Tamayra tidak tahu bagaimana Prajurit bertopeng itu mengantarnya tepat di atss panggung. Dia hampir kewalahan dan tidak bisa menangapi situasinya hingga dia pun bisa menangani masalahnya sendiri.
Akan tetapi, Tamayra tercengang ketika Raja mengatakan bahwa Dia akan memberi Mereka darahnya.
"Apa Raja tengah gila?" benak Tamayra.
Berbeda dengan Lestayra dan Melyra yang tidak memahami situasi. Mereka hanya berdiri tenang tidak tahu apa yang terjadi.
Pelayan datang mendekati Raja dan tidak perlu basa-basi, Raja mengores tangannya dengan cepat.
Bagai kilatan petir yang menyambar, Ketiga gadis itu hanya bisa membelak dengan wajah penasaran. Bagaimana bisa mengores tangan secepat itu? Pikir mereka masing-masing.
Setelah darah terisi ke dalam mangkuk kecil. Pelayan membawa mangkuk itu ke panggung dan aroma darahnya menyebar kesegala arah.
Ada keanehan yang terjadi. Tamayra, Lestayra dan Melyra mengangkat kepala mereka ketika melihat mata semua orang menjadi terang-benerang.
"Apa yang terjadi?"
"Mata mereka bersinar."
"Apa mereka vampir?"
Bisik ketiganya yang hanya di dengar oleh mereka. Saat darah itu tiba. Ketiganya meneguk saliva dan memperhatikan Raja.
"Minumlah, darah itu akan mengalir di tubuh kalian. Pelayan! Bawakan mereka air dari sungai suci!" kata sang Raja.
Mendengar itu, tiga pelayan segera pergi dan mengambil air suci entah dari mana alasnya. Dan kemudian tidak menunggu lama, Air itu datang dan berdampingan dengan darah.
"Apa seperti itu caranya mengangkat seorang anak?" benak Lestayra dengan pikiran kacau. Dia tidak menduga seperti ini Kerajaan Dermayra.
"Aku ingin muntah." benak Melyra tidak beda jauh dengan Lestayra. Sedangkan Tamayra sudah hampir pucat. "Aku bukan keturunan Vampir," benak Tamayra.
Setelah itu, Pelayan memberikan tiga mangkuk berisi darah sang Raja. Lalu, Pelayan yang membawa mangkuk berisi Air suci berdiri di depan mereka.
Suasana yang sudah serius dan lagi ditatap dengan tajam. Mau tidak mau ketiganya meneguk darah itu dan merasakan rasa aneh di dalam mulut mereka.
Lestayra dan Melyra hampir mengangkat tangan mereka untuk memuntahkan itu. Tapi, mereka mampu menahannya.
Sedangkan Tamayra, dia sudah lebih dahulu menutup mulutnya dan terbatuk.
Dengan hal itu, tanpa basa basi Tamayra mengambil air suci dan meminumnya. Semua yang melihat hal itu tertegun.
"Putriku, jangan meminum semuanya!" panik sang Ratu yang berdiri.
Tamayra menatap ke arahnya dengan wajah bingung dan lagi, Dia telah menghabiskan air suci itu.
Lestayra dan Melyra yang ada di samping Tamayra tercengang.
"Yang Mulia, Dia akan mengalami gangguan vitalnya jika tidak di tolong." ucap Sang Ratu kepada Suaminya.
Raja mengangkat tangan dan menatap ke arah Tamayra. Melihat tatapan itu, Tamayra menunduk dengan rasa Malu. "Maafkan Hamba Yang Mulia." ucapnya.
"Bawakan batu itu, Biarkan dia menguji kekuatannya." ucap Raja.
Seorang Pria yang bertugas sebagai penjaga Batu segera mengangguk. Batu besar yang hanya sebesar kepala di letakkan pada tulang-tulang putih yang tersusun rapi.
Pada tengah panggung, batu itu di letakkan dengan lembut dan pusaran kekuatan tiba-tiba muncul. Semua menatap ke arahnya dan tidak lama, bantu itu mengambang dari tempatnya.
"Bukan sulap bukan sihir, ini nyata!" bisik Melyra di samping Lestayra.
Lestayra mengangguk dan tangannya mengambil mangkuk dari pelayan dan meminum air suci dengan perlahan. Setelah dia minum, Lestayra menawari Melyra.
Keduanya berperilaku seperti di dunia asal mereka. Lupa kalau mereka tidak terlihat anggun. meski begitu, tidak ada yang menyadari perubahan mereka.
Saat batu itu sudah mengambang dengan sinarnya. Seorang Pria tua berusia 60 tahun melangkah mendekati batu dan menatap ke arah Tamayra.
"Kemarilah Putri," serunya.
Tamayra mengangguk dan segera mendekat. Dia berhenti melangkah saat tiba di depan Kakek itu.
"Ulurkan tangan Anda," ucapnya.
Tamayra mengulurkan tangannya ke arah batu yang mengambang itu. Dia menatap dengan serius hingga cahaya terang keluar dari batu itu.
"Yang Mulia, Putri Tamayra memiliki kekuatan Tanah." ucapnya.
Tamayra menarik tangannya dan menatap telapak tangannya sendiri. "Tanah?" benaknya.
Yang Mulia Raja mengangguk mendengar perkataan Kakek itu.
Setelah Tamayra, Melyra melangkah mendekati Batu tersebut dan melakukan hal yang sama. Saat dia melakukan itu, kekuatan muncul dan terpancar di sekitarnya.
"Yang Mulia, kekuatan Putri Melyra adalah Angin." Raja mengangguk mendengar ucapan Kakek itu.
Kini giliran Lestayra yang melihat kekuatannya. Saat tangan kanannya terulur, cahaya dari batu itu menyebar ke segala arah hingga semua menutup mata karena hal itu.
Tamayra dan Melyra menutup mata mereka dan setelah itu, mereka melihat dengan jelas bahwa Lestayra begitu bercahaya.
"Yang Mulia, Kekuatan Lestayra adalah Petir."
Semua yang mendengar itu tercengang. Sangat jarang mendapatkan kekuatan Petir di Dermarya ini.
"Sangat langka, tidak bisanya ada yang memiliki kekuatan itu."
"Dia pasti akan menjadi penerang di Kerajaan Dermarya."
"Aku setuju!"
Bisik semua orang setelah melihat apa yang terjadi. Tamayra dan Melyra tersenyum mendengar ucapan Kakek itu.
"Aku tidak tahu kalau Lestayra sekuat itu." bisik Tamayra.
Melyra mengangguk, "aku pun baru tahu."
Keduanya terkekeh pelan ketika mereka sekesai berbisik.
Raja tersenyum dan segera duduk kembali ke singgasananya. Tamayra, Lestayra dan Melyra memberi hormat lalu kembali ke tempat duduk mereka. Bedanya, Tamarya tidak duduk berdampingan karena dia masih di anggap peserta.
"Kita mulai!" teriak Juru Bicara sang Raja yang lain. Para Peserta yang akan menjadi Prajurit pilihan Raja mulai berbaris. Begitu banyak orang yang mengantri giliran untuk mengetakui kekuatan mereka.
Dari kejauhan, Lestayra dan Melyra menatap bagaimana semua Pria dan Wanuta mendapatkan kekuatan mereka.
...°°°...
Selir Fa-Nay menatap tenang dengan pikiran kacau bersamaan dengan Selir Vian-Ji.
"Seharusnya, acara Kebesaran ini tidak berjakan baik. kenapa, kenapa malah berjalan sebagus ini!" benak Selir Vian-Ji.
Sedangkan Selir Fa-Nay berbenak hal yang berbeda. "Jika rencana Selir Vian gagal, maka aku harus memikirkan Rencana lain. Bagaimana pun, menyinggirkan mereka itu adalah rencana baik. Tapi, Raja sudah mengakui tiga putri ini."
Di saat pikiran mengembaran ke segala arah. Selir Fa-Nay menatap ke arah Tamayra yang mengenakan pakaian berbeda. "Setahuku, Tidak ada yang mengijinkan Seorang angota Kerajaan mengenakan Pakaian rendahan seperti itu." pikirnya.
Senyum manis muncul di bibirnya dan perlahan dia memikirkan rencana terbaik dan menatap Selir Vian-Ji. "Maaf Selir Vian, mau tidak mau aku harus mengunakanmu." benaknya dengan senyum licik.
Acara Kebesaran itu berjalan dengan baik dan tentu saja, perjamuan ini akan selesai hingga malam tiba.
Di malam harinya, Lestayra menguap pelan karena matanya mulai mengantuk. Tapi, acara Kebesaran ini belum usai karena setelah ini ada banyak hal yang di lakukan.
Lestayra melihat semua orang, dia juga memperhatikan Pelayan yang masih berdiri dengan tenang. "Apa mereka tidak letih?" benaknya.
Asik memperhatikan semua orang, perlahan Lestayra mendengar seruan seseorang.
"Lestayra!"
Kepala Lestayra menoleh ke arah Melyra. Dia memperhatikan sahabatnya yang begitu fokus menatap panggung. "Siapa?" gumamnya.
"Lestayra!"
Lagi-lagi Lestayra menoleh, tapi kali ini dia menatap ke arah Pelayan yang tertegun. "Ada apa Putri?" tanyanya.
Dengan gelengan Lestayra menjawab pertanyaan Pelayan. Dia segera menatap kedepan dengan wajah bingung. "Apa yang terjadi?" benaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments