Janji Allah memang benar. Ia akan melipat gandakan rizki yang susah kita berikan dengan ikhlas. Nyatanya karna insiden tidak laku orang-orang sekitar jadi mau mencicipi masakanku. Dan setelahnya mereka menjadi pelanggan setiaku.
...****************...
Dulu aku merintis usaha ini semata-mata untuk Faizah. Aku ingin membuat beberapa usaha sebagai mata pencaharianku. Agar bisa memanjakan Faizah secara finansial. Karena aku tahu gaji seorang guru sangat jauh dari kata cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu aku juga ingin punya banyak waktu bersama dengan istri dan anakku kelak. Tapi ternyata rencanaku tak seperti yang Tuhan kehendaki. Sampai sekarang aku masih sendiri mengobati hati yang luka karena kepergian Faizah.
Hatiku memang sakit, tapi aku tak pernah menyerah untuk merancang masa depanku. Aku tetap berusaha mewujudkan mimpi-mimpiku bersama Faizah. Berharap kelak Tuhan akan berbaik hati mengembalikan Faizah kepadaku. Dan jika masa itu tiba, aku sudah siap dan fokus untuk membahagiaan Faizah sebagai istriku. Tanpa merisaukan masalah perekonomian keluarga.
...****************...
Lamunanku tentang Faizah sejenak ku hilangkan dari fikiranku. Motor yang ku kendarai sudah mendekati sebuah minimarket yang menjadi tujuanku sebelum ke kedai pecel lele. Ku nyalakan lampu sein untuk menunjukkan bahwa aku ingin berbelok. Setelahnya motor ku belokkan pada sebuah minimarket dengan corak khas warna biru itu.
Motor ku parkirkan dihalaman yang bertulis parkir gratis tersebut lalu masuk kedalam minimarket yang buka 24 jam itu untuk membeli beberapa camilan dan minuman dingin. Hawa dingin semakin terasa dari pendingin udara yang sepertinya tak pernah dimatikan walau musim dingin. Berbanding terbalik dengan kehangatan yang selalu diberikan oleh para karyawan yang selalu tersenyum dan menyapa setiap orang yang masuk.
Kuambil keranjang lalu menentengnya menuju kulkas yang berisi minuman dingin. Ku ambil 2 botol minuman bersoda rasa lemon lalu memasukkannya dalam keranjang. Tak lupa aku juga mengambil minuman cincau kaleng untuk diriku sendiri.
Aku terus berjalan menuju jajaran rak yang berisi camilan untuk mencari kripik singkong favorit mereka. Aku mengambil beberapa keripik singkong dengan farian rasa yang berbeda. Setelah ku rasa cukup, akupun berjalan menuju kasir. Namun langkahku terhenti karena seorang wanita yang terburu-buru ingin duluan.
"Mas, maaf. Boleh saya duluan" Kata wanita yang sepertinya masih berumur 20an itu. Ditangannya membawa pembalut dan minuman datang bulan. Akupun mempersilahkannya. Membuatnya langsung membungkuk mengucapkan terima kasih.
"Boleh. Silahkan"
"Makasih mas. Makasih" Wanita itu segera meletakkan barang belanjaannya di meja kasir. Lalu sambil menunggu ia memegangi perutnya yang mungkin terasa sakit. Sedangkan aku hanya berdiri mematung dibelakangnya.
...****************...
Waktu menunggu membuat fikiranku lagi dan lagi tertuju pada Faizah. Ia pernah ku bawa kerumah sakit malam-malam karena pendarahan haid yang berlebihan sampai harus transfusi darah. Malam itu aku masih sibuk dengan komputer karena pada saat itu aku masih menjadi TU sekaligus guru baru disekolah. Tiba tiba HPku berdering. Awalnya aku biarkan karena dari nomor yang tak ku kenal. Namun nomor itu memanggil lagi dan lagi. Membuatku penasaran lalu menjawabnya. Aku belum berkata-kata namun sang penelphon sudah membanjiriku dengan kata dan kepanikan.
"Kak Faiz tolong Faizah" Kata sang penelphon dari sebrang. Belum sempat aku bertanya ia sudah menjelaskannya terlebih dahulu seolah tau apa isi hatiku "Faizah pendarahan haid. Tadi dia ngeluh sakit perut dan sekarang pingsan. Kak Faiz tolong bawa mobil ke kost ya. Kita bawa Faizah ke rumah sakit" Tanpa menunggu jawaban dariku, penelphon yang ternyata adalah teman kost Faizah itu sudah menutup telphonnya.
Aku segera keluar kamar dan meminjam mobil pelayanan milik desa yang kebetulan dibawa bapakku pulang.
"Pak, pinjem mobil bentar ya" Kataku meminta izin
"Buat apa? Itu mobil milik desa lho. Nanti kalau ada masyarakat yang butuh bagaimana?" Bapak sedikit keberatan karena mobil itu memang fasilitas dari desa untuk masyarakat yang membutuhkan. Bukan mobil dinas pribadi.
"Ini darurat pak. Ada temen kampus sakit tapi gak ada kendaraan buat bawanya. Lagian kostnya juga dideket sini. Faiz janji gak lama. Begitu dapat penanganan nanti langsung Faiz balikin mobilnya" Aku berusaha bernegosiasi dengan bapak. Walau dengan sedikit paksaan akhirnya aku mendapatkan izin.
Begitu sampai didepan kost ternyata teman Faizah sudah ada yang stand by menungguku. Mereka segera membopong Faizah menuju mobil yang langsung aku bawa menuju rumah sakit terdekat.
"Zah, orang tuamu biar aku telpon ya. Biar tau keadaanmu" Kata teman kost Faizah begitu mereka berada di ruang opname.
"Gak usah Fa. Besok biar aku telpon sendiri. Kasian kalau malam-malam gini ditelpon malah nanti mereka panik"
Aku bersama teman Faizah yang bernama Safa akhirnya bermalam di rumah sakit. Sedangkan mobil pelayanan yang tadi aku bawa, dibawa kembali ke kost. Yang nanti akan diambil oleh adik dan bapakku.
"Gimana rasanya? Masih sakit?" Tanyaku yang duduk disamping brangkar.
"Sakit banget kak. Rasanya kayak mau mati" jawab Faizah dengan wajah pucatnya.
"Ya udah kamu miring nanti aku pijitin pinggangnya" sebenarnya aku tak tahu cara memijit. Aku hanya asal mijit di bagian pinggang agar ia nyaman dan melupakan rasa sakitnya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments