Ku lajukan motorku menuju arah pulang setelah langit menjadi gelap. Perasaaan yang sangat kacau membuatku tak berani melaju dengan kecepatan tinggi. Bukannya takut mati, aku hanya tak ingin orang lain ikut terkena dampak dari kekalutanku.
Adzan sudah selesai berkumandang. Digantikan suara iqomah. Aku membelokkan motorku pada pelataran masjid yang penuh. Pertanda banyak orang jama'ah disana.
Ku bersihkan diri menggunakan air suci di anggota tubuhku. Berharap cucuran air yang menetes bisa menghilangkan rasa sedihku. Ku bersujud bersimpuh di hadapanya. Ku bisikkan namaNya yang indah untuk merayuNya agar mau mengembalikan Faizah kepadaku. Aku tak perduli dengan berbagai mata yang menatapku penuh tanya. Yang penting dada ini tak begitu sesak menahan air mata.
Selesai mendirikan kewajibanku aku pun berniat untuk beristirahat di rumah. Ku lajukan kembali motorku menuju rumah orang tuaku. Rumah tempat dimana ku dilahirkan dan di besarkan hingga seperti sekarang.
Suasana rumah yang biasanya sepi kini penuh dengan kendaraan roda dua yang berjajar tak beraturan. Ada sedikit kekhawatiran di hatiku dengan suasana yang mendadak ramai itu. Ku parkirkan motor lalu turun melongok ke arah rumah.
"Ini nih yang kita tunggu udah dateng"
Suara itu tak asing di telingaku. Ya, itu adalah suara dari salah satu temanku. Namanya Aziz.
"Dari mana aja bro? Kok baru balik?" Tanya temanku yang lain.
Ada sekitar 10 orang yang singgah di rumahku. Entah hanya ingin nongkrong seperti biasa, atau ada maksud terselubung. Aku tak tahu. Yang jelas aku tetap menyapanya. Mengobrol dengan mereka seperti yang biasa kami lakukan.
"Kalian udah lama disini?" tanyaku pada mereka.
"Udah dari sore dong. Nih lihat kopi di gelas udah habis" Kata Anggis menunjukkan gelas kopi yang tinggal tersisa ampasnya saja.
"Itu sih gelas loe aja yang bocor Ngis. Punya yang lain masih banyak tuh" jawab yang lain menimpali.
"Lagian elo kemana aja Iz? Ditungguin lama gak pulang-pulang. Di telephon gak aktif. Kirain nyemplung di kolam buat pakan lele tadi." ledek Fadly yang langsung memecahkan suasana malam ini. Kami asyik mengobrol hingga adzan isya' berkumandang di masjid.
"Udah isya' aja nih. Yuk sholat terus balik" ajak Fadly yang langsung disanggupi mereka semua. Kami jama'ah di masjid yang terletak tak jauh dari rumahku.
Selepas sholat sebagian dari temanku pun langsung beramitan pulang. Hanya tinggal 5 orang yang masih tinggal di rumahku. Dua di antaranya yaitu Aziz dan Anggis.
"Kalian udah pada makan belum?" tanyaku pada teman-teman yang telah kembali duduk di teras.
"Udah dong. Tadi sore tapi. Di resepsi mantan elo" jawab Anggis mewakili.
Perkataan Anggis memang ceplas ceplos tetapi Anggis ini teman yang setia. Dia tak segan-segan membantu jika teman yang lain kesulitan. Namun gara-gara perkataannya, pikiranku kembali tertuju kepada Faizah lagi.
"Apaan sih loe Ngis.. Orang lagi sedih juga kamu ledekin" Kata Aziz sok bijak.
"Bercanda. Lagian ngapain sih difikirin. Kan janur kuning udah melengkung. Itu artinya Faiz udah gak punya kesempatan buat milikin Faizah lagi. Lagian populasi Cewek di dunia ini banyak buuanget. Masak ya harus nunggu jandanya Faizah. Hahaha."
Perut Anggis yang gendut berlahan naik turun karena tawanya. Lemak itu bergerak bersamaan dengan bahu yang terguncang karena gelak tawa.
Apa apain ini. Dia bilang setelah janur kuning melengkung sudah tidak ada kesempatan lagi? No. Aku gak setuju itu. Aku akan tetap menikung di setiap sepertiga malamku. Karna bagiku selama salah satu dari kita belum ada yang meninggal itu berarti masih ada kesempatan untuk kita bersama. Mau dia sudah jadi janda atau sudah menua sekalipun. Aku tak perduli. Yang ku ingin hanya kebersamaan dengannya. Terkesan egois memang. Tapi beginilah cintaku. Aku akan memperjuangkannya hingga nafas ini terhenti.
"Ngomong apa sih loe Ngis..? Jomblo itu gak usah berlagak bijak soal cinta" Jawab temanku yang lain sambil menyeruput kopi yang sudah tak panas lagi.
"Udah lah gak usah di bahas. Gue juga udah ngelupain dia kok. Lagian bahas soal cinta gak bikin kenyang. Mending kita ke kolam ambil ikan lele terus dibakar bareng-bareng di belakang. Sedep nih" Kataku berusaha mengalihkan pembicaraan. Dan itu sukses.
"Dari pada nyerok mending mancing aja Iz. Lebih seru. Bisa sambil temen bergadang" usul Aziz.
"Ya udah kalau gitu gue ambil pancing dulu di dalem".
Aku berpamitan kepada teman-temanku yang masih berseda gurau. Candaan mereka yang membahas hal- hal konyol nyatanya mampu mengusir sedikit luka di hatiku. Aku bisa ikut tertawa walau pada kenyataannya hatiku perih mengingat pernikahan Faizah. Namun aku sangat beruntung masih memiliki teman yang setia seperti mereka.
Aku duduk disamping Aziz yang sudah dulu melempar kailnya. Hening. Diantara kami tiada yang bersuara. Hingga beberapa menit kemudian suara Aziz membuyarkan lamunan.
"Aku tahu kamu berat melepas Faizah. Kita kenal sudah lama. Bahkan sejak SMA. Sulit bagimu untuk jatuh cinta. Namun Faizah sangat beruntung ia bisa mendapatkan cintamu. Walau pada kenyataannya takdir belum mau menyatukan kalian. Namun aku yakin cinta kalian sangat besar." Aziz diam sejenak menjeda ucapannya.
"Tadi siang waktu aku datang ke resepsi Faizah dia terlihat sama kacaunya denganmu. Matanya masih sedikit sembab seperti habis menangis semalaman. Namun dia berusaha menutupi kesedihannya dengan senyuman. Sampai waktu aku salaman dia bilang "tolong temani dia" dengan suara lirih seperti bisikan. Aku tahu dia menghawatirkanmu. Dia masih begitu mencintaimu. Dia gak ingin kamu kenapa-napa. Jadi kami putuskan kesini untuk menghiburmu. Siapa tau dengan kehadiran kita bisa mengurangi sepi hatimu"
Entah sudah dapat berapa ekor lele yang mereka pancing. Namun Faiz dan Aziz belum mau beranjak dari sisi kolam.
"Hoi bro.. Nih udah ada ikannya. Buruan buat bumbu sama apinya. Ntar gue sama Faiz nyusul" Kata Aziz memberi intruksi kepada teman-temannya.
Teman-temanku beranjak dari kolam menuju halaman belakang rumahku. Mereka bertugas membuat api dan bumbu. Sementara Aku, Anggis dan Aziz masih di tepi kolam.
"Ngapain loe nglamun aja sih Iz. Nih rokok buat penghilang stres" Anggis menyodorkan sebungkus rokok padaku. Namun aku menolaknya. Aku masih ingat jika Faizah selalu melarangku merokok.
"Mas.. Sayang gak sama aku?" tanyanya ketika aku mengambil sebatang rokok dari bungkusnya.
"Ya sayang lah. Banget malahan. Kenapa tiba-tiba ngomong gitu?" tanyaku heran.
"kalau sayang aku minta bukti" Ketika itu aku sedikit kaget mendengar pertanyaannya. Pasalnya yang biasanya bilang seperti itu adalah laki-laki yang akan meminta mahkota perempuan dengan alasan cinta atau sayang.
"Mau bukti apa dek? Minta dilamar sekarang? Atau langsung ke KUA aja. Ayo. Siap" Kataku sambil bergurau.
"Bukan itu. Tapi minta bukti kalau sayang sama aku jangan ngrokok lagi. Perokok pasif itu resikonya lebih tinggi dari perokok aktif. Jadi kalau mas yang ngrokok ya yang mati duluan aku. Gak usah ngrokok lagi ya mas"
Kata-kata itu masih aku rekam di otakku hingga kini.
"Kenapa gak mau?" Tanya Anggis karena aku tak segera menggambil lintingan tembakau itu.
"Aku tau dulu Faizah nglarang kamu buat ngrokok. Tapi itu kan dulu. Ketika kalian masih pacaran. Sekarang dia aja udah nikah. Ngapain masih diturutin."
Anggis menghirup asap rokok dari batangnya lalu menghembuskannya.
"Lagian elo jadi cowok lembek banget sih Iz. Gue kan udah bilang berkali kali. Kalau orang tuanya gak ngrestuin hubungan kalian sementara kalian saling cinta. Mending elo hamilin aja dia. Toh atas dasar suka sama suka kan. Masak anaknya hamil masih gak dinikahin. Kan gak mungkin" kata Anggis lagi.
"Keadaannya gak sesimpel itu Ngis. Lagian kalau orang orang sampai tahu aku hamili Faizah, yang ada bukan menyelesaikan masalah tapi justru menambah masalah baru" jawabku sewot.
Aku memang sangat menginginkannya. Namun aku tak pernah mau membawanya dalam kubangan dosa. Jika orang lain menganggap berhubungan badan ketika sama sama cinta itu hal biasa walau tanpa sebuah ikatan pernikahan. Namun bagiku itu tetaplah zina yang sangat berat hukumannya. Dan aku tak mau melakukan itu. Apalagi sampai membuatnya hamil dan di kucilkan masyarakat.
Dulu pernah terlintas di fikiranku untuk mengajak Faizah meninggalkan orang tuanya dan menikah denganku. Namun ia tak mau. Ia lebih memilih mengorbankan perasaannya demi baktinya kepada orang tua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments