Bab 9

Liburan sekolah tahun ini aku ingin meliburkan diri dari rutinitas sekolah. Untuk sementara aku tak mau menjadi panitia penerimaan siswa baru. Aku benar-benar ingin istirahat dan membuat fikiranku jernih lagi.

Kehilangan Faizah tak hanya membuat hatiku sakit. Tetapi juga ragaku. Andai tubuh ini tak butuh makanan sebagai asupan nutrisi, mungkin aku lebih memilih tak makan. Rasanya tenggorokan ini tercekal jika mengingat semua kenangan bersama Faizah. Membuatku susah menelan makanan.

Orang lain bisa saja bilang mati satu tumbuh seribu. Tapi bagiku jika 1 cinta dihatiku telah menghilang maka akan sulit bagiku untuk menumbuhkan cinta yang lain. Hatiku telah dibawa pergi oleh Faizah. Membuatku tak lagi bergairah menjalani hidup tanpanya. Biarpun orang lain datang menawarkan cinta dan kebahagiaan untukku.

...****************...

Bulan besar dalam hitungan jawa merupakan bulan pernikahan bagi masyarakat di desaku. Banyak sekali orang yang melakukan pernikahan di bulan tersebut. Baik itu teman, tetangga dan juga keluarga. Aku tetap datang di acara mereka sebagai penghormatan atas undangan yang mereka berikan untukku. Namun aku harus tutup telinga ketika mereka meledekku yang tak jadi menikah. Bagi mereka itu sebuah candaan. Tapi bagiku itu adalah luka yang tak pantas untuk di tertawakan. Biarpun pada kenyataannya aku sendiri ingin menertawai kekonyolan keluarga Faizah yang begitu yakin dengan hitungan weton.

Andai Faizah lebih memilihku, maka akan ku abdikan sepenuh hidupku untuknya. Aku berjanji akan selalu menjaganya walau tanpa didampingi orang tuanya. Aku akan menjadi sosok dewasa yang selalu mengayominya seperti yang kedua orang tuanya selalu lakukan. Bahkan aku akan menjamin kebahagiaan hidupnya dengan semua yang ku punya.

"Makasih kak Faiz udah datang. Ayo makan makan dulu" Kata sepupuku ketika aku datang ke acara resepsi pernikahannya. Wajahnya selalu tersenyum memperlihatkan kebahagiaan yang sedang ia rasakan. Begitu juga sosok cantik yang berdiri disampingnya. Mereka begitu serasi menggunakan pakaian ada jawa berwarna hitam.

"Selamat ya atas pernikahannya. Semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rohmah" Kataku sambil bersalaman lalu memeluk tubuh mempelai lelaki yang masih sepupuku itu. Kemudian aku menyalami mempelai perempuan lalu setelahnya turun dari pelaminan.

Aku berniat untuk pulang saja dari acara yang begitu ramau ini. Aku ingin menjaga kewarasan jiwa dari ocehan berbusa keluarga. Namun ibuku terus memanggilku. Mau tak mau akupun melangkah mendekat menuju gerombolan keluarga besar. Ku salami mereka satu persatu dengan senyum palsuku. Lalu mengambil prasmanan yang sudah di sediakan.

"Kak Faiz. Ayo duduk sini" Kata sepupu perempuanku yang juga memakai baju sarimbit keluarga. Umurnya seusia adikku. Namun karena dia perempuan maka terkesan lebih dewasa dari adik lelakiku yang bernama Ulin Nuha. Di samping sepupuku duduk lah seorang lelaki yang wajahnya asing bagiku. Mungkin saja itu calonnya.

Aku melangkah menuju kursi kosong yang ada di sampingnya dengan semangkuk sop panas. Sementara minumnya aku sengaja tak mengambilnya. Cukup air mineral yang sudah di sediakan di meja saja. Andai tak dipaksa mengambil makananpun rasanya aku malas. Lebih baik dirumah, tenang tanpa tekanan.

"Kenalin kak ini calon aku" Kata Cika sepupuku. Benar dugaanku bahwa yang ia gandeng di sampingnya adalah calonnya. Lelaki itu mengulurkan tangannya menyalamiku sambil menyebutkan namanya. Akupun menerima uluran tangannya setelah meletakkkan makananku di meja. Cika bercerita panjang lebar dan hanya aku tanggapi dwngan senyuman.

"Eh Faiz kapan kamu nikah? Masak ya kalah sih sama Cika. Dia itu seumuran adikmu lho." Kata tante Mila yang tertekal dengam mulut pedasnya. Aku tak menjawab pertanyaan itu. Karena aku tahu ketika aku menjawab pasti ujung ujungnya gak enak didengar.

"Tante sering lihat Nuha boncengin cewek lho. Jangan sampai kamu di balap adikmu nikah duluan. Ntar tambah seret jodohnya." Kata tante Mila yang katanya menasehatiku.

"Do'akan saja tan" Jawabku singkat. Hanya kata itu yang bagiku netral dan bisa aku ucapkan. Semoga saja tak membuat tante Mila tambah berbicara panjang lebar.

"Kalau cuman do'a aja tapi kamunya gak mau usaha terus kapan dapetnya Iz?" Kata tante Mila lagi namun aku memilih diam.

"Kamu tahu kan kalau di masyarakat kita itu adik kakak nikahnya gak boleh kelangkahan. Kalau kelangkahan kamu harus dinikahkan dulu sama janda tua desa ini sebagai syarat penangkal sial. Kasian banget sih kayak gak laku" Cibir tante Mila. Didesaku memang ada adat tak boleh melangkahi kakak menikah. Karena jika itu terjadi maka sang kakak akan kesulitan mendapatkan jodoh. Begitu juga jika anak kembar. Mereka harus menikah bersama sama. Kalaupun yang menikah hanya salah satu dari mereka, tetapi kembarannya juga harus pura pura menikah. Kembaran si pengantin harus ikut di Paes layaknya pengantin bersama orang sewaannya.

Begitupun jika kakak di langkahi adiknya menikah. Si kakak harus pura pura menikah terlebih dahulu. Dan orang yang dinikahi tersebut adalah janda tua di desa kami. Begitu ribetnya hidup ini yang masih diatur oleh adat tak tertulis. Jika tak mengikuti maka sangsi sosial selalu menghantui. Dijadikan bahan gunjingan warga sekitar.

...****************...

Aku pulang dari pernikahan sepupuku dengan kepala yang berdenyut. Keluarga besarku selalu saja bertanya kapan aku nikah. Namun belum pernah terlintas sedikitpun dibenakku untuk menikahi gadis lain selain Faizah. Aku tetap ingin menunggunya walaupun kesempatan itu seperti tak mungkin ada lagi. Aku tak mau menyakiti hati pasanganku kelak karna hatiku masih di miliki oleh Faizah. Aku tak ingin buru buru menikah hanya untuk pelarian dan pelampiasan atas kegagalan hubunganku dengan Faizah.

Ku putar musik dari radio yang sekarang jarang ada penikmatnya. Ku nikmati lagunya sambil merwbahkan diri di atas kasur.

...Waktu demi waktu...

...Hari demi hari...

...Sadar ku t'lah sendiri...

...Kau t'lah pergi jauh...

...Tinggalkan diriku...

...Ternyata ku rindu...

Kenapa sekilas lagu ini seperti mengungkapkan perasaanku. Aku memang sadar sekarang Faizah tak lagi bersamaku. Walau bukan pergi jauh dalam arti sebenarnya, namun nyatanya hubungan kita tak akan lagi sama seperti dulu.

...Senyuman yang s'lalu membungkus hati yang terluka...

...Di depan mereka...

...Tuhan masih pantaskah ku ‘tuk bersamanya...

...Karna hati ini inginkannya...

Seperti itu juga yang sering ku rasakan. Berusaha tetap tersenyum walau dalam kenyataan hatiku terluka. Aku tak ingin memperlihatkan kerapuhan itu kepada orang lain. Namun jika aku sedang sendiri maka air mata ini terus saja tumpah. Bahkan aku sering mengungkapkan semua keresahanku kepada sang pencipta denga linangan air mata.

...Tak segampang itu ku mencari penggantimu...

...Tak segampang itu ku menemukan sosok seperti dirimu cinta...

...Kau tahu betapa besar cinta yang kutanamkan padamu...

...Mengapa kau memilih untuk berpisah...

Cintaku pada Faizah memang begitu besar. Bahkan aku lebih mencintainya jika dibanding dengan mencintai diriku sendiri. Aku berusaha kesana kemari untuk mencari solusi agar kita tetap bisa bersama. Aku tak pernah lelah memperjuangkan cinta yang telah kita bina bertahun tahun lamanya. Namun ternyata apa yang ku lakukan tak ada artinya ketika ia lebih memilih mengakhiri hubungan ini. Meninggalkanku dengan cinta yang tak pernah surut sedikitpun dari waktu ke waktu. Aku tahu Faizah bukanlah manusia yang sempurna. Namun aku tulus mencintainya. Dengan semua yang melekat pada dirinya. Baik itu kelebihan maupun kekurangannya. Bahkan detik ini aku merindukan sikap manjanya. Aku merindukan ketika ia sedang merajuk karna aku yang terlalu sibuk. Faizah, apapun statusmu sekarang aku tetap mencintaimu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!