Sudah pindah.

Kinanti berkedip-kedip takjub memandangi cincin bermata berlian dengan rangka platinum yang melingkari jari manisnya. Indah. Seindah perasaan yang melingkupi dirinya saat ini padahal Kinanti sadar jika pernikahan yang akan dijalaninya dengan Daffin nanti didasari kepalsuan tapi setidaknya Daffin tak memberikan cincin yang palsu padanya.

Secara mengejutkan, esoknya Daffin membawanya ke gerai Tiffany & Co setelah Kinanti mengangguk menerima lamarannya dalam mobil. Dan Daffin memberikan cincin yang indah ini untuknya padahal Kinanti tak keberatan dengan cincin sederhana yang sudah diberikan Daffin sebelumnya.

"Jangan, sebenarnya itu cincin pengasuh aku yang sudah lama meninggal, aku menyimpannya sebagai kenang-kenangan, cincin itu biasanya aku pakai di kelingking setiap kali aku lagi cemas, ide lamaran kemarin itu dadakan. Aku nggak ada persiapan cincin buat kamu, jadi aku pakai cincin itu buat sementara"

"Jadi yang kemarin itu kamu lagi cemas? makanya datang ke resepsi Amber memakai cincin itu?"

"Begitulah" aku Daffin seraya tertawa lirih.

"Tapi Daffin apa cincin ini nggak terlalu mahal?" Kinanti memutar-mutar cincin Tiffany & Co yang ikonik di tangannya.

"Ck, jangan kayak orang susah napa, Kinanti? duit segitu doang mah nggak ada apa-apanya dibanding harga diri kita, duit bisa dicari harga diri nggak bisa dibeli"

"Duit segitu doang kamu bilang? serius napa Daffin"

Yang benar saja harga cincin ini bahkan jauh lebih mahal daripada gaji bulanan Kinanti.

"Ya serius lah gila. Duit ku banyak. Apalah artinya beli cincin doang?"

Kinanti jadi keki, Daffin santai sekali seakan dia cuma membicarakan uang sejuta, dua juta. Kinanti terdiam dan menoleh lebih lama kepada Daffin yang begitu kasual saat menyetir.

"Kenapa lihat-lihat baru sadar ya kalau aku ternyata lebih ganteng dari si Ikram gebetanmu itu?"

"Cih, dasar narsis" Kinanti membuang tatapannya sambil tertawa lirih.

"Tetap aja kamu kalah dari Ikram karena Amber lebih pilih dia berarti di mata Amber, Ikram lah yang lebih ganteng"

Daffin mendengus.

"Ck, kurang ajar" lalu tertawa dan melirik Kinanti.

"No... No... No, jangan dilepas. Jangan pernah!" cegahnya begitu melihat Kinanti sedang memutar-mutar cincin itu dan akan mengeluarkan dari jari manisnya.

"Tapi Daffin, aku jadi takut pakainya" kata Kinanti sambil menggigit bibirnya.

Daffin membuang tatapannya menyingkir dari bibir Kinanti yang tiba-tiba saja mengubah irama jantungnya jadi tak biasa.

'Jangan gigitin bibir kayak gitu bisa nggak sih Kinanti' desahnya dalam hati sambil tertawa lirih menertawakan pikiran yang mulai absurd tentang bibir itu.

Daffin terkekeh.

"Ngapain takut sih. Memangnya cincinnya bakal gigit kamu?" selorohnya.

"Soalnya..." Kinanti urung menyelesaikan ucapannya dan menelan ludah. Lalu menggalang pelan sambil tersenyum pahit. Lalu gadis itu tersentak saat menyadari sesuatu.

"Eh, Daffin kan tadi aku bilang mau nebeng sampai perempatan Slipi aja? kok malah bablas? udah stop. Aku turun sini aja" Kinanti menyesal keasikan mengobrol.

"Apaan sih kok turun sini, aku anterin aja lah nanggung rumah mu di Puri kan?"

"Tahu dari mana?"

"Tahulah, pas SMA aku kan sering main ke rumah Dimas, tetangga mu. Dia teman basket ku tapi sejak dia pindah ke Jepang aku nggak pernah main ke sana lagi. Aku dulu sering lihat kok kamu suka jogging di sekitar komplek, aku juga lihat kamu kecebur parit gara-gara dikejar anjing. Ingatkan kamu?" Daffin terkikik teringat kejadian menggelikan itu yang masih begitu membekas dalam memorinya.

Kinanti tersenyum kecut. Ya, rumah Kinanti di sana dalam sebuah komplek perumahan yang cukup elit tapi itu sepuluh tahun lalu sebelum dijual karena orang tuanya bangkrut dan meninggal. Meninggalkan hutang begitu besar yang membuat Kinanti harus membayarnya dengan kelelahan dan air mata sampai sekarang.

"Aku udah lama pindah, Daf"

Daffin terkejut dan merasa bodoh karena tak memastikan dulu lokasi rumah Kinanti apa masih di sana atau tidak.

"Eh. Sorry... sorry, kalau gitu rumah kamu sekarang di mana? aku anterin"

"Aku sekarang tinggal di Depok, parah kalau ke sana pakai mobil jam-jam segini macetnya sinting bisa bikin kamu gila mending kamu langsung balik aja biar bisa lekas istirahat"

"Tapi Kinan..."

"Aku udah biasa naik kereta kok"

#############

Sebenarnya beban bagi Kinanti memiliki cincin semewah ini, perhiasan yang Kinanti simpan di kamar sering hilang karena itulah Kinanti enggan membeli perhiasan atau barang berharga lainnya kecuali sepasang anting yang selama ini melekat di telinganya. Kinanti tahu pelakunya tak lain Tante Arsi namun Kinanti memilih diam karena menghindari keributan dan pilih mengikhlaskannya saja, tetapi dia harus menjaga cincin yang satu ini bukan hanya karena harganya yang sangat mahal tapi karena ini cincin pertunangannya. Kinanti bertekad tak akan pernah melepaskannya, agar tak hilang.

Sejak orang tuanya bangkrut dan meninggalkan, Kinanti tinggal bersama Tante Arsi, adik kandung ibunya. Tante Arsi sangat kasar berbanding terbalik dengan ibu Kinanti yang lemah lembut dan penyayang membuat Kinanti banyak menangis saat awal-awal tiba di rumah ini, karena sikap si Tante yang tak ubahnya seperti ibu tiri bahkan Si Tante tidak segan mengguyur wajahnya dengan segayung air kalau Kinanti telat bangun setiap pagi.

"Ma, jangan begitu kepada Kinanti, kasihan. Dia kan keponakan mu sendiri, dia bahkan yatim piatu" tegur Dion suami Arsi.

Tapi Arsi berdalih.

"Biar saja, Pa. Soalnya Kinanti itu biasa dimanja sama Kak Ara mentang-mentang anak semata wayang, aku hanya mendisiplinkannya biar dia nggak manja tinggal di sini, mulai sekarang dia harus terbiasa bangun pagi dan mengerjakan pekerjaan dapur dan rumah tangga. Biar dia sadar kalau bukan princess lagi sekarang"

Arsi sebenarnya menyimpan iri, sebab dulu tak bisa memanjakan anak-anak mereka seperti Ara memanjakan Kinanti dengan kemewahan karena keterbatasan ekonomi. Meski Ara sangat baik dan kerap berbagi namun Arsi terlanjur iri terhadap Kakaknya sendiri, bahkan Arsi justru diam-diam senang saat Ara jatuh bangkrut, sedangkan perekonomian keluarganya gantian meroket.

'Hmm... meskipun galak dan cerewet ternyata jiwa sosialnya tinggi juga' pikir Dion saat Arsi bilang kepadanya ingin membiayai kuliah Kinanti sampai lulus dan benar-benar membuktikannya.

Tanpa Dion ketahui ternyata Arsi mempunyai maksud tersembunyi, begitu lulus kuliah dan mendapat pekerjaan Arsi lekas memanggil Kinanti dan mengajaknya bicara empat mata.

"Baguslah kau sudah bekerja sekarang. Nah, ini dia biaya yang harus kau ganti" ujarnya seraya menyodorkan beberapa lembar catatan keuangan.

"Tan, ini... a... apa maksudnya?" Kinanti gemetar melihat tabel rincian angka dalam jumlah yang sangat besar.

Tante Arsi bersedekap sambil mengedikkan dagunya.

"Jangan pura-pura lupa, kau bahkan sampai bersujud di kakiku dan berjanji akan membayar sampai lunas setelah punya penghasilan sendiri"

"Ta... tapi satu miliar?"

Kinanti berkedip-kedip menelusuri angka demi angka yang tertera di kertas itu, Tantenya ini memang seorang rentenir, orang-orang banyak yang meminjam uang darinya dengan bunga yang sangat tinggi, tapi Kinanti tak menyangka jika si Tante bakal bersikap sebagai rentenir juga kepadanya, keponakannya sendiri. Terlebih Tante Arsi tahu buat apa Kinanti menggunakan uang itu dulu, yaitu untuk biaya pengobatan sang ibu yang tak lain Kakak kandungnya sendiri.

"Tapi aku tidak punya uang sebesar itu, Tante"

"Tante, nggak memintamu untuk mengembalikannya secara kontan, tapi saat Tante butuh uang mu kau harus menyediakan nya"

Kinanti menghela nafas panjang, merasa keberatan tapi kepalanya dengan bodoh malah mengangguk.

"Bagus, sekarang Tante butuh tiga puluh juta, Tante beri waktu paling lama dua minggu" ucap Arsi sambil memeriksa catatan keuangannya, dia butuh tambahan modal untuk memberi pinjaman orang-orang yang sedang mengantri hutang padanya.

Kinanti memucat.

"Dari mana aku dapat uang sebanyak itu, Tan?"

"Cari pinjaman dong, sekarang mengajukan pinjaman ke bank itu gampang prosesnya, kau kan punya gaji buat bayar cicilan"

"Ta... tapi..."

"Nggak ada tapi-tapian"

Karena itu lah, Kinanti harus bekerja keras seperti orang gila. Mengumpulkan uang demi melunasi utang satu miliar pada si Tante.

Episodes
1 Posisi kita sama.
2 Why not?
3 Merasa dikhianati.
4 Sudah pindah.
5 I miss you, Mom.
6 Di jodohkan!
7 Kita sudah berakhir.
8 Tak terlupakan.
9 Secepat itu.
10 Tak sedingin kelihatannya.
11 Itu kan dulu,
12 Bakal sering-sering aku sosor.
13 Terlalu to the point.
14 Nggak dengar apa-apa kok.
15 Ngedate!
16 Tidak menyangka.
17 Jaga dirimu baik-baik..
18 Repot emang jadi orang ganteng.
19 Apartemen premium.
20 Di rongrong perjodohan..
21 Alarm cerewet.
22 Kinanti speechless.
23 Kamu hanya pelampiasan seperti wanita lain.
24 Cuma karyawan rendahan,,
25 Keputusan Kinanti.
26 Aku tak boleh tahu soal apa?
27 Bekerja.
28 Pertama dan terakhir.
29 Sangat cantik.
30 Bahagia tapi juga nelangsa.
31 Maafkan aku.
32 Lebih baik kalian nikah.
33 Di luar ekspektasi.
34 Babi tua.
35 Janji adalah janji.
36 Tekad.
37 Ungkapan terlambat.
38 Sekali ini saja.
39 Dia kan tunangan mu.
40 Kamu boleh pergi sekarang.
41 Kenapa hatinya masih saja merasa gelisah?
42 Tidak ada jalan lain.
43 Kata-kata Amber barusan sukses menamparnya.
44 Daffin bertemu Asri.
45 Serakah.
46 Surat undangan.
47 Masa lalu.
48 Gadis kecil.
49 Baru lihat.
50 Sumpah?
51 Tercengang.
52 Hanya miliknya.
53 Gawat.
54 Benar-benar terkabul.
55 Rambatan nyeri.
56 Motif kelinci dilarang masuk.
57 Menantu keluarga Kalandra.
58 Tengsin.
59 Nggak perlu bentak-bentak!
60 Dulu dan sekarang, beda.
61 Tak tahu apa-apa.
62 Perasaan nya campur aduk.
63 Terbengong-bengong.
64 Kumpulan sosialita.
65 Iba.
66 Kenyamanan yang sangat dia butuhkan.
67 Followers.
68 Gampang tegang.
69 Tidak sabar menunggu.
70 Kenaikan gaji.
71 Sudah jadi masa lalu.
72 Uring-uringan.
73 Aset Daffin yang sangat berharga.
74 Ketiban apes.
75 Butuh informasi.
76 Cukup katakan saja.
Episodes

Updated 76 Episodes

1
Posisi kita sama.
2
Why not?
3
Merasa dikhianati.
4
Sudah pindah.
5
I miss you, Mom.
6
Di jodohkan!
7
Kita sudah berakhir.
8
Tak terlupakan.
9
Secepat itu.
10
Tak sedingin kelihatannya.
11
Itu kan dulu,
12
Bakal sering-sering aku sosor.
13
Terlalu to the point.
14
Nggak dengar apa-apa kok.
15
Ngedate!
16
Tidak menyangka.
17
Jaga dirimu baik-baik..
18
Repot emang jadi orang ganteng.
19
Apartemen premium.
20
Di rongrong perjodohan..
21
Alarm cerewet.
22
Kinanti speechless.
23
Kamu hanya pelampiasan seperti wanita lain.
24
Cuma karyawan rendahan,,
25
Keputusan Kinanti.
26
Aku tak boleh tahu soal apa?
27
Bekerja.
28
Pertama dan terakhir.
29
Sangat cantik.
30
Bahagia tapi juga nelangsa.
31
Maafkan aku.
32
Lebih baik kalian nikah.
33
Di luar ekspektasi.
34
Babi tua.
35
Janji adalah janji.
36
Tekad.
37
Ungkapan terlambat.
38
Sekali ini saja.
39
Dia kan tunangan mu.
40
Kamu boleh pergi sekarang.
41
Kenapa hatinya masih saja merasa gelisah?
42
Tidak ada jalan lain.
43
Kata-kata Amber barusan sukses menamparnya.
44
Daffin bertemu Asri.
45
Serakah.
46
Surat undangan.
47
Masa lalu.
48
Gadis kecil.
49
Baru lihat.
50
Sumpah?
51
Tercengang.
52
Hanya miliknya.
53
Gawat.
54
Benar-benar terkabul.
55
Rambatan nyeri.
56
Motif kelinci dilarang masuk.
57
Menantu keluarga Kalandra.
58
Tengsin.
59
Nggak perlu bentak-bentak!
60
Dulu dan sekarang, beda.
61
Tak tahu apa-apa.
62
Perasaan nya campur aduk.
63
Terbengong-bengong.
64
Kumpulan sosialita.
65
Iba.
66
Kenyamanan yang sangat dia butuhkan.
67
Followers.
68
Gampang tegang.
69
Tidak sabar menunggu.
70
Kenaikan gaji.
71
Sudah jadi masa lalu.
72
Uring-uringan.
73
Aset Daffin yang sangat berharga.
74
Ketiban apes.
75
Butuh informasi.
76
Cukup katakan saja.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!