"Kenapa Mas selalu membela, Kinanti?"
Asri ganti mengamuk kepada Dion, keduanya mulai cekcok. Kinanti berlari ke kamar dan menguncinya rapat-rapat menumpahkan tangis sebanyak-banyaknya.
Kring... Kring... Kring...
Ponselnya memanggil-manggil. Kinanti menatap layar yang berkedip-kedip, tangisnya kian deras begitu membaca nama Ikram yang terpampang di layar ponselnya.
Ah! entah kebetulan atau bagaimana, sejak dulu Ikram selalu saja hadir setiap kali Kinanti sedang dalam kondisi menyedihkan seakan Ikram tahu kapan dirinya harus ada untuk Kinanti meski hanya lewat telepon.
Kinanti memandangi ponselnya dengan gamang.
"Semuanya selesai Ikram, kita sudah berakhir, kau milik Amber sekarang" gumamnya sambil menyentuh tombol merah di layar benda pipih itu.
Kemudian Ikram mengirimnya pesan setelah berkali-kali Kinanti menolak panggilannya.
"Kinan, apa kamu baik-baik saja?"
Kinanti tertawa kecut membacanya. Memangnya ada yang oke sejak Papi dan Mami meninggalkan dirinya sendirian di dunia ini? apalagi yang sedang dialaminya belakangan ini, belum selesai dengan luka patah hatinya usai ditinggal Ikram menikah, Tante Asri justru menjodohkan dirinya dengan om-om.
Sementara itu di tempat lain Ikram memandangi ponselnya, Kinanti sudah membaca pesannya namun tiada respon, pria itu pun menyugar rambutnya dengan gelisah.
Entah kenapa tiba-tiba saja Ikram memikirkan Kinanti mungkin karena sejak tadi Amber terus saja membahasnya, tentang lamaran Daffin kepada Kinanti yang menghebohkan.
"Kamu dengan Daffin sejak kapan, Kinan" pikir Ikram bertanya-tanya. Lalu dia menelepon Kinanti ingin bertanya secara langsung tetapi Kinanti justru menolak panggilannya dan Ikram tercekat begitu sadar Kinanti telah memblokir nomornya.
Seketika perasaannya menggelegak oleh sesuatu bernama ketidakrelaan, jantungnya berdenyut tidak enak, tidak nyaman. Kenapa Kinanti harus menghindarinya sampai seperti ini? tak bisakah mereka tetap melanjutkan pertemanan yang telah terjalin manis seperti biasanya.
###########
Suatu siang di lounge kantor, Kinanti terkejut melihat kemunculan Daffin di sana tepat pada saat jam istirahat makan siang.
"Eh, ngapain kamu di sini, Daffin?"
"Wah, baru aja aku mau telepon panjang umur kamu, Kinan" cengir lelaki itu sambil mengedipkan sebelah mata.
Kinanti baru menyadari ada danau kecil di sudut bibir Daffin setiap kali lelaki itu tersenyum membuat senyumnya makin lama semakin menggemaskan, terkesan ramah dan menyenangkan.
"Kamu sibuk banget ya, Kinan sampai nggak pernah punya waktu buat ngedate sama aku?"
Tawa Kinanti pun pecah mendengar nada merajuk dalam ucapan Daffin seakan mereka betulan pasangan kekasih saja.
"Chat aku jarang kamu balas, telepon dari aku juga nggak kamu angkat, kamu mau ghostingin aku, Kinan? enak aja kamu seminggu ngilang gitu aja"
Lagi-lagi Kinanti tertawa mendengar ucapan Daffin yang asal ceplos.
"Btw ngapain Daffin? kebetulan pas ada urusan di sini atau?"
"Ada urusan penting makanya aku ke sini,"
Kinanti mengangguk-ngangguk.
"Oh oke, kamu udah bikin janji mau ketemu siapa?"
"Nggak soalnya janjian sama nih orang susah benar, mending langsung aku culik aja" ucap Daffin seraya menggandeng lengan Kinanti dan membawanya keluar kantor.
"Eh maksudnya? aku?"
"Yup, aku ke sini buat ketemu kamu, habisan kita kayak orang lagi LDR an aja, Kinan. Susah banget ketemu padahal jarak kantor kita cuma selemparan sandal" oceh Daffin sambil menggiring Kinanti memasuki lift.
"Dih, sandalnya siapa yang bisa mencelat dari Mega Kuningan sampai Thamrin, Daffin?" Kinanti terkekeh sambil geleng-geleng kepala. Lalu tercekat saat tubuhnya terdesak ke sudut oleh orang-orang yang juga memasuki lift membuatnya harus berhimpitan sedekat ini dengan Daffin yang serta merta merangkulnya, melindungi Kinanti dari desakan yang lebih brutal lagi dari orang-orang yang tak sabar ingin turun mencari makan siang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments