Di dalam kamar dengan lilin sebagai penerang. Ketiga gadis yang tiba di kerajaan ini saling terdiam dalam pikiran masing-masing.
“Ada apa dengan Ratu, kenapa Dia menjadi sedih?” tanya Lestayra, dia sedikit merasa bersalah karena mengingat apa yang terjadi di meja makan.
“Kau benar, Dia terlihat sedih. Itu mungkin karena kita terlihat lebih antusias bersama Selir Rosita.” jawab Melyra yang menundukkan kepalanya.
Mereka bertiga melepaskan sandal sederhana yang memang di berikan kepada mereka. setelahnya, mereka duduk di kasur masing-masing.
“Kita tak boleh begini, tapi Selir Rosita itu seperti teman yang usianya sama, membuat Kita menjadi lebih mudah akrab dengannya.” Tamayra berpikir begitu karena pertama kali melihat Selir Rosita, dia merasa kalau Selir itu masih muda.
“Benar,” jawab Melyra.
Setelah itu, Melyra tiba-tiba berdiri dengan wajah panik yang membuat Tamayra dan Lestayra ikut berdiri.
“Ada apa?” tanya keduanya.
Melyra melangkah menuju kearah meja rias. Dia menyentuh bagian bola matanya dan menarik sesuatu disana.
Setelah melepas kedua benda itu, terlihatlah mata Melyra yang sebenarnya. Mata yang berwarna Merah terang.
Melihat itu membuat Lestayra dan Tamayra langsung bergegas untuk ikut melepaskan benda yang ada dibalik mata mereka.
Terlihat bola mata berwarna merah kehitaman milik Tamayra dan Biru Malam milik Lestayra.
“Bagaimana ini, soflen ini tidak bisa dipakai setiap waktu bukan?” tanya Lestayra.
“Kau benar. kalau begini apa yang akan terjadi?” Tamayra ikut kebingungan.
Pasalnya, selama ini diusia mereka, mereka menutupi mata yang berwarna dari warna aslinya. Seharusnya mata mereka berwarna coklat atau hitam. Tapi entah kenapa mereka terlahir dengan mata yang berwarna seperti ini.
Karena hal itulah, mereka harus menyembunyikannya takut orang-orang menjadikan mereka sebagai objek eksperimen.
“Astaga! Aduh gimana nih. kalau engak dipakai entar membuat kekacauan, bagaimana ini?” Melyra ikut bingung.
Mereka belum sehari menikmati dunia yang tak mereka kenal dan belum juga menikmati sepenuhnya. Sekarang, mereka malah harus menghadapi hal yang lebih bermasalah lagi.
Bagaimana jika mereka menunjukkan mata asli mereka? pasti Raja dan Ratu menganggap mereka sebagai orang yang sengaja dikirim oleh musuh. Dan mereka akan dihukum. Ini pasti lebih berbahaya lagi, sangat bahaya.
“Apa ini bisa direndam di dalam air biasa?” tanya Lestayra yang kehabisan ide. Mereka tidak membawa soflen cadangan. Bagaimana bisa mengunakan lagi kalau air soflennya tak ada. di tambah, mereka membawa soflen ini saat mandi. Untung tidak menyakiti mata mereka.
“Tidak bisa! ‘kan ada zat-zat khusus untuk soflennya. Tidak mungkin mengunakan air biasa.” ucap Melyra yang merasa ide Lestayra sedikit melenceng.
“Jadi gimana?” tanya Lestayra lagi.
Tamayra yang pusing tidak bisa lagi menjawab. Dia memilih untuk meletakkan soflennya dan meranjak pergi ke kasurnya.
Melihat hal itu membuat Lestayra dan Melyra terdiam, mereka melakukan hal yang sama dan kemudian duduk diatas kasur.
“Kenapa wajahmu sedih begitu Mayra?” tanya Lestayra yang kini menghadap kearah Tamayra.
“Aku merasa bersalah dengan Ratu. Entah kenapa aku malah mencueki Ibuku sendiri.” dengan menunduk Tamayra menyiratkan ucapannya. Lestayra dan Melyra saling memandang sesaat.
“Aku pikir hanya diriku yang merasa begitu.” ucap Melyra.
Lestayra mengangguk. “Lagian perhatian Ratu terhadap kita sangat terlihat ya. Lalu, Selir Rosita juga begitu.”
Mendengar hal itu, ketiganya terdiam memikirkan kejadian yang mereka alami ini. Sangat aneh jika mengingatnya.
Niat awal ingin menghemat uang dan mengunakan sepeda agar mempermudah mereka. lalu menyusuri jalan pintas agar cepat tiba.
Tapi malah berakhir dengan kesasar di Jaman yang tak diketahui. Jaman apakah yang mereka kunjungi ini. hal inilah yang membuat ketiganya menjadi bingung.
Mengingat itu, Tamayra menatap kearah sahabatnya. Dia langsung berdiri dan pergi kearah Melyra dan membalikkan tubuhnya. Membuat Lestayra merasa bingung.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Lestayra yang berdiri dan sedikit menahan tangan Tamayra.
Tapi Tamayra kembali mengangkat sedikit baju yang dikenakan oleh Melyra. Dan mata mereka berdua seketika membela.
“Astaga! kita juga melupakan hal ini!” Lestayra langsung bergegas menuju cermin dan menurunkan sedikit lengan baju kanannya. Terlihat gambar naga yang berwarna pudar.
Melyra yang melihatnya langsung mengerti. Sekarang masalah baru datang lagi dihadapan mereka. benar-benar memberikan hal buruk untuk ketiganya.
“Tamayra! lihat belakangmu.” ucap Melyra yang kini melihat kearah punggung Tamayra.
Gambar Naga Tamayra terlihat lebih jelas dan letak gambar itu tepat dibagian tengkuknya. Jika gambar itu terang dan rambutnya diikat seperti ekor kuda. Maka terlihat sudah gambar Naganya.
“Huh ... setidaknya ini bisa kita tutupi.” ucap Melyra. Dia pun duduk kembali setelah mengecek Punggung Tamayra.
“Jadi bagaimana kita menghadapi mata kita ini? Aku takut akan menjadi masalah besar.” Tamayra kembali duduk dikasurnya. Dia memandang kedua Sahabatnya.
Lestayra menarik kursi dari meja rias. Ia duduk diantara Tamayra dan Melyra.
“Apa kita biarkan saja dilihat oleh orang-orang?” tanya Lestayra. Mendengar itu membuat Kedua sahabatnya mengangguk.
“Apa pun yang terjadi, kita harus menghadapi hal ini. Bagaimana pun tidak ada yang bisa dibohongi tentang kita.” Melyra menyapaikan idenya yang mendapat anggukkan oleh Tamayra.
Mereka bertiga pun memutuskan untuk tidak menyembunyikan mata mereka.
“Kalau begitu sekalian kita bertanya masalah Kain yang berubah warna ini dan menyampaikan tentang mata kita.” Tamayra mengangguk mendengar ucapan Melyra. Lestayra yang merasa bahwa rapat kecil mereka selesai, memutuskan untuk tidur dikasurnya.
Malam ini, mereka terpejam meski masih penuh dengan pikiran. Hingga malam yang makin kelam berhasil membuat mereka terlelab dalam lautan mimpi.
...•••...
Kepagian hari, suara burung bernyanyi-nyanyi, membuat ketiganya terbangun. Mereka saling mengusap mata dan melihat segala arah untuk mengembalikan pandangan.
Cahaya yang masih tertutup oleh gorden menarik perhatian mereka. membuat Lestayra langsung membuka gorden yang memperlihatkan indahnya pemandangan Istana.
“Astaga cantiknya! mimpi apa aku ini.” ucap Lestayra yang langsung dijawab oleh Tamayra.
“Bukan mimpi tapi kenyataan.” mendengarnya membuat Lestayra kembali sadar. saat ini dia masih di Jaman asing.
Melyra yang terkena cahaya ikut terbangun, dia terduduk sebentar hingga terdengar ketukkan pintu.
Tuk...tuk...tuk
“Nona, Ini Pelayan ... jika kalian ingin mandi, untuk pakaian, kami meletakkannya didalam lemari. Hanya itu yang saya ingin sampaikan, maafkan atas keterlambatan kami dalam menyampaikannya.” Pelayan itu terdiam sesaat menunggu jawaban dari dalam.
Melyra yang menyadarinya langsung menjawab “Baik, terimakasih telah menyampaikannya.”
Pelayan itu menjawab lagi “Sama-sama Nona, maaf menganggu sebelumnya.”
Setelahnya terdengar suara langkah kaki pergi meninggalkan ruangan, membuat ketiganya merasa lega.
“Lebih baik kita bereskan dulu tempat tidur kita, setelahnya mandi.” ucap Tamayra yang langsung dianggukkan oleh Kedua Sahabatnya.
Mereka bertiga mandi dengan sedikit lebih cepat, setelahnya mengenakan pakaian yang sama, dan kali ini terjadi keanehan seperti sebelumnya.
Kain putih yang mereka kenakan juga berubah warna dan begitu juga rumbaian baru yang mereka kenakan berubah juga. Membuat mereka sedikit merasa bingung tapi tak bisa mendapat jawaban yang tepat untuk mereka.
“Kalian siap? Kalau aku, aku tidak siap.” ucap Tamayra yang duduk dimeja rias.
“Apa lagi aku! Aduh, aku merasa sangat takut sekarang!” Melyra memandang kearah cermin yang kini memantulkan bayanganya.
“Mau bagaimana lagi? Takdir, ini takdir. Lagian, bukan hanya dijaman ini. Di Jaman kita juga pasti akan menghadapi ini.” ucap Lestayra yang membuat Tamayra dan Melyra terdiam dan mengangguk.
“Baiklah, ayuk keluar.” ajak Tamayra yang berdiri lebih dahulu. saat ini mereka akan sarapan dan setelahnya, tak tahu apa yang akan mereka hadapi.
Melyra dan Lestayra ikut melangkah dibelakang Tamayra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments