Kota mati

"Dia mengatakannya padamu?" Danielle menjauhkan kepalanya dari sang adik dan ikut-ikutan duduk dibawah, bersender pada sofa.

Namun Joshua justru menggeleng begitu mendengar tebakan kakaknya, bahkan tanpa banyak berpikir "Bukan. Bukan dia, tapi sesuatu yang membawa kami. Dia adalah keberadaan yang sangat misterius, tapi dia akan selalu menyiarkan kekuatan, perjalanan, maupun pertarungan setiap Debris saat kami masih ada disana. Kalau diingat, pusing sekali. Karena setidaknya ada total empat juta Debris dari seluruh dunia."

Sebuah usapan lembut mendarat diatas kepala Joshua, memberikan upaya penenangan sekaligus penghargaan bahwa sang adik sudah bekerja keras.

Melihat adiknya menjadi lebih rileks, Danielle sekali lagi bertanya "Sesuatu? Bagaimana dia melakukannya?"

Lagi-lagi Joshua menggelengkan kepala "Aku tidak tau, tapi rasanya seolah seluruh sel di tubuhku menerima informasi saja. Oh iya! Karena akan sangat tidak nyaman memanggil eksistensi itu dengan 'sesuatu', aku dan Debris lain sempat bertanya mahluk apa dia."

"Dan?" Tagih Danielle, matanya dengan lekat mengunci tatapan mata mereka. Melebur manik ungu Joshua yang penuh bintang, kedalam matanya yang sepenuhnya berwarna hitam.

Pria berambut biru muda tersebut tampak linglung sejenak, sebelum akhirnya menjawab "Dia bilang ... Orang bumi memanggil mereka dengan sebutan 'Orang Himasan'."

Sebuah bel segera berbunyi didalam otak Danielle Norma.

Sayangnya belum sempat ia bertanya lebih jauh, Adam sudah muncul dengan wajah yang tampak agak tersinggung. Pria berambut emas itu membawa umbi-umbian ungu yang sekilas mirip dengan jantung manusia, lalu memukul main-main kepala lelaki yang lebih muda menggunakan itu "Joshua, setidaknya pasang tabir isolasi saat kau ingin membicarakan orang lain dibalik punggung mereka."

Joshua terlonjak kaget, dia menatap Adam dengan bingung "Eh? Kedengaran?"

Adam sekali lagi memukul kepalanya dengan main-main menggunakan umbi-umbian "Kau lupa aku pernah menjadi dewa di dunia itu?"

"Sial, maaf!" Joshua menyusut kedalam pelukan kakaknya, mencari perlindungan dan dengan sangat sengaja berpura-pura lemah.

"Jangan mengumpat kalau kau meminta maaf" sahut Adam, sebelum mengalihkan tatapannya pada Danielle yang sedang dililit oleh Joshua.

Danielle masih tersenyum seperti biasa, tatapannya yang langsung juga seolah menusuk kepala Adam secara langsung. Pria berambut emas ini mengernyit heran dan bertanya dengan senyum serupa di wajahnya "Kenapa menatapku seperti itu?"

Gadis itu mengusap sayang kepala Joshua secara berulang-ulang dan mengatakan "Adam, pasti berat untukmu."

Mendengar ini, Adam merasa aneh dan tanpa sadar menjawab "Memang. Terlebih jika mengingat manusia memiliki kisah mereka masing-masing, membayangkan mereka diperlakukan sama seperti sapi atau domba membuatku tidak nyaman sampai sekarang."

Setelah mengatakan ini, Adam merasakan ketidaknyamanan ekstrim seolah kepala dan otaknya dibuka selapis demi selapis untuk dipelajari, dengan kondisi matanya yang masih terbuka tanpa sedikitpun rasa sakit. Dia menatap Danielle yang juga sedang menatapnya, mendapati bahwa senyum gadis itu menjadi sedikit lebih lebar dibandingkan sebelumnya.

"Kau tidak perlu merasa bersalah, aku percaya kau pasti melakukannya karena dipaksa oleh keadaan. Lagipula bukankah kau sudah menebusnya dengan melindungi Debris lain menggunakan posisimu sebagai Dewa mereka?" Danielle mengatakan ini karena merasa tidak enak sudah membicarakan luka Adam, padahal pria ini sudah membantunya berkali-kali.

Namun Adam hanya diam di tempatnya dengan linglung.

Pikiran Adam seolah terbang ke awang-awang dan dia tanpa sadar berjalan mendekat, tangannya sudah terulur untuk mengusap rambut Danielle di detik berikutnya. Sayang sekali sebuah bumerang es dengan kecepatan tinggi membuat gerakannya terhenti, memaksa Adam untuk mundur dengan tangan yang nyaris terpotong.

Samuel dengan dingin menangkap bumerang itu kembali dan mengancam "Adam, jangan dekat-dekat Dani."

Danielle tidak ingin melihat mereka berkelahi, oleh karena ktu dia dengan cepat mengalihkan fokus pria berambut hitam ini "Amu, terimakasih sudah menuruti permintaan egoisku."

Melihat senyum bersalah gadisnya, Samuel dengan cepat ikut berlutut di samping sambil diam-diam merebus lengan Joshua "Kau sama sekali tidak egois, Dani. Aku tidak masalah sama sekali."

Mata ungu dua pria itu menatap satu sama lain dengan sengit, seolah menunjukkan wilayah kekuasaan mereka.

"Terimakasih, Amu" ujar Danielle, sebelum melepaskan pelukan adiknya dan berdiri. Tindakan ini membuat pakaiannya yang sudah terkoyak, beberapa bagiannya jatuh kebawah. Adam dengan sadar mengalihkan pandangannya, demikian pula Joshua. Hanya Samuel yang menatapnya dengan terang-terangan tanpa rasa malu.

Dia jelas tau apa yang ada didalam pikiran orang ini, karenanya dia cepat-cepat berkata "Kalau begitu aku akan mandi dulu, permisi. Kalian bisa istirahat lebih dulu."

Krek ... Krek ... Krek ...

Tiga orang pria disana menghentikan semua gerakan mereka, secara kompak melihat keluar jendela. Danielle yang melihat ini sontak mengikuti arah pandangan mereka, dan disambut oleh pemandangan pintu di langit kota yang sudah menghilang, menampilkan langit berbintang yang sudah sangat lama tidak dia lihat. Mungkin karena kehancuran nyaris semua fasilitas satu bulan lalu dan lenyapnya listrik, langit tidak lagi tampak buram.

Namun melihat ekspresi dari tiga pria yang saat ini berada dirumahnya, dia tidak berpikir bahwa ini merupakan sesuatu yang bagus.

"Aku tidak suka ini" keluh Joshua.

"Dani, saatnya pergi. Lupakan saja soal mandi dan cepat ganti bajumu" Adam berlari keluar dan berlutut di tanah, menyerap semua vitalitas yang dia tanam dan menarik kembali para tanaman ke bentuk biji untuk kembali ia telan.

"Dani, ada kota yang ingin kau tuju?" Samuel menanyakan ini dengan santai, sangat kontras dengan kepanikan yang dialami baik oleh Adam maupun Joshua.

Pria itu secara alami memeluk tubuhnya, membuat Danielle bisa merasakan betapa anehnya kondisi kota mereka saat ini "Amu, apakah sesuatu yang buruk akan terjadi?"

Adam masih terus menarik semua tanaman kedalam tubuhnya sendiri, bahkan menunjukkan ekspresi seolah dia ingin muntah karena terlalu banyak menyerap kekuatannya kembali. Sementara Joshua dengan panik berlarian ke sekeliling rumah untuk mengemasi setiap pakaian kakaknya, bahkan tanpa diminta. Sang adik dengan pengertian juga melemparkan salah satu mantel Danielle ke arah Samuel, meminta pria itu untuk memasangkannya pada sang kakak.

Samuel dengan sayang mengecup bibir Danielle sebelum menjawab tenang "Daratan di kota ini akan dilelehkan beserta para manusia, itu saja."

[Ding! Dong! Gelombang pertama permainan Terbanglah ke Surga, sudah berakhir. Seluruh pemain sudah kembali ke posisi masing-masing ...]

Suara kekanakan yang menjadi awal dari seluruh mimpi buruk mereka, sekali lagi terdengar entah darimana. Danielle menatap langit berbintang yang berkelip-kelip dan semakin yakin, suara itu sama sekali tidak berasal dari langit.

"Samuel, Dani! Ayo pergi sekarang!" Teriak Adam dari luar, tanpa repot-repot mengontrol kekuatannya dan memecahkan gelas keramik didekat jendela.

Joshua juga tidak lagi berhati-hati dengan kekuatannya, dan setiap langkah yang ia buat akan memecahkan keramik di lantai. Pria muda itu bersetu "Kakak, aku sudah memasukkan barang-barangmu kedalam tas! Ayo pergi! Samuel, gendong kakakku! Tujuan kita adalah kota B!"

Merasakan Samuel yang sudah bersiap mengangkat tubuhnya, Danielle sontak menghentikan gerakan pria ini "Tunggu, tidakkah setidaknya kita bisa menyelamatkan beberapa orang?"

Langkah kaki tiga pria itu terhenti dan mereka saling bertukar pandangan, seolah sedang berdebat siapa yang akan menjelaskan situasi ini padanya. Adam menghela nafas panjang dan dengan serius berkata "Dani, kita adalah empat manusia terakhir di kota ini."

Angin berhembus saat Adam mengatakan itu, mengantarkan suara geraman rendah binatang buas sekaligus derak bunyi tulang belulang yang terinjak-injak ke telinganya.

"Apa?" Beonya.

Adam memberikan sedikit detail dari penjelasannya barusan "Semuanya sudah dipanggil ke pulau Nisse saat itu, dan tidak ada lagi yang tersisa selain kami."

Samuel memakaikan mantel tadi ke tubuh gadisnya yang seluruh pakaian atasnya nyaris dilucuti, meminta dengan nada manja dan wajah dinginnya "Dani, peluk aku."

Joshua bahkan tidak lagi memiliki respon menyebalkan pada pendekatan Samuel "Kakak, tidak ada waktu lagi. Peluk Samuel lebih erat, kita akan berlari dari sini."

.....

Danielle bisa melihat kotanya dari sini, bahkan pemukiman tempat rumahnya berdiri sebelumnya. Tapi yang dia lihat hanyalah tangan-tangan besar yang tumbuh dari dalam tanah, memukuli apapun yang ada diatas sana tanpa peduli ada mahluk hidup atau tidak. Satu tangan bahkan mungkin bisa menutupi satu komunitas perumahan, bergerak maju dan mundur seolah sedang menepuk lalat.

Tangan-tangan itu memiliki warna segelap langit malam, tersusun rapi dari tulang belulang raksasa yang menumbuhkan sulur gelap seperti pembuluh darah pada jaringan otot manusia. Tidak ada kuku, hanya ada tumpukan sulur gelap yang berkumpul menjadi satu, menambah tingkatan destruktif saat menghancurkan seisi kota.

Jeritan serta auman hewan terdengar nyaring bersama dengan ledakan beruntun dari runtuhnya seluruh bangunan pada satu kota, pemandangan yang membuat bulu kuduk merinding. Bahkan tidak ada puing-puing bangunan yang tersisa, semuanya rata menjadi tanah datar berbatu.

Seolah sudah merasa lega 'menggaruk' bersih properti satu kota, tangan-tangan besar itu terdiam di atas tanah dengan posisi kelima jari yang terbuka lebar. Menengadah seolah sedang berdoa kepada Tuhan, sampai akhirnya mobilitas tangan-tangan itu terhenti sepenuhnya dan membatu. Sulur-sulur gelap yang awalnya menempel secara acak, juga merambat menaiki telapak tangan besar, kemudian menyebar ke semua jari dan membelah diri.

Sebelum mengubah keseluruhan tangan barusan menjadi rimbunan pohon raksasa dengan batang putih dan daun besar yang berwarna hijau kehitaman.

Suara kekanakan sekali lagi terdengar dari kejauhan, membuat pengumuman yang sudah sangat familiar di teljnga mereka berempat.

[Ding! Dong! Proses refresh sudah dilakukan, memproses data permainan ...]

[Hasil permainan sedang dimuat ...]

[Jumlah keseluruhan pemain sudah dimuat ...]

[Ding! Dong! Populasi manusia saat ini: 7.918.634.000 jiwa]

Angka ini membuat kebisuan mereka menjadi lebih mengerikan dibandingkan sebelumnya, karena mereka tau jelas apa yang mewakili angka-angka itu. Populasi umat manusia di seluruh dunia.

Dalam satu gelombang terbukanya pintu pertama, lebih dari delapan puluh juta manusia sudah mati dari seluruh dunia. Manusia benar-benar mati semudah itu?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!