Seakan mengerti arti tatapan Kinanti, dengan santainya Daffin berkata.
"Biasalah gatal pengen bagi-bagi uang"
Kinanti geleng-geleng ingin mengomel. Tapi mendadak bungkam melihat Daffin tertawa. Tawanya terlihat murni seperti bocah Kinanti tidak tega untuk marah. Lagi pula marah untuk apa? duit-duit Daffin sendiri kok.
Kinanti membuang tatapannya keluar jendela yang menyuguhkan kemacetan lalu lintas Jakarta yang khas tapi diam-diam Kinanti resah juga. Kinanti tahu rasanya tak punya duit itu seperti apa, tahu rasanya pernah kaya lalu jatuh miskin semiskin miskinnya dengan tiba-tiba. Konon katanya karena Ayah Kinanti tidak punya perencanaan keuangan yang jelas, tiada pemisahan uang bisnis dari uang pribadi, bisnisnya jatuh keluarga pun tumbang. Kinanti tak ingin Daffin mengalami hal yang sama, sengsara gara-gara keliru memakai uangnya.
"Daffin, jangan boros-boros, napa? investasi yang banyak buat masa depan kamu sendiri"
Daffin malah terbahak seakan baru saja mendengar lelucon paling mengerikan di dunia.
"Kinan, aku nggak bakal miskin hanya karena berbagi"
"Iya ngerti, berbagi nggak bakal bikin kita miskin tapi bukan itu konteks yang aku maksud, mulai sekarang jangan ajak lagi aku makan di restoran mewah atau membelikan aku baju mahal mendingan duitnya kamu pakai buat hal yang lain yang lebih penting atau kamu sedekahin sekalian ke orang yang benar-benar membutuhkan"
"Udahlah nggak usah overthinking, Kinanti. Justru aku berterima kasih kalau kamu mau menikmati semua yang aku kasih. Kita selama ini sering diajari untuk ikhlas memberi tapi jarang diajari untuk ikhlas menerima. Nah, bisakah kamu ikhlas saja menerima apa yang aku kasih, Kinan? tanpa banyak protes?"
Kinanti berkedip-kedip menatap Daffin, sama sekali tidak menyangka jawaban itu yang bakal keluar dari mulutnya.
Daffin balas mengedipkan sebelah matanya, lalu tersenyum melihat gadis itu tertawa sambil geleng-geleng kepala.
Diam-diam Daffin lega, akhirnya dia bisa melihat lagi senyum murni dan kegembiraan dalam sorot mata Kinanti yang indah. Daffin tahu keceriaan telah lama terenggut dari dalam diri gadis itu sejak kematian Ayahnya tepat di hari kelulusan SMA. Kebahagiaan Kinanti pun bagai terkubur bersama kematian Ibunya yang menyusul Ayahnya setahun kemudian.
Terngiang ucapan Amber beberapa tahun lalu saat wanita itu masih menjadi kekasihnya.
"Daffin, aku bingung sama Kinanti susah banget diajakin jalan, sampai capek aku bujuk dia. Tapi tetap aja nggak mau ikutan hangout, cupu dia sekarang, nggak asik"
"Masa sih?"
"Yup! udah berubah dia nggak sefrekuensi lagi sama kita-kita, sengaja nutup diri gitulah. Kalau nggak dipaksa-paksa dia ogah banget ikutan kongkow. Lama-lama pada capek ngajakin dia cuma aku yang masih sabar merangkul Kinanti dan nalangin dia mulu tiap ada acara. Teman-teman yang lain udah pada malas sama dia"
"Jangan gitu lah, Amber. Mungkin dia masih berduka, kamu kan tahu Ayahnya mendadak meninggal karena kecelakaan, Ibunya menyusul setahun kemudian"
"Kelamaan berduka nya, Daffin. Kejadian itu kan udah tiga tahun lalu"
"Aku tahu rasanya kehilangan kedua orang tua Amber, nyokap meninggal pas aku masih SD, bokap menyusul pas aku SMP. Sampai sekarang aku masih berduka, apalagi Kinanti yang belum lama ditinggal orang tuanya"
Amber tercekat.
"Maaf, aku baru tahu itu, Daffin"
"Tidak apa-apa," Daffin tersenyum.
"Udah ah, jangan ghibahin sohib sendiri"
"Dih, siapa yang ghibah? fakta kok" Amber cemberut.
Daffin buru-buru menangkup telapak tangan Amber di atas meja.
"Ngapain balas Kinanti, kita kan lagi dating. Btw, kamu suka nggak kado dari aku kemarin?" ujarnya mengalihkan pembicaraan, tidak nyaman mendengar Amber berbicara hal-hal jelek tentang Kinanti yang dia kenal cukup baik, padahal Kinanti lah yang membantunya sukses memacari Amber.
Kinanti menepuk keras lengan Daffin yang malah melamun di sebelahnya.
"Eh, hmm? apaan?" Daffin tampak tergagap.
"Ditanya Pak sopir tuh apartemen kamu apa namanya tadi?"
Dan Kinanti sungguh tercekat, saat mendengar Daffin menyebut nama sebuah apartemen premium di kawasan XXX. Setahu Kinanti apartemen tersebut umumnya banyak dihuni ekspatriat atau eksekutif muda. Sedangkan Daffin? bukankah dia hanyalah pegawai biasa?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments