Tak sedingin kelihatannya.

"Awas, Kinan. Naksir Ikram tau rasa kamu"

Kinanti naksir Ikram? Hoho. Tak mungkin. Kinanti tak sudi naksir cowok sedingin kulkas itu, pokoknya tidak mungkin hingga pada akhirnya takdir mempertemukan keduanya dengan situasi dan kondisi yang tak pernah Kinanti bayangkan sebelumnya.

sore itu Kinanti bolak-balik melirik Baby - G di pergelangan tangan tapi jarum jam di sana tak bergerak jauh dari angka terakhir yang dilihatnya tadi.

"Pak Kusman lama amat sih," keluhnya mulai lelah sudah hampir sejam dia menunggu tapi mobil pribadi yang biasa mengantar jemputnya tak kunjung tiba.

Kinanti mendongak ke langit senja. Lalu duduk di teras ruko tempat lesnya, semua teman-temannya sudah pulang. Dia gelisah sendirian kemudian menelepon Maminya.

"Mom, kok Pak Kusman tumben telat menjemput aku?"

"Duh. Memangnya Papi belum bilangin Kinan ya?"

"Bilangin apa, Mom?"

Pak Kusman sudah enggak bekerja lagi sama kita mulai hari ini sayang, makanya tadi Papi yang nganterin Kinan sekolah dan ke tempat les"

"Loh, kenapa Mom?"

Terdengar nafas berat Maminya.

"Mobil Kinan harus dijual sayang, maaf"

"Jual mobil lagi? kan yang dua kemarin udah dijual masa tinggal satu dijual juga sih, Mom. Terus aku gimana dong sekolah dan lesnya?"

"Kinan, belajar naik angkutan umum mulai sekarang tapi hati-hati ya awas copet. Tasnya ditaruh depan jangan di belakang, nah buruan pulang sekarang sudah sore ini entar keburu malam"

Kinanti terbelalak saat Maminya menutup telepon, apa-apaan ini kenapa tiba-tiba Mami tega melepaskannya di jalanan ibukota?

Kinanti lalu mengadu kepada Papinya tapi jawabannya di luar harapan.

"Mami betul Kinan mulai sekarang belajar naik angkutan umum ya, tapi jangan taksi karena kamu harus hemat ongkos. Cobalah nanti lama-lama terbiasa"

Kinanti menutup telepon dan berjalan kaki dengan gontai lalu termenung di kursi halte, apa yang terjadi? kenapa semua mobil mereka harus dijual, guci-guci antik dan pernak-pernik mahal yang mengisi rumahnya juga sudah banyak yang berpindah tangan, padahal Kinanti tahu bagaimana dulu Maminya mendatangkan barang-barang itu dari luar negeri untuk dikoleksi.

Apa orang tuanya bangkrut? tiba-tiba Kinanti merasa takut, Kinanti terbiasa hidup mudah dan serba enak sejak lahir, terbiasa naik turun mobil pribadi atau taksi ke mana-mana dan hari ini tiba-tiba saja dia harus naik Kopaja, Kinanti tak pernah membayangkan hal semacam ini bakal terjadi padanya.

Kinanti menelan ludah, membiarkan setiap Kopaja melewatinya, menggeleng setiap kali ada yang menawarinya naik, Kinanti bingung. Takut. Ngeri. Mau naik bagaimana kalau sudah penuh semua? penumpang sudah penuh sesak, tapi dengan tega si kondektur mendesaknya lagi dengan penumpang-penumpang baru.

Sudah sejam Kinanti berdiri di sana, mematung bingung tak tahu harus bagaimana.

"Nungguin siapa sih dari tadi, Mbak?" seorang pemuda yang lengannya dipenuhi tato menyapanya.

Kinanti mundur takut-takut seraya mendekap tasnya kala preman itu mendekat.

"Permisi" kata Kinanti seraya bergegas menyingkir dari sana.

"Mau dianterin aja, Mbak?" seorang pemuda lain menyejajari langkahnya sedangkan suasana sekitar sedang sepi.

Kinanti memucat. Bukankah seharusnya jalanan Jakarta tak sesepi ini? kemana orang-orang dan kendaraan yang seharusnya ramai?

Kurang ajar.

Kinanti mempercepat langkah hingga setengah berlari tapi kedua preman tadi tetap membuntuti nya, pada saat menegangkan itu lah Kinanti melihat mobil yang berjalan sedikit melambat di seberang jalan dan tiba-tiba Kinanti mengenali sosok Ikram di balik kaca jendela mobil yang terbuka setengah dilihatnya, Ikram sedang membuang sesuatu di jalan. Tanpa pikir panjang Kinanti memanggilnya kencang-kencang.

"Ikram" serunya sambil berlari menyeberangi jalan tanpa menoleh lagi, untunglah tidak ada kendaraan yang tengah melintas.

"Ikram" panggil Kinanti sambil berlari mengejar si mobil yang mulai menambah kecepatannya Namun Kinanti tetap mengejar sambil memanggil-manggil meski mobil itu kian menjauh dan akhirnya hilang di sebuah belokan jalan tapi Kinanti tetap berlari mengejarnya, takut kedua preman itu masih mengikutinya.

Akhirnya dia menyerah dan menghentikan pengejarannya dengan nafas tersengal-senggal. Kinanti mengelap keringat yang membanjiri keningnya dengan perasaan lelah, sedih, takut. Haruskah Kinanti berjalan pulang ke rumahnya? dia takut naik angkutan umum yang penuh sesak itu bahkan Kopaja itu tak benar-benar berhenti saat penumpang yang sedang naik atau turun. Bagaimana kalau Kinanti terseret dan celaka?

Kinanti pun menelpon Papinya minta dijemput tetapi ponselnya mati karena lowbat.

"Aaaaagh" pekik Kinanti teramat kesal dan berjongkok di trotoar yang sedang sepi lalu menangis kebingungan.

Di tengah tangisan, seseorang tiba-tiba saja menyentuh pundaknya. Kinanti menjerit dan meringkuk takut mengira preman itu benar-benar menangkapnya.

"Kinan? Kinan? kamu kenapa? ini aku"

Kinanti berjingkat kaget dan mendongak ke atas.

"Ikram" rengek Kinanti sambil menutupi wajahnya yang di banjir air mata, lega sekaligus malu.

Ikram membungkuk dan membantunya berdiri.

"Sorry, aku tadi nggak tahu kalau kamu ngejar-ngejar mobil aku. Pak Herman juga baru sadar pas sudah terlanjur belok di sana. Terus kami buru-buru mencari putaran biar bisa balik ke sini buat nyariin kamu" ucap Ikram dengan nada bersahabat.

"Kamu nggak kenapa-kenapa kan, Kinan?" tanyanya terdengar cemas.

Ikram? mencemaskan nya?

Kinanti menunduk saat tatapan mereka bertemu, tak sanggup menampakan wajah jeleknya di depan orang yang selama ini dimusuhinya, tetapi justru menjadi dewa penolongnya saat ini.

"Ayo, aku antar sampai rumah" ajak Ikram sambil menggandeng Kinanti menuju mobilnya yang menunggu.

Ikram mengambil sebotol air minum dalam kemasan yang masih tersegel di sisi pintu mobil, membuka tutupnya lalu mengulurkan untuk Kinanti.

"Minum dulu terus ceritain apa yang terjadi"

Kinanti menerima dan buru-buru meneguknya lalu menutup kembali botol yang sisa airnya tinggal setengah.

"Aku dikejar-kejar preman yang mau menodong aku terus kebetulan aku melihat kamu tadi pas banget kamu lagi buka jendela, makanya aku panggil-panggil tapi mobil kamu malah ngebut, bukannya berhenti. Aku takut" lalu Kinanti terisak, meski dia sudah berusaha menahan tapi air matanya tetap meluncur jatuh.

"Waduh, ma... maaf Non. Pak Herman minta maaf ya?" sahut sopir Ikram sambil menatap Kinanti lewat kaca spion.

"Bapak tadi nggak tahu kalau tahu nggak mungkin Bapak ngebut ninggalin Non yang lagi dikejar-kejar preman"

"Aku juga minta maaf, Kinan" Ikram berkata seraya mengulurkan sekotak tisu.

"Kalian kan nggak salah, nggak perlu minta maaf" sahut Kinanti seraya mengusap air matanya dengan tisu yang diulurkan Ikram.

"Ya udah yang penting kamu nggak apa-apa dan udah aman sekarang" ucap Ikram menenangkan.

"Tapi ngapain juga kamu di sana sendirian, Kinan? nyari taksi karena sopir kamu telat jemput?" tanyanya kemudian.

Kinanti bungkam. Lalu menggeleng dengan canggung, belum ada yang tahu kalau tak ada lagi jemputan mobil pribadi untuknya dan tak cukup ongkos baginya untuk naik taksi lagi.

Kinanti bingung mau bilang apa sehingga dia mengalihkan topik pembicaraan.

"Eh, aku tadi lihat kamu buang sampah di jalan. Ckckck nggak peduli banget sih kamu sama kebersihan lingkungan?"

Ikram mengerutkan kening mendengar topik pembicaraan Kinanti yang berbelok jauh.

"Ckck,, sok tahu" sahutnya sambil bersedekap dan bersandar di jok.

"Dih, aku tadi lihat kok kamu lagi buang sesuatu di jalan, iya kan? hayo ngaku!"

"Kecoa! aku tadi buang kecoa yang nyasar ke mobil aku, bukan buang sampah, tanya aja Pak Herman kalau nggak percaya"

Pak Herman mengangguk-angguk.

"Benar, Non. Tadi ada kecoa nyasar masuk ke mobil untung Mas Ikram tidak geli sama kecoa, berani menangkap sendiri dan langsung dibuang"

Kinanti seketika mendelik.

"Ke... kecoa? dih tangan mu habis kontak sama kecoa. Te... terus bukain tutup minum buat aku tadi pakai tangan kamu yang habis pegang kecoa?"

Ikram tadinya ingin membantah, tentu saja dia lekas membersihkan tangannya dengan hand sanitizer. Tapi dia justru mengangguk dan tawanya seketika pecah melihat wajah Kinanti merah padam, lalu cowok itu justru terpingkal-pingkal saat Kinanti meninju-ninju lengannya dengan kesal.

Saat tetapan mereka bertabrakan Kinanti baru menyadari jika Ikram ternyata tak sedingin kelihatannya bahkan senyumnya begitu hangat dan juga indah.

Episodes
1 Posisi kita sama.
2 Why not?
3 Merasa dikhianati.
4 Sudah pindah.
5 I miss you, Mom.
6 Di jodohkan!
7 Kita sudah berakhir.
8 Tak terlupakan.
9 Secepat itu.
10 Tak sedingin kelihatannya.
11 Itu kan dulu,
12 Bakal sering-sering aku sosor.
13 Terlalu to the point.
14 Nggak dengar apa-apa kok.
15 Ngedate!
16 Tidak menyangka.
17 Jaga dirimu baik-baik..
18 Repot emang jadi orang ganteng.
19 Apartemen premium.
20 Di rongrong perjodohan..
21 Alarm cerewet.
22 Kinanti speechless.
23 Kamu hanya pelampiasan seperti wanita lain.
24 Cuma karyawan rendahan,,
25 Keputusan Kinanti.
26 Aku tak boleh tahu soal apa?
27 Bekerja.
28 Pertama dan terakhir.
29 Sangat cantik.
30 Bahagia tapi juga nelangsa.
31 Maafkan aku.
32 Lebih baik kalian nikah.
33 Di luar ekspektasi.
34 Babi tua.
35 Janji adalah janji.
36 Tekad.
37 Ungkapan terlambat.
38 Sekali ini saja.
39 Dia kan tunangan mu.
40 Kamu boleh pergi sekarang.
41 Kenapa hatinya masih saja merasa gelisah?
42 Tidak ada jalan lain.
43 Kata-kata Amber barusan sukses menamparnya.
44 Daffin bertemu Asri.
45 Serakah.
46 Surat undangan.
47 Masa lalu.
48 Gadis kecil.
49 Baru lihat.
50 Sumpah?
51 Tercengang.
52 Hanya miliknya.
53 Gawat.
54 Benar-benar terkabul.
55 Rambatan nyeri.
56 Motif kelinci dilarang masuk.
57 Menantu keluarga Kalandra.
58 Tengsin.
59 Nggak perlu bentak-bentak!
60 Dulu dan sekarang, beda.
61 Tak tahu apa-apa.
62 Perasaan nya campur aduk.
63 Terbengong-bengong.
64 Kumpulan sosialita.
65 Iba.
66 Kenyamanan yang sangat dia butuhkan.
67 Followers.
68 Gampang tegang.
69 Tidak sabar menunggu.
70 Kenaikan gaji.
71 Sudah jadi masa lalu.
72 Uring-uringan.
73 Aset Daffin yang sangat berharga.
74 Ketiban apes.
75 Butuh informasi.
76 Cukup katakan saja.
Episodes

Updated 76 Episodes

1
Posisi kita sama.
2
Why not?
3
Merasa dikhianati.
4
Sudah pindah.
5
I miss you, Mom.
6
Di jodohkan!
7
Kita sudah berakhir.
8
Tak terlupakan.
9
Secepat itu.
10
Tak sedingin kelihatannya.
11
Itu kan dulu,
12
Bakal sering-sering aku sosor.
13
Terlalu to the point.
14
Nggak dengar apa-apa kok.
15
Ngedate!
16
Tidak menyangka.
17
Jaga dirimu baik-baik..
18
Repot emang jadi orang ganteng.
19
Apartemen premium.
20
Di rongrong perjodohan..
21
Alarm cerewet.
22
Kinanti speechless.
23
Kamu hanya pelampiasan seperti wanita lain.
24
Cuma karyawan rendahan,,
25
Keputusan Kinanti.
26
Aku tak boleh tahu soal apa?
27
Bekerja.
28
Pertama dan terakhir.
29
Sangat cantik.
30
Bahagia tapi juga nelangsa.
31
Maafkan aku.
32
Lebih baik kalian nikah.
33
Di luar ekspektasi.
34
Babi tua.
35
Janji adalah janji.
36
Tekad.
37
Ungkapan terlambat.
38
Sekali ini saja.
39
Dia kan tunangan mu.
40
Kamu boleh pergi sekarang.
41
Kenapa hatinya masih saja merasa gelisah?
42
Tidak ada jalan lain.
43
Kata-kata Amber barusan sukses menamparnya.
44
Daffin bertemu Asri.
45
Serakah.
46
Surat undangan.
47
Masa lalu.
48
Gadis kecil.
49
Baru lihat.
50
Sumpah?
51
Tercengang.
52
Hanya miliknya.
53
Gawat.
54
Benar-benar terkabul.
55
Rambatan nyeri.
56
Motif kelinci dilarang masuk.
57
Menantu keluarga Kalandra.
58
Tengsin.
59
Nggak perlu bentak-bentak!
60
Dulu dan sekarang, beda.
61
Tak tahu apa-apa.
62
Perasaan nya campur aduk.
63
Terbengong-bengong.
64
Kumpulan sosialita.
65
Iba.
66
Kenyamanan yang sangat dia butuhkan.
67
Followers.
68
Gampang tegang.
69
Tidak sabar menunggu.
70
Kenaikan gaji.
71
Sudah jadi masa lalu.
72
Uring-uringan.
73
Aset Daffin yang sangat berharga.
74
Ketiban apes.
75
Butuh informasi.
76
Cukup katakan saja.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!