Sebuah kipas dengan manik cantik diujungnya, kini tertutup rapat dan diketukkan pada telapak tangan. Lirikkan mata cantik melihat satu dengan yang lain sebelum bibir merah merona itu berucap.
"Tamayra, kita tidak boleh menganggunya!" ucap Selir Vian-Ji setelah memainkan kipasnya.
Seorang wanita dengan lembut menyusun uang koin ke dalam kantung penyimpanana. "Kenapa Anda berpikir seperti itu? Tidakkah Anda tahu bahwa sang Ratu sangat menyukai Gadis bernama Tamayra itu." tutur wanita bernama Fa-Nay.
"Tapi, gadis itu tampak teliti!" imbuh Selir Xia-Ju yang merupakan saudara Selir Vian-Ji.
Selir Jia-Li mengangguk. "Itu benar, Putri Tamayra sangat teliti. Jadi, lebih baik kita memikirkan Putri Lestayra dan Melyra."
"Putri Lestayra dan Melyra. Keduanya tampak mudah untuk kita singgirkan. Ingatlah, besok Hari Kebesaran tiba, apa rencana kita untuk menghentikan kedua Gadis itu pergi." kata Selir Fa-Nay.
"Ingatlah, kita akan berangkat di pukul tujuh pagi. Kemungkinan, Kereta yang di gunakan akan berpisah. Di tambah, Putri-Putri ini belum mendapat pengakuan dari Raja." ucap Selir Vian-Ji.
"Jika seperti itu, maka Kereta kita yang akan di berangkatkan paling terakhir, benar bukan?" sela Selir Jia-Li.
Selir Fa-Nay menatap jendela yang menunjukkan keindahan hari ini. "Tidak masalah, justru itu hal yang bagus. Aku telah menemukan rencana yang tepat."
Empat Selir yang ada di dalam kamar tidur mereka, tengah tersenyum dengan pikiran yang penuh akan kebanggaan.
...°°°...
Di kamar Tiga Gadis, Ratu dan Selir-Selir yang lain berkumpul. Mereka menatap khawatir kepada Tamayra yang pingsan di Perpustakaan.
"Yang Mulia, itulah yang terjadi. Putri Tamayra yang saya lihat dalam keadaan pingsan di perpustakaan." jelas Pelayan dengan bertekuk lutut. Pelayan itulah yang bertanggung jawab dengan apa yang terjadi kepada Tamayra.
Sang Ratu mengangguk. Dia mengusap wajah Tamayra yang masih pingsan.
Di sisi lain, Melyra dan Lestayra hanya bisa terdiam dalam pikiran yang entah kemana. Mereka memikirkan kejadian yang mereka alami sendiri.
Tidak berapa lama, Tamayra terbangun dengan wajah bingung. Dia lekas duduk dan menyentuh kepalanya.
Ratu yang melihat hal itu mendekat dan merangkulnya. "Tamayra, bagaimana perasaanmu?"
Tamayra diam sesaat. Matanya melihat Lestayra dan Melyra yang tersenyum. Helaan napas Tamayra begitu tenang berhembus. Dia sangat khawatir dengan keadaan Sahabatnya.
Meski begitu, Tamayra tidak melupakan apa yang terjadi kepadanya barusan. "Siapa pemilik suara itu?" benak Tamayra.
Melihat dirinya diam, beberapa orang yang ada merasa khawatir. Tabib Kerajaan pun datang dan mulai memeriksa Tamayra dengan hati-hati.
Ratu tidak meninggalkan Tamayra dari sisinya. Dia terus memeluk Tamayra dan membiarkan Tabib memeriksa keadaan Putrinya.
Setelah pemeriksaan itu, Tabib pun menatap sang Ratu. "Yang Mulia, tidak ada yang terjadi kepada Putri. Dia dalam keadaan sehat dan tidak ada masalah apa pun padanya."
Kerutan muncul diasli sang Ratu. Dia bingung dengan apa yang terjadi dan penasaran bagaimana Tamayra bisa pingsan?
Pemeriksaan itu seperti tidak ada gunanya. Tabib pun pergi setelah diperintahkan oleh Ratu.
"Putri Tamayra, apakah kau mengingat apa yang terjadi kepadamu?" tanya Selir Ar-Lian. Dia adalah selir kedua Raja yang pendiam.
Selir yang ada pun mengangguk mendengar pertanyaan Selir Ar-Lian. Mereka merasa khawatir dengan apa yang terjadi.
Tamayra tertegun melihat mereka. Baru saja Tamayra, Lestayra dan Melyra tinggal di sini, semua tampak menerima mereka.
"Aku sedang membaca buku dan kepalaku terasa sakit. Itu semua karena aku terlalu banyak membaca hari ini." jawab Tamayra.
Sang Ratu mengusap kepala Tamayra. "Lain kali, jangan terlalu memaksakan dirimu. Baca buku secukupnya." saran sang Ibunda.
Tamayra mengangguk dengan tersenyum. Setelah permasalah kecil karena perbuatannya, semua orang pun meninggalkan kamar mereka dan hanya menyisakan Tamayra, Lestayra dan Melyra.
Pintu kamar tertutup rapat dan setelah itu, semua pandangan fokut menatap ke arah Tamayra. Dan Tamayra mengerti tatapan itu.
"Penasaran kenapa aku pingsan?" tanyanya. Lestayra dan Melyra mengangguk.
"Sebenarnya...," Tamayra bangun dari tempat tidurnya. Dia melangkah ke jendela dan melihat halaman luas. Halaman itu hanya halaman biasa.
"Kalian tahu, saat aku di ruang perpustakaan. Aku memperhatikan Prajurit bertopeng yang berkuda. Untuk sesaat tidak terjadi apa-apa hingga tiba-tiba aku mendengar namaku di panggil." ucap Tamayra.
Lestayra dan Melyra menatap ke arah Sahabat mereka. "Memanggil namamu?" Melyra tertegun.
Anggukkan kecil diberikan oleh Tamayra. "Iya, dia seperti berbisik tapi suaranya sangat keras di telingaku."
"Apa yang dia katakan kepadamu?" tanya Lestayra.
"Dia hanya menyebutkan namaku, tidak dia seperti memanggilku." sahut Tamayra.
Melyra yang mendengar itu segera berpikir dengan menyentuh dagunya. "Lalu, apa yang terjadi selanjutnya?"
"Semua di sekitarku seketika sunyi. Aku merasa seperti terkurung ke suatu tempat yang sama. Saat itu, aku berada di perpustakaan dan perasaan itu sama." jawab Tamayra dengan cepat.
"Terkurung? Apa itu kekuatan yang di sebut Sihir?" Lestayra tidak ketinggalan untuk bertanya.
Tamayra mengangguk. "Aku pikir begitu, saat aku mencari siaap yang memanggilku. Seruan namaku bergema di telinga dan akhirnya, aku pingsan karena tidak sanggup menahan suara itu. Sejujurnya, aku tidak tahu bahwa aku pingsan."
Lestayra menatap Tamayra. "Jika bukan pingsan, lalu apa?"
"Begini, saat aku terjatuh ke lantai. Aku tiba-tiba merasa tubuhku di angkat seseorang dan aku mendengar seruan seseorang. Tapi, seruan itu bukan dari sini. Seruan itu dari tempat asal kita!"
Tamayra tidak berbohong. Saat dia terjatuh di lantai. Dia merasakan ada seseorang mendekatinya dan berkata dengan panik.
"Iya, mereka pingsan!"
Itukah yang dia dengar. Kata Mereka tidak merujuk padanya, tapi pada dia dan beberapa orang yang lain.
Melyra dan Lestayra terdiam mendengar semua itu. Mereka begitu penasaran, apakah Tamayra kembali ke jaman mereka? Itulah yang ada di pikiran mereka saat ini.
"Sudahlah, kita akan pikirkan ini nanti. Aku ingin mengatakan, apakah kita benar-benar harus pergi ke Hari Kebesaran itu?" tanya Lestayra.
Melyra segera menyahutnya. "Bukankah kau yang paling antusias saat membahas Hari kebesaran?"
Lestayra memayunkan bibirnya karena mendengar jawabanmu. Dia pun duduk di kasur. "Aku tidak tahu kalau Hari Kebesaran itu sangat penting. Aku hanya memikirkan makanannya."
Melyra hanya menggeleng ketika mendengar jawaban Lestayra.
"Kita harus ke sana. Aku juga harus melihat sekitar. Hari kebesaran adalah kesempatan kita untuk melihat keluar Istana. Nanti aku akan memikirkan semuanya untuk mengabungkan apa yang ku pelajari di sini." ucap Tamayra.
Lestayra dan Melyra mengangguk. Mereka akan pergi ke Hari Kebesaran dan hari itu tidak akan lama lagi.
Mereka bertiga saling menatap ke arah jendela. Memperhatikan dunia yang saat ini mereka tinggali.
Akankah mereka bisa kembali atau mereka harus menghadapi berbagai hal? Mereka pun tidak tahu. Yang mereka tahu saat ini, mereka telah masuk ke dunia lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments