^Ayahanda^

Acara besar itu telah usai, Semua memberi hormat mereka dengan tulus. Raja dan Ratu segera meninggalkan tempat mereka, begitu pun dengan Selir yang ada.

Di saat Semua memutuskan untuk pulang. Tamayra duduk diam dengan pikiran kacaunya.

"Ada yang aneh. Aku tidak berpikir akan hal ini. Tapi, saat tiba dengan acara Kebesaran, seharusnya aku terlambat. Tidak, aku sudah terlambat." pikirnya dengan meracau.

"Apa yang kau pikirkan!" tanya Lestayra degan menepuk pundak Tamayra.

Mendapati tepukkan itu, Tamayra segera menoleh dan melihat kedua sahabatnya. "Oh kalian, bagaimana duduk di atas sana?"

Melyra segera menjawab, "Sedikit menakutkan dan juga mengerikan."

"Benar! Aku merasa seperti diperhatikan semua orang dan juga dibenci oleh mereka." timpal Lestayra.

Tamayra yang mendengar itu mengangguk dengan tersenyum. "Aku pun juga merasakan hal yang sama. Saat duduk di sini, semua mata tertuju kepadaku."

"Aku yakin kau pasti merasa tercekik." kata Melyra dengan wajah meyakinkan.

Tamayra yang mendengar itu segera mengangguk tanda setuju. Berbeda dengan Lestayra yang menatap dengan tenang. "Apa kalian berdua tidak berniat untuk pulang? Kereta kita pasti telah menunggu di luar?"

Tamayra dan Melyra segera mengangguk dan melangkah ke gerbang masuk balai Kota. Ketiganya seketika bertemu dengan Ibunda Ratu.

"Tamayra, ibu ingin berbicara denganmu." tanya Sang Ratu dengan wajah serius.

Tamayra segera mengangguk dan melangkah mengikuti sang Ratu yang masuk ke dalam keretanya.

Duduk di dalam kereta, Tamayra bisa melihat Ratu melesatkan jemarinya dan dinding air segera terbentuk. "Ibu ingin berbicara berdua denganmu tanpa ada yang mendengarnya."

Tamayra tidak bisa menutup mulutnya saat melihat hal tersebut. Bagi dirinya, ini adalah pertama kali yang terlihat jelas dari arti Kekuatan itu sendiri.

"Air, kekuatan air bukan?" benaknya.

Di luar kereta, hal yang sama juga di alami oleh Lestayra dan Melyra. Keduanya tercengang hingga mereka membuka mulut.

Tidak ada yang akan memalingkan pandangan mereka ketika melihat pusaran air mengelilingi Kereta. Bagi keduanya, hal tersebut adalah hal langka.

Bisa di katakan, mustahil melihat hal tersebut. Lalu, di dunia mereka yang sesungguhnya, tidak ada hal seperti ini.

"Aku pasti bermimpi." racau keduanya.

Kembali di dalam kereta, Tamayra menatap sang Ibunda dengan tenang. "Ada apa, Ibu?" tanyanya.

"Pakaianmu, kenapa kau tidak mengenakan pakaian yang ku berikan padamu?"

Pertanyaan itu membuat Tamayra menjadi sedih. Dia jadi terpikir bagaimana perasaan orang tua ketika pemberiannya tidak dikenakan.

"Ibu, maaf sebelumnya. Tamayra bukan tidak mengenakan pakaian yang ibu berikan. Tapi, Tama-."

Perisai Air itu segera mencari dengan seseorang yang berdiri dibaliknya. "Permaisuriku, Kita pulang dulu dan baru membahasnya. Tamayra, kau harus menjawab dengan sejujur mungkin." Kata sang Raja.

Tidak ada yang bisa melawan perkataannya dan semua orang segera mengangguk. Tamayra bergegas ke keretanya dan malam yang larut itu menjadi sunyi saat perjalanan pulang.

Kereta yang Tamayra ikuti adalah kereta yang di bawah oleh Prajurit bertopeng, orang yang telah menolongnya.

Pada kereta Lestayra dan Melyra. Keduanya saat ini merasakan rasa lega karena tidak ada dua pelayan aneh disamping mereka.

"Kemana mereka pergi?" tanya Melyra dengan wajah penasaran. Dia begitu tidak tenang dengan adanya Pelayan aneh seperti itu dan untung saja Mereka tidak ada lagi.

"Aku pun tidak tahu kemana Mereka. Tapi, lebih bagus jika Mereka tidak ada." sahut Lestayra.

"Oh ya, menurutmu apa yang Ibunda Ratu bicarakan dengan Tamayra?"

"Aku pikir ini karena masalah pakaiannya. Apa kau lupa, Dia mengenakan pakaian yang berbeda?"

Melyra terdiam dan mengingat pakaian yang Tamayra pakai. Setelah mengingatnya dengan cepat Melyra menepuk tangannya. "Benar! Dia mengenakan pakaian yang berwarna. Padahal, pakaiannya berwarna putih 'kan?"

Lestyra mengangguk, "Mungkin tidak hanya kita yang menyadari pakaian Tamayra. Aku pikir, hanya aku dan kau yang tahu hal ini."

"Apakah Tamayra dalam bahaya? Sejujurnya, aku merasa seperti beban di sini. Aku tidak tahu harus mencari informasi apa. Aku bahkan tidak mengerti jalan pikir Tamayra." kata Melyra.

Apa yang diucapkan oleh Melyra tidak ada kebohongan. Dia sangat tidak mengerti dengan semua hal ini. Yang dia tahu bahwa Mereka tiba di dunia lain dan mereka merupakan reinkarnasi dari masa lalu.

Hal yang tidak bisa di mengerti adalah cara mereka tiba di dunia ini. Melyra tidak ingin memikirkan hal tersebut tapi semua itu selalu muncul di pikirannya.

Perkara terjungkal membuat mereka tiba di sini. Semua itu sudah di luar dugaannya. "Sudahlah," gumam Melyra.

Lestayra menatap bingung mendengar perkataan sahabatnya itu. "Apa yang sudahlah?" tanyanya dengan penasaran.

"Kau tahu, aku masih memikirkan bagaimana kita tiba di sini. Padahal kita tidak bersepeda dengan kecepatan tinggi 'kan?" Melyra menatap ke arah Lestayra.

"Oh masalah itu? Kalau aku sudah melupakannya. Menurutku, akan lebih bagus kalau kita tinggal di sini tanpa kembali ke Jaman kita." ucap Lestayra.

"Tapi aku tidak bisa melupakan Para Ibu Panti dan adik-adik di sana. Lalu, tugas sekolah." Melya membelak dan menepuk pipinya dengan wajah sedih. "Oh tugasku!"

Lestayra menatap sinis kearah Melyra. "Kau memang seorang maniak tugas. Aku dan Tamayra tidak pernah sepertimu."

"Tugas itu bagus untuk kita. Kita bisa memikirkan semua jawaban yang ada tanpa perlu belajar lagi saat ulangan."

"Itu kau!" Lestayra berucap dengan dengusannya.

Dia tahu Melyra sangat pintar dan daya ingatnya kuat. Meski, Tamayra lah yang memiliki skor tinggi di akhir dan saingan dari Ketua Osis.

Mengingat hal itu, terlintas di pikiran Lestayra, bagaimana kebahagiaan bersekolah dan bermain dengan Adik-adik di Panti.

"Si*l, aku juga mengingat semua kenangan itu." ucap Lestayra pelan.

Keduanya tengelam dalam ingatan akan masa lalu di jaman lain. Mereka merasa perasaan rindu yang mendalam di hati mereka.

...°°°...

Tiba di Kerajaan Dermarya, satu-persatu semua turun dari kereta dan mereka menuju ke Aula Istana.

Melyra dan Lestayra mendapatkan tempat duduk khusus yang telah disediakan. Sedangkan Tamayra berdiri ditengah Aula dengan wajah serius.

Raja datang dan duduk disinggasananya. "Katakan Putriku, apa yang terjadi kepadamu."

Tamayra mengangguk dan segera menjawab. "Menjawab Yang Mulia, Ta-."

"Ayahanda, aku adalah Ayahmu Tamayra." potong sang Raja.

Mendengar ucapan itu, Tamayra tertegun hingga hatinya merasa goyah. Dia seperti mendapatkan rasa sayang dari seorang Ayah.

Bibir Tamayra tersenyum tipis dan segera mengulangi perkataannya. "Menjawab Ayahanda, Tamayra dalam perjalanan ke balai Kota. Tapi, saat dipertengahan jalan, Tamayra tiba-tiba dicegat dengan kumpulan Badit. Ada sekitar Lima badit yang Tamayra hadapi."

Raja mengangguk mendengar perkataan Tamayra. "Lalu, Apa yang membuatmu menganti pakaianmu dengan begitu tertutup?"

Itulah yang membuat Tamayra menyadari kenapa semua memperhatikannya. "Prajurit itu berniat baik tapi juga sedikit merepotkan." benak Tamayra.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!