Mentari semakin meninggi. Teriknya membakar kulit. Ditambah lagi dengan pantulan dari aspal hitam jalanan menambah panas siang ini. Namun semua itu tak cukup menghangatkan hatiku yang terlanjur membeku karna cinta yang tak bisa aku miliki. Aku mencintainya, begitupun dia. Kita punya mimpi bersama tapi Tuhan justru punya jalan cerita lain yang harus kami lalui. Tuhan.. Kami memang punya rencana tapi hanya Engkau yang bisa menakdirkan. Jadikanlah aku manusia yang kuat untuk menghadapi takdirmu.
Aku pergi dari rumah Faizah dengan luka yang begitu mengangga. Luka tak bisa bersanding dengan orang yang aku cinta. Luka melihat orang yang ku cinta menangis tapi aku tak mampu menenangkanya. Sungguh aku memang hanya manusia bodoh. Tak mampu berbuat apa-apa walau cinta didada ini masih membara.
Ku kendarai motorku menuju salah satu pantai yang menjadi ikon Jepara. Terlihat penjaga pantai sudah siap menyambut di gerbang masuk. Saat aku tiba di depan mereka, salah satu petugas penjaga wisata memberikan tiket parkir kendaraan kepadaku. Aku lekas membayarnya dan segera pergi dari pintu masuk itu. Ku putar gas di tanganku dengan kecepatan tinggi. Tak perduli dengan teriakan penjaga yang memanggilku. Tak perduli dengan uang kembalian yang belum aku terima. Aku tetap menjauh menuju pantai yang menjadi tempat tujuanku.
Ku arahkan motorku menuju kura-kura besar yang terdapat aquarium raksasa di dalamnya. Kuparkirkan kendaraanku disamping bangunan besar itu. Kulangkahkan kaki masuk kedalam ruangan yang sejuk dengan aquarium berisi ikan-ikan besar. Cahaya remang-remang membuat orang lain tak lagi mengenal kita jika tidak diperhatikan dengan seksama. Tanpa menunggu aku segera menuju lantai 2. Duduk pada sebuah bangku yang sudah di sediakan.
Aku duduk termenung sendiri meratapi nasib tragis kisah cintaku. Cinta yang telah ku bina selama hampir 4 tahun. Cinta yang harus kandas karena hal tak masuk akal. Lelah. Sungguh aku lelah. Ingin rasanya aku terjun dari lantai 2 menuju kolam hiu dibawahku. Membiarkan tubuh ini habis menjadi santapan ikan yang siap mencabik-cabik tubuhku. Atau haruskah aku berjalan ke tengah lautan agar tubuh ini terbawa gelombang. Membiarkan tubuh ini dijaring para nelayan. Namun aku masih cukup waras untuk tak melakukan itu. Aku masih tetap ingin melihat Faizahku walau aku tak bisa memilikinya.
Sesaat ku teringat kenangan indah bersama Faizah di pantai ini. Dulu ia terus menolak jika ku ajak masuk ke bangunan kura-kura ini.
"Panas banget nih dek. Yuk masuk ke situ aja" tawarku siang itu yang begitu panas. Persis seperti siang ini.
"Nggak lah mas. Ngapain kesitu? Didalam itu lampunya remang-remang mas. Kalau kita berduaan takutnya digoda setan" Jawab Faizah polos.
"Kan ada pengunjung lain dek. Gak bakalan berduaan. Yuk ah kita ngadem di dalam"
Aku ingin menggenggam tangannya lalu menariknya masuk. Tapi dia berhasil menghindar.
Walau kita pacaran ia selalu membatasi kontak fisik denganku. Itu yang membuatku semakin penasaran ingin memilikinya. Akhirnya aku mengalah dan menurutinya. Kita berjalan beriringan menuju kedai yang terletak persis di bibir pantai. Duduk pada sebuah bangku panjang yang terletak dibawah pohon.
Angin dari laut menyapu wajah memberi sensasi sejuk. Namun tetap saja sengatan matahari itu membakar kulit.
"Mau minum apa dek?" tanyaku padanya
"air mineral aja mas" jawab Faizah. Aku melangkah menuju penjual es degan dan rujak petis yang bangkunya kami duduki.
"es degan 1 buk" Kataku pada seorang ibu berperawakan gemuk.
"pakai gula apa sirup mas?" tanyanya menawari
"pakai gula bu. Tapi jangan terlalu manis" kedekatanku dengan Faizah cukup membuatku tahu selera makan dan minumnya. Ia tak terlalu suka manis-manis. Kecuali coklat.
"sekalian rujak sama cilok ya bu. Rujaknya 2. Ciloknya 2. Pedes ya bu" kataku lagi pada penjualnya yang sudah sibuk mengupas kelapa pesananku.
Aku meraih botol air mineral yang sudah dijajar bersama pop mie oleh penjualnya. Ku raih satu botol air kemasan 600ml itu dengan sedotan lalu melangkah kembali ke samping Faizah.
"ini minumnya" aku menyodorkan botol yang telah ku buka tutupnya. Faizah langsung mengambilnya dan tersenyum kepadaku. Begitu manis. Membuatku tak pernah bosan memandangnya.
"Makasih mas. Tapi kok belinya cuman satu?" tanyanya lagi. Ia minum air dibotol menggunakan sedotan yang telah ku ambil.
"Biar bisa minum bareng sama kamu" godaku.
"Kok gitu mas.. Ini udah bekas bibirku lho. Aku ambilin lagi aja ya" ia hendak berdiri namun ku tahan.
"Gak usah dek. Aku udah pesen es degan. Lagian minum dibekas bibir kamu kan justru lebih mesra. Seperti ciuman tak langsung. Sini. Biar mas bisa ngerasain nyium kamu" Godaku yang membuat wajahnya semu merah. Ku ulurkan tanganku meminta air minum yang ia pegang. Aku segera meminumnya langsung tanpa menggunakan sedotan.
"Mesum banget sih mas. Jadi ngeri aku" katanya sambil memperhatikanku minum.
"Nikah aja yuk dek. Biar gak dosa kalau mau pacaran."
"Nanti ya mas. Kalau udah lulus kuliah"
Selalu itu jawabannya jika ku ajak nikah. Mungkin keadaan perekonomianku yang belum mapan membuatnya sedikit meragu.
Tak lama sebuah kelapa ukuran sedang pesananku sudah datang. Aku pun menerimanya dan mengucapkan terima kasih. Setelah itu ibu penjual datang lagi membawa nampan yang berisi rujak dan cilok pesananku.
...****************...
Memori indah tentangnya tak bisa aku hapus. Pantai ini adalah tempat favorit kami berdua. Pernah suatu ketika aku tanya kenapa ia lebih suka pantai daripada gunung. Jawabannya pun membuatku terseyum sendiri menghadapi kekonyolannya.
"Gak bosen dek jalan ke pantai terus. Cuman lihatin air laut doang. Bikin kepala kliyengan. Mendingan ke gunung. Sejuk. Bisa memanjakan mata dengan pemandangan yang hijau-hijau." kataku memberi penawaran.
"Ya gak lah mas. Aku ini orang desa. Tiap hari tinggalnya di gunung. Udah bosen kalau diajak liburan ke gunung. Mending ke pantai. Cari suasana baru. Emang iya sih adanya air doang. Tapi anginya juga sejuk. Suasananya syahdu. Apalagi kalau nginjek pasir pantai terus diterpa ombak. Rasanya mak cless. Seger." Kata Faizah dengan sumpringah.
"Dulu waktu aku masih SD pernah sekali kesini waktu sekalian nonton teletubies. Pada berebut ambil kuwuk dibawa pulang. Zaman aku kecil diajak wisata ke Jepara itu udah jauh banget lho mas. Banyak temen-temen aku yang mabok kendaraan "
Faizah begitu periang. Dia selalu terbuka denganku. Kadang tingkah konyolnya membuatku tersenyum sendiri. Ia berdiri diatas pasir dengan telanjang kaki. Tangannya direntangkan. Matanya terpejam. Terlihat ia sangat menyukainya. Andai sekarang aku masih bisa bersamanya.
Cukup lama aku duduk termenung didalam bangunan kura-kura. Mengingat kenanganku bersama Faizah. Membayangkanya saja aku bahagia apalagi jika bisa memilikinya. Sayangnya semua itu kini tinggal mimpi.
...****************...
Ku langkahkan kaki menuju mushola yang menjadi salah satu fasilitas pantai tersebut. Ku ambil wudhu lalu menghadap kiblat untuk menjalankan sholat dhuhur. Aku bersimbuh. Memohon. MerayuNya agar mengembalikan Faizah bersamaku. Ku adukan semua yang kurasa kepadaNya. Tak terasa air mata yang ku tahan-tahan itu menerobos keluar menganak sungai menjadi isakan kecil yang sudah tak bisa aku tahan.
Aku tak perduli jika ada orang lain masuk dan melihatku menangis. Aku tak perduli jika pengunjung lain berbisik bisik menggunjing diriku. Karna yang aku mau hanya mengadu. Mengadu pada dzat yang mengatur skenario kisah hidupku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments