Ikram memandangi layar ponsel Amber dengan gelisah, Kinanti tak juga mengangkat panggilannya lalu pria itu mendesah seraya menghapus jejak telepon yang tadi sampai benar-benar bersih agar Amber tak menyadari kalau dia baru saja meminjam ponselnya, dia terpaksa melakukan ini demi bisa berbicara lagi dengan Kinanti.
Ikram menceburkan diri ke kolam renang pribadi di rumahnya, melawan dingin yang memeluk tubuh atletisnya. Lalu mengapung dalam diam usai berenang beberapa putaran meski tubuhnya terlihat tenang tapi pikirannya bergerak lincah melompati waktu demi waktu hingga sampai di masa lalu, kembali ke masa-masa kebersamaannya dengan Kinanti Queensha.
Hari itu hujan deras, Ikram melihat Kinanti berteduh di pinggiran sebuah toko saat mobilnya berjalan melambat di jalan itu, dia buru-buru menyuruh Pak Herman menepi mengambil payung dan menyusul Kinanti membujuknya naik ke mobil.
"Kamu nggak sabar nunggu jemputan lagi ya? mungkin sopir kamu lagi kena macet, kamu sih bukannya nungguin aja dulu di sekolah" oceh Ikram sambil melepas jaket yang dipakainya untuk menyelimuti tubuh Kinanti yang menggigil kedinginan.
Kinanti menoleh padanya.
"Terima kasih" katanya sambil berkedip-kedip dan saat itulah Ikram menyadari jika Kinanti memiliki sepasang bola mata yang jauh lebih cantik daripada yang selama ini dilihatnya hanya dengan sepintas lalu.
"Maaf, Mas Ikram. Sepertinya kita nggak bisa nganterin Non Kinan ke rumahnya sekarang, jalurnya di GPS merah semua ini, bisa-bisa kita stuck di jalan"
"Ya udah pulang ke rumah dulu aja Pak" Ikram mengambil keputusan yang sesuai dengan harapan si sopir.
Rumah Ikram sangat besar berbanding terbalik dengan jumlah orang yang menempatinya, kalau saja tak ada sopir pribadi dan dua asisten rumah tangga yang turut menghuninya mungkin rumah itu akan sesepi kuburan. Ayah Ikram yang seorang duda lebih sering menyibukkan dirinya berbisnis sampai Eropa sedangkan kedua Kakaknya berkuliah di Amerika membuat Ikram menjadi satu-satunya majikan di rumah itu sementara waktu.
"Ikram, aku numpang ke toilet ya?"
Ikram mengangguk dan mengantar Kinanti ke kamar khusus tamu.
"Kinan sorry. Mmmhh, kamu lagi datang bulan ya? tembus tuh"
"Hah?" Kinanti memucat.
"Tidak apa-apa, aku cariin gantian buat kamu sekalian aku mintain pembalut ke si Mbak"
Wajah Kinanti bersemu merah, lalu menunduk malu dan salah tingkah.
Ikram pun menutup pintu kamar tamu. Lalu mendesah seraya bersandar di daun pintu memegangi dadanya yang tiba-tiba berdegup kencang.
"Imut sekali" gumamnya sambil senyum-senyum kecil, terpesona wajah cantik itu.
Setengah jam kemudian Ikram mengajak Kinanti makan, Kinanti tampak senang dan lahap menikmati hidangan yang tersaji di meja makan besar itu.
"Habisin aja Kinan" Ikram menyendokkan daging teriyaki dan bebek panggang hingga memenuhi piring Kinanti dan gadis itu betul-betul melahapnya tanpa malu-malu. Seakan baru pertama kalinya menyantap makanan itu.
Melihat Kinanti selahap itu, Ikram pun menghabiskan isi piringnya dengan tak kalah lahap, sudah lama dia tak makan senikmat ini di meja makannya sendiri, apalagi ditemani gadis secantik Kinanti Queensha, gadis yang sudah mengganggu pikirannya sejak pertemuan mereka di TPU Tanah Kusir.
"Sebenarnya, aku tidak pernah membencimu, Kinan" ucapan Ikram membuat Kinanti menoleh kaget saat mereka duduk-duduk santai di sofa setelah kenyang menyantap makan malam.
"Masa? tapi kamu jutek bukan main ke aku, bahkan Amber sampai mengira aku punya hutang yang belum dibayar ke kamu"
Ikram tertawa.
"Aku cuma malu, jengkel kepergok nangis jelek kayak gitu sama cewek secantik kamu" ungkap Ikram pada akhirnya lalu dia terbahak melihat wajah Kinanti merona, padahal Ikram bukan sedang merayunya, Ikram bilang jujur apa adanya kalau Kinanti memang cantik.
Andaikan pertemuan itu bisa diseret ulang, Ikram tidak akan menangis hari itu di depan makam Mamanya, tapi hari itu dia sangat sedih sekaligus marah Papa nya membanting PS kesayangannya gara-gara Ikram ketahuan naik motor ke tempat les, padahal belum punya SIM. Papanya tak tahu saja kalau Ikram sudah lihai naik motor sejak SMP justru Mamanya sendiri yang mengajari.
"Bukan lelaki namanya kalau nggak bisa naik motor" ujar Mamanya yang selebor berbanding terbalik dengan Papanya yang kaku alih-alih disiplin membuat Ikram sangat merindukan masa-masa gembiranya bersama sang Mama hingga menangis sambil memeluk batu nisannya.
"Saking malunya aku nggak nyadar kalau malah jutek ke kamu besok-besoknya. Sorry Kinan"
"Cih, iya muka kamu memang jelek banget pas nangis mewek kayak gitu" Kinanti mencebik tapi kemudian terdiam saat teringat sesuatu.
"Eh, sorry juga tentang kerja kelompok itu"
Ikram terbahak lagi.
"Padahal aku betulan lupa loh, Kinan waktu itu bukannya betulan nggak niat ngerjain. Sumpah! waktu itu aku habis dapat PS baru jadi keasikan main"
Kinanti mendelik.
"Bisa-bisanya kamu nggak ngerjain tugas sepenting itu karena main PS?"
"Iya sorry," Ikram nyengir.
"Telat mestinya kamu minta maaf saat itu kenapa baru sekarang, heh?"
Tetapi Ikram malah mencolek hidung Kinanti dengan krim kue yang menjadi dessert makan malam mereka, Kinanti memekik kesal dan ikut mencolek krim kue ingin membalas namun Ikram gesit menghindar memutari sofa dan Kinanti gigih mengejar Ikram yang berlari menghindarinya, mereka pun berkejaran seperti anak-anak di dalam rumah Ikram yang luas.
Setelah hujan redah, Ikram menghantarkan Kinanti pulang malam itu dengan motor Honda CBR kesayangannya sebab dia sudah mengantongi SIM.
"Pegangan Kinan" Ikram menarik tangan Kinanti. Melingkarkannya ke pinggang dan tersenyum karena merasakan kehangatan tubuh Kinanti di punggungnya.
Ikram memain-mainkan suara gasnya sejenak.
"One, two, three... gooo!" lalu memacunya ke jalanan.
"Ikram" Kinanti mengetatkan pelukannya.
Ikram terbahak merasakan Kinanti ketakutan di belakangnya.
"Pegangan yang kencang, Kinan" Ikram malah menambah kecepatannya.
Sesampainya di depan gerbang rumahnya Kinanti melompat turun dari motor besar Ikram dan melepas helm lalu memukuli lengan Ikram yang malah tertawa seakan pukulan Kinanti itu cumalah gelitikan yang menggelikan, tapi kemudian tawa Ikram terhenti begitu mendengar suara seseorang dari dalam pagar.
"Tolonglah Asri, kami tidak punya apa-apa lagi untuk dijual masa sih kamu tega? Kinan sudah sebulan ini cuma makan telur dan indomie setiap hari, sarden kaleng saja jadi sesuatu yang mewah buat dia. Kinanti memang tak pernah mengeluh soal itu tapi sebentar lagi ulang tahunnya aku ingin memasak yang sedikit layak untuknya. Tolonglah pinjami Kakak uang, nanti Kakak bayar setelah rumah ini terjual"
Ikram tercekat mendengarnya sedangkan Kinanti tampak memucat, lalu terdengar suara pagar sedang dibuka dari dalam secepat kilat Kinanti melompat ke sudut tembok yang gelap untuk bersembunyi.
"Eh, siapa ya?" tanya seorang ibu yang keluar pagar dengan setenteng plastik. Ikram tebak itu ibunya Kinanti karena keduanya memiliki kecantikan yang sama persis. Dan sepertinya Ibu Kinanti keluar hanya untuk membuang sampah.
Ikram melirik ke persembunyian Kinanti. Seketika gadis itu menempelkan telunjuknya di mulut seraya menggelengkan kepalanya pada Ikram.
"Ehm... Sa... saya temannya Kinan, Tan. Kinannya ada? Sa... saya tadi telepon nggak tersambung" Ikram gugup karena berbohong.
"Oh, Kinan belum pulang. Mungkin sebentar lagi kebetulan kemarin ponsel nya kecopetan di Kopaja, makanya nggak bisa ditelepon tapi tadi dia sempat telepon ngabarin Tante pakai ponsel temannya katanya lagi mau dianterin pulang sama temannya itu, kamu mau nungguin dulu? mungkin bentar lagi sampai"
Ikram terkejut karena baru tahu soal ponsel Kinanti yang hilang, tapi kecopetan di Kopaja, sejak kapan Kinanti naik angkutan umum? Ikram mengira ponsel Kinanti sedang kehabisan baterai saat gadis itu meminjam ponselnya tadi.
"Kalau gitu saya pulang saja. Permisi, Tan"
Tapi Ikram tak benar-benar pulang setelah ibunya Kinanti menutup gerbang. Lalu menghampiri Kinanti dengan sorot iba, gadis itu tampak resah dan minder kepadanya.
Ikram menghela nafas.
"Aku nggak dengar apa-apa kok, Kinan" dustanya.
Kinanti justru terseduh, dia tahu Ikram pasti mendengarnya dengan sangat jelas, lalu Ikram berbalik badan membiarkan Kinanti bersandar di punggungnya sambil meluapkan tangis sampai puas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
matcha
pdhl sweet kisahnya sma si ikram2 ini..
2024-09-07
0