'Manusia'

Bau asin lambat laun menjadi lebih dan lebih kuat, hanya ada bunyi gemerisik nyiur kelapa dan debur ombak yang lembut. Pasir mulai beterbangan karena kuatnya angin malam, menusuk kedua mata Danielle yang membuatnya sontak memejamkan mata dan menutupi wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya sendiri.

Seolah tidak pernah mendengar kalimat sebelumnya atau memutuskan untuk pura-pura amnesia, Samuel membalik tubuh Danielle agar menghadap ke tubuhnya sendiri sebelum lanjut memeluknya erat-erat dengan sayang. Bahkan tidak memedulikan bau darah pekat yang berasal dari pisau daging yang terus dibawa Danielle, pisau itu masih bersarang rapi di linggangnya,dengan pmbungkus kayu yang mungkin baru saja di tumbuhkan oleh Adam.

Samuel lantas kembali melayangkan tatapan penuh kebencian pada orang ini.

Adam yang menerima tatapan kebencian sebenarnya masih ingin terus berpura-pura menjadi batu, tapi dia tidak tahan lagi dengan ketidakpedulian Samuel yang seolah ingin mengajak Danielle agar mati bersamanya. Pria berambut emas tersebut dengan mantap menghampiri keduanya, lalu menepuk pundak Samuel dengan cara yang bersahabat.

"Dengar, kita harus-"

Samuel memotong perkataannya dengan menikam leher Adam menggunakan pisau airnya, tapi sepertinya dia lupa bahwa Adam juga Debris sama seperti dirinya. Pisau air ini beradu dengan kayu jati yang ditumbuhkan Adam melalui tulang selangka, membuat pisau ini tersangkut dan diserap oleh tubuh Adam, yang memiliki kemampuan tipe tanaman tanpa harus memerlukan banyak usaha.

"Kubilang ... Dengar" ujar Adam dengan wajah tersenyumnya, penuh penekanan.

Sepasang mata ungu mereka beradu, yang jika diperhatikan lebih detail maka warna ungu pada mata Samuel tampak lebih gelap dengan percikan biru pucat serta perak di sekitar pupilnya. Adam juga balas menatapnya dengan warna mata yang menjadi lebih dan lebih cerah, sebelum keduanya memutus kontak mata ini dan melayang ke udara tanpa bicara lagi.

Sama-sama tak bersuara karena seperti yang dibilang Adam ... Dengar.

Diantara suara debur ombak yang menguat karena angin malam, samar-samar mereka mendengar suara nyanyian yang sangat janggal. Itu adalah suara pria yang sedang bersenandung, dan sepertinya berasal dari kejauhan. Disusul dengan bau manis dari buah segar yang tersamarkan oleh wangi laut, bintang yang dipantulkan oleh permukaan laut yang bergolak juga lama-kelamaan menjadi kabur saat ombak yang sebelumnya lurus, kini berubah menjadi bentuk kotak-kotak dengan permukaan air yang turun secara drastis.

Adam dan Samuel yang sama-sama Debris, langsung mengenal siapa ini.

Karena begitu keduanya berbagi pikiran yang sama, tanah beserta laut dibawah sana mengalami guncangan hebat. Sampai-sampai mampu merobohkan barisan pohon kelapa di sepanjang garis pantai, beberapa orang yang tampaknya Debris seperti keduanya juga ikut melayang dari pulau kecil tempat mereka berdiri sebelumnya. Masing-masing dari mereka juga sedang menggendong seseorang seperti Samuel, sayang sekali jumlah Debris dibandingkan manusia biasa adalah 1:1000. Jadi dari ratusan orang yang dipanggil kemari, hanya ada tiga Debris selain Samuel dan Adam, menjadikan Samuel sebagai satu-satunya pihak yang menggendong seseorang.

Semua Debris bermata ungu ini menatap satu sama lain dengan kewaspadaan maksimal. Dari posisi mereka melayang, terdengar jeritan orang-orang lain yang tidak bisa melakukan apapun karena tidak memiliki Debris yang mau membantu mereka.

Hanya terdengar jeritan serta teriakan putus asa, sebelum semuanya hening dan suara pria yang bernyanyi tadi juga terhenti. Menyisakan kabut darah yang sontak digulung oleh ombak, seluruh pulau terendam oleh air dan menyalu semua mayat menuju kedalaman laut.

Dari tengah laut, seseorang tiba-tiba berdiri.

Tidak jelas apakah dia pria atau wanita, tapi seluruh tubuhnya tertutupi oleh sisik biru yang berkilauan dengan pinggiran sirip yang keperakan. Ada kristal biru yang menyala di tengah dahinya, telinganya berbentuk seperti sirip dengan duri yang tajam. Mahluk itu hanya memiliki satu tangan yang mirip dengan manusia sementara sebelah tangan lain yang tersusun dari tulang belulang hitam yang terhubung oleh selaput renang semi transparan. Dia tidak memiliki rambut, hanya ada tulang tengkorak besar yang membungkus setengah kepalanya seperti dunkleosteus.

Danielle menatap lurus pupil matanya yang membentuk garis lurus pada mata putihnya, tampak mulai merasa merinding akan perbedaan ukuran mereka dan bertanya pada Samuel "Ada rencana?"

Namun yang menjawabnya adalah Adam "Tidak. Dia mungkin mengerikan, tapi dia sama sekali tidak agresif."

Pria berambut emas tersebut melakukan penghormatan kepada orang laut ini sebanyak satu kali, lalu membuat lingkaran cahaya berwarna putih yang kemudian ditumbuhi oleh daun teratai besar. Adam memberikan gestur pada Danielle agar menjauh dari pelukan Samuel dan berdiri diatas daun yang sudah dia tumbuhkan, gadis tersebut tentu dengan mudah melompat dari pelukan Samuel dan dengan mantap berdiri diatas sana.

Samuel mungkin bajingan, tapi bukan berarti dia tidak belajar dari kesalahan. Begitu dia merasa Danielle meronta sedikit ssja, dia langsung membiarkannya pergi dari pelukannya. Pria itu hanya melemparkan pisau air pada Adam sebagai bentuk kekesalannya dan mengancam "Aku pasti akan membunuhmu."

Namun Adam hanya menggeleng dan menangkis serangan ini dengan ringan, karena dia tau Samuel tidak bersungguh-sungguh ingin membunuhnya disini.

Tidak saat ada Danielle yang melihat mereka berdua tanpa mengatakan apa-apa.

Danielle justru lebih memilih untuk memperhatikan orang laut ini yang juga sedang menatapnya dengan tenang, sebelum kembali bertanya "Apakah dia mengerti bahasa kita?"

Kali ini Samuel adalah pihak yang menjawabnya "Tentu. Bagaimanapun juga orang hi-"

Mahluk itu memukul telak tubuh Samuel hingga tenggelam jauh ke dasar laut, memutus apapun yang ingin dikatakan pria itu. Hanya ada genangan darah yang tersebar di telapak tangan orang laut ini, dampak pukulannya begitu besar mengingat bahwa tubuh manusia biasa hanya seukuran dengan satu ruas jarinya saja. Suatu keajaiban jika tubuh Samuel tidak hancur menjadi pasta daging setelah menerima pukulan yang memiliki daya ledak seperti meriam.

Debris lain tentu tidak menduga bahwa mahluk yang biasanya ramah ini justru menjadi agresif dan langsung menyerang mereka tanpa peringatan, semuanya seketika menjaga jarak sejauh-jauhnya dari orang laut sembari mulai mengumpulkan kekuatan mereka untuk balas menyerang. Termasuk Adam yang mulai menumbuhkan bunga-bunga karnivora raksasa, sekaligus sulur yang mengkilap dengan duri tajam dari telapak tangannya.

"Adam! Tidak bisakah kau langsung menyerangnya dengan kekuatan cahaya?!" teriak salah seorang Debris wanita berambut putih, dengan ratusan kilat berbentuk panah yang mengelilingi setiap jengkal tubuhnya.

"Lena, kau tau jelas kekuatan cahaya bersifat menyembuhkan! Kau mau membuat Nisse ini menjadi semakin kuat?!" balas Adam sembari berusaha membuat bunganya menjadi lebih besar dan agresif, kedua telapak tangannya seketika mulai berubah menjadi hijau gelap.

"Lena, kau serang  telinganya! Aku dan Adam akan menyerang matanya!" sahut debris lain yang sudah tertutupi oleh armor batu, dengan puluhan batu-batu tajam seukuran bola basket yang melayang bersamanya.

"Tunggu tanda dari Samuel, Gio!" balas Lena.

"Dani, menjauhlah dari sini!" teriak Adam sambil mengayunkan sebelah lengannya, mendorong pergi lingkaran cahaya yang menopang Danielle sangat jauh dari mereka.

Danielle melihat dengan tenang saat permukaan laut yang semula ribut dan berisik, dalam hitungan detik seketika berubah menjadi es raksasa yang mencuat. Mengurung dan merobek sebagian besar jaringan kulit perut orang laut, membuatnya berteriak sangat keras hingga seluruh es yang mengurungnya hancur.

Samuel segera melompat keluar dari celah retakan tersebut dengan tubuh yang sepenuhnya sudah tertutup oleh kabut es, pria berambut hitam ini berlari mengelilingi irang laut yang sebesar gunung dan tanpa jeda menembakkan peluru es raksasa sekaligus menendang pecahan es di laut ke arah dadanya. Menimbulkan hujan darah yang sangat deras dan mengguyur para Debris yang mengelilingi Nisse.

Baik itu Adam, Lena, juga Gio tentu tidak tinggal diam dan melancarkan serangan mereka. Menggempur Nisse dengan hujan panah guntur, batu, tombak es, juga tanaman yang menggerogoti tubuhnya dalam kecepatan yang sangat tidak manusiawi. Memperparah hujan darah yang mampu mengubah warna air laut.

Dia berteriak dan seluruh sisik di tubuhnya mulai mengembang hingga nyaris terkelupas, menandakan bahwa dia amat sangat marah. Dari setiap celah sisiknya inilah muncul para siren dengan tubuh bagian bawah yang seperti belut, semuanya menangis dengan suara melengking bersama Nisse. Seolah sedang memohon pada Tuhan agar mengirimkan pembalasan pada manusia yang menyerang mereka tanpa perasaan dan menghancurkan ekosistem mereka.

Berkat teriakan inilah keempat Debris itu menjadi linglung sejenak dan oleng, membuat para siren memiliki kesempatan untuk melompat ke arah mereka dan mulai menggerogoti tubuh mereka hidup-hidup. Jeritan Nisse bersama para siren, tercampur dan menenggelamkan jeritan kesakitan para Debris yang jelas masih manusia.

Ini adalah penyiksaan dua arah.

Adam mulai menumbuhkan tanaman beracun di seluruh permukaan kulitnya, Gio yang menumbuhkan pasak batu di seluruh armornya, Lena yang melapisi seluruh tubuhnya menggunakan guntur hingga membakar semua pakaiannya, juga Samuel di bawah sana yang melapisi seluruh tubuhnya dengan air mendidih. Membunuh siren yang masih ngotot memakan mereka hingga tumbang satu persatu, yang langsung digantikan oleh siren baru.

Jika ada satu siren yang mati, maka akan ada dua siren lain yang menarik tubuhnya untuk mereka makan. Sementara beberapa siren lain akan langsung menyerang para Debris dan menggerogoti tempat apapun yang bisa dicapai oleh taring mereka. Terus mengulangi aksi kanibalisme serta penyiksaan ini selama entah berapa lama.

Danielle menatap ini dengan pupil bergetar. Merasa bahwa jika setelah mati dan neraka adalah tempat yang menunggunya, maka pemandangannya pasti tidak akan jauh berbeda dari ini.

Gadis itu menatap penyiksaan ini tanpa berbuat apa-apa, hanya otaknya saja yang mulai bekerja. Semilir lembut angin mulai membelai rambut terurainya yang sudah berantakan, mengantarkan bau darah dan amis yang makin lama makin kuat.

Dengan pikiran yang sudah penuh dan perut yang terasa dililit, Danielle melesat pergi tanpa ragu dari tempat pembantaian.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!