Kinanti baru saja memasuki kamar saat ponselnya berdering.
"Halo, Daffin"
"Udah sampai rumah, Kinan?"
Ada rasa hangat yang merambati perasaan Kinanti demi mendengar pertanyaan Daffin, sudah sangat lama tiada orang yang menanyakan hal sarat perhatian semacam itu padanya.
"Baru saja sampai nih"
"Hah? gila baru aja sampai? yang benar aja, Kinan?"
Kinanti tertawa renyah mendengar suara Daffin yang ramai.
"Apa aku bilang kamu bisa sinting kalau nganterin aku pulang tadi, nih buktinya cuma dengar aku baru nyampe rumah jam segini aja kamu udah gila kan?"
"Masa? tapi kok kamu nggak gila, Kinan? padahal tiap hari kamu bolak-balik Jakarta - Depok"
"Belum aja"
Daffin terbahak-bahak hingga Kinanti harus menjauhkan ponselnya dari telinga karena suara tawa Daffin yang keras.
"Pindah sini aja ke apartemen aku sebelum kamu beneran gila, Kinan"
"Kumpul kebo dong?"
"Aku kan ganteng dan kamu cakep, masa visual kayak kita dibilang kumpulan kebo sih?"
Kinanti terkikik, terhibur celotehan Daffin.
"Kinan video call yuk?"
"Nggak, ah"
"Kenapa? insecure kamu Kinan? kamarmu jorok berantakan ya?"
"Sembarangan"
"Terus kenapa dong nggak mau video call?"
"Aku lagi di kamar dan ini area privasi aku"
"Aku kan calon suamimu, Kinan"
"Baru calon belum sah jadi suami"
"Yaelah, Kinan"
"Eh. Btw Daffin soal penawaran kamu kemarin tentang rencana pernikahan kita lebih baik kita bikin kontrak pernikahan hitam di atas putih. The point is, biar aturan dalam hubungan kita nanti jelas jangan sampai ada toxic relationship"
"Apapun yang kamu inginkan, selama kamu merasa nyaman dengan hubungan kita"
Kinanti tersenyum mendengarnya. Ucapan Daffin terasa menyenangkan hati, jawaban lelaki itu tepat seperti yang diinginkannya.
"Terima kasih, Daffin" Kinanti berbisik dengan wajah tersipu, untung saja Daffin tidak melihatnya. Kinanti pun menjitak kepalanya sendiri. Kenapa sikapnya seperti orang sedang pacaran sungguhan saja? jelas-jelas dia sadar dasar hubungan ini seperti apa, sama sekali tidak ada kaitannya dengan romantisme.
"KINANTI QUEENSHA!" bentak Tante Asri sambil mendobrak pintu kamarnya.
"Eh, i... iya, Tan?"
"Budek ya kamu? dipanggilin dari tadi nggak nyahutin punya kuping tuh dipakai" omel si Tante sambil menjewer kuping Kinanti seperti anak kecil.
Kinanti meringis menahan sakit.
"A... aduh... aww... i... iya. Maaf, Tan"
"Buruan bikin kopi sana, dua cangkir buat om Dion dan tamunya! Ngapain aja kamu? enak aja malah ketawa-ketawa teleponan ingat ya kamu tuh di sini numpang jangan sok-sokan capek, mau istirahat segala kayak Nyonya rumah aja. Kerja keras itu emang sudah kewajiban mu buat buat bayar utang pengobatan ibumu yang penyakitan itu, jangan manja sisa hutang kamu masih jauh dari lunas, buruan sana bikin kopi"
Kinanti mengangguk dan menunduk menghindari pelototan Tantenya yang mengerikan lalu mengelus dadanya saat si Tante menutup pintu kamarnya dengan membantingnya hingga menimbulkan suara berdebum keras yang tak enak.
Kinanti terduduk di tepi kasur dan memegangi telinganya yang sakit akibat jeweran tadi, tapi hati dan perasaannya yang terasa lebih sakit.
"I miss you, Mom. I miss you so much" desahnya sambil terisak pelan, dia merindukan ibu yang melahirkannya yang tak pernah mengasarinya seperti ini, baik dengan kata-kata apalagi tindakan.
Kinanti buru-buru menghapus air mata dan bergegas ke dapur, melupakan ponsel yang tadi dia diletakkan begitu saja saat si Tante menyerbu masuk kamarnya, ponsel itu masih aktif menyala tanpa Kinanti sadari sehingga Daffin tanpa sengaja bisa ikut mendengar apa yang baru saja terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments