Adam melihat pemandangan yang sangat familiar saat dia tiba-tiba 'dinaikkan' oleh eksistensi yang dulu pernah menariknya dari bumi, sebuah menara energi yang amat sangat tinggi dan tidak bisa dia sentuh sama sekali. Berbentuk agak mirip dengan candi tapi dengan inti yang menyala dan sepertinya tidak terbuat dari material bumi yang ia ketahui.
"Adam" ia menoleh begitu mendengar seseorang yang memanggilnya, sebelum bersitatap dengan pria muda berambut biru dan memiliki mata ungu sepertinya.
"Joshua, kau juga?" tanyanya dengan senyum ramah.
Yang dipanggil Joshua hanya mengangguk sebelum kembali mengamati inti biru menara energi, bersama ratusan ribu Debris lain yang dipanggil kemari. Inti tersebut masih sama seperti yang mereka lihat saat pertama kali dipanggil, masih mati dan memiliki retakan disana-sini. Tapi kali ini, retakannya berkurang sedikit dari yang mereka semua ingat, membuat para Debris bertanya-tanya ada apa dengan semua ini menggunakan bahasa negara mereka sendiri.
Sebelum semuanya merasakan panas yang membakar kedua mata mereka, dan secara refleks menutupi wajah seperti yang sudah-sudah. Dan begitu mereka membuka mata, mereka sudah kembali ke dunia yang mereka sebut rumah.
Adam sudah berada di halaman rumah Danielle, beradu pandang dengan Myrtilla yang bergoyang-goyang dan melemparkan satu dua duri besarnya ke sembarang arah. Jantung Adam sontak berdetak kencang dengan cara yang menyakitkan, dia melihat kesana kemari, pada pemandangan yang sudah jauh dari layak disebut sebagai 'zona layak huni'.
Adam kembali fokus pada Myrtilla yang terus bergerak gelisah tanpa bisa menumbuhkan mata. Tampaknya salah satu anaknya sudah kehilangan jejak Danielle, raut wajah Adam sontak menggelap. Pria itu dengan mudah melayang secara lambat dengan sosok yang terbungkus halo berwarna emas, hanya untuk dikejutkan dengan perubahan setiap mahluk hidup yang ada di permukaan bumi.
Binatang aneh seperti miacis yang sedang memanjat pohon, taytalura alcoberi (leluhur kadal), titanomyrma yang berbaris di tanah, holorusia mikado yang beterbangan dengan kelompok besar, juga titanoboa di kejauhan yang tampak berusaha merobohkan rumah tiga lantai. Bumi sudah banyak berubah bahkan hanya dalam waktu kurang dari enam jam.
Ini artinya akan ada lebih banyak lagi yang mati, bahkan sebelum pintu di langit terbuka untuk yang kedua kali.
Namun kejutan yang dia rasakan tidak bertahan lama.
Dia mengumpulkan cahaya tujuh warna di ujung jari telunjuknya, mengarahkannya secara langsung ke permukaan tanah yang sudah menghitam dan menumbuhkan lumut karnivora setinggi lima senti. Seperti yang semua orang tau, lumut bisa menjadi penunjuk arah karena selalu mengarah ke barat. Jika itu lumut biasa, maka dia tidak akan bisa memberikan informasi apa-apa selain arah mata angin. Tapi ini adalah lumut yang ditumbuhkan oleh Adam, tentu ada perbedaan.
"Dimana Dani?" tanya Adam pada kelompok lumut yang bergoyang-goyang.
Lumut itu bergetar sejenak, sebelum memuntahkan spora merah berkilau yang secara bergantian membentuk garis ke arah kepergian Danielle. Adam serta merta menepuk tangannya satu kali dan melenyapkan lumut barusan, bermanuver ke arah dimana tetangganya kemungkinan berada saat itu juga.
Dia segera mendapati sosok Danielle yang bersimbah darah, rasa panik segera menyergapnya dan dia terbang dalam ketinggian tepat diatas tanah. Gadis itu tampak tidak menunjukkan gejolak emosi apapun meski melihat Adam yang sedang terbang menukik ke arahnya, Danielle justru tersenyum lembut dan melebarkan kedua lengannya tanpa melepaskan pisau daging yang masih meneteskan darah segar.
"Adam" sapanya.
Sepasang lengan kokoh Adam segera memeluk pihak lain saat itu juga dengan cahaya hijau yang sangat familiar bagi keduanya, segera semua luka dan rasa lelah pada tubuhnya hilang tanpa sisa. Adam tampak gemetar ketakutan meski Danielle sudah tampak normal kembali, pria itu sepertinya mengalami shock hebat seolah dia memilki trauma.
Ini membuat Danielle menangkap sesuatu dan bertanya "Bagaimana Eva?"
Pelukan pria ini justru menguat, tanpa dijawab sekalipun sudah jelas bahwa wanita yang dia sebut namanya itu sudah lama tiada.
Ini adalah kisah lama, yang manis dan penuh cinta. Eva adalah nama kekasih Adam sejak keduanya kuliah, meski orangtua Adam tidak menyukai gadis itu dan terus memaksa Adam untuk putus dengannya tanpa henti sejak awal keduanya bersama. Sampai tiba-tiba Adam dan Eva menghilang, lima tahun lalu.
Awalnya semua orang termasuk Danielle sendiri, menganggap bahwa keduanya pasti memutuskan untuk kawin lari. Sampai sebulan lalu Adam tiba-tiba kembali seorang diri dengan kekuatan yang sangat ilahi, dan menghancurkan dugaan Danielle terhadap dua sejoli ini.
Melihat betapa kontrasnya Adam dari sejak terakhir kali Danielle mengingatnya, maka jelas bahwa 'dunia lain' itu amat sangat berbahaya. Mustahil bagi Eva untuk bertahan dalam medan sesulit itu bahkan untuk sebulan pertama disana, dan akan lebih mustahil bagi Adam untuk melindungi kekasihnya dalam hidup semacam itu.
Karena Eva memiliki penyakit kronis yang sangat berbahaya sejak awal.
"Maaf, apakah aku sudah keterlaluan?" tanya Danielle pada akhirnya, yang disambut dengan sebuah gelengan kepala.
"Tidak apa-apa, itu cerita lama" ujar Adam, sembari melepaskan pelukan mereka dan menunjukkan senyum ramah seperti biasa.
Adam mendadak berlutut tanpa diminta, memastikan apakah kaki Danielle yang berdarah sudah sepenuhnya disembuhkan oleh kekuatannya. Untung saja kali ini iya, Danielle juga tidak menunjukkan sedikitpun reaksi penolakan akan kekuatannya. Pria itu memastikan apakah jaringan tubuhnya sudah benar-benar pulih sebelum kembali berdiri, menawarkan tangannya pada Danielle.
"Ayo pergi" ajaknya.
"Kemana?" Tentu saja pertanyaan ini yang akan dilontarkan oleh Danielle pada si pria, tapi tetap menanggapi uluran tangan yang sangat sopan ini.
Adam hanya tersenyum dan menarik tubuh Danielle lebih dekat ke dadanya sendiri, memeluk pinggangnya dengan hati-hati sebelum menjawab "Ke Surga."
Dalam hitungan detik, Adam membawanya terbang lurus ke atas tanpa mengatakan ada apa. Tapi begitu Danielle membuka mata, dia hanya bertemu pandang dengan wajah tersenyum Adam.
Juga pintu perak yang hanya berjarak sepuluh kaki dari mereka, dan dalam keadaan yang sudah terbuka.
Mulut Danielle baru saja akan terbuka untuk melontarkan pertanyaan, saat tiba-tiba suara kekanakan kembali berbunyi.
[Ding! Dong! Semua pemain sudah ada di posisi, permainan 'Terbanglah ke Surga' akan segera dimulai!]
[Ding! Dong! Dalam waktu tujuh puluh detik, semua pemain diharapkan sudah berada diluar bangunan apapun yang terjadi!]
[Hitungan mundur dimulai dari sekarang! Tujuh puluh ... Enam puluh sembilan ...]
Kalau ini adalah waktu pertama para manusia mendengarnya, tentu mereka masih akan sesumbar tentang keimanan serta ideologi mereka. Tapi setelah melihat sendiri tragedi yang merenggut orang-orang tersayang mereka, tentu saja mereka tidak mau mengalami gelombang kedua. Semua orang dengan patuh keluar ruangan, sebagian besar dari mereka memegang senjata sementara sebagian lagi tidak.
Danielle menatap pintu perak yang berada tepat diatas kepalanya, memastikan apakah suara hitungan mundur ini berasal dari benda yang sudah setengah tahun menutupi langit mereka.
Namun ternyata tidak.
Suara itu tidak berasal dari pintu sama sekali, bahkan dari posisi mereka saat ini suaranya juga tidak terdengar sekeras sebelumnya. Jadi darimana suara itu berasal? Apakah laut? Gelombang udara? Tanaman hidup? Atau ... Tanah tempat mereka berpijak sebelumnya?
Danielle melayangkan pandangannya pada orang-orang dibawah sana yang juga sedang menatap mereka, menyadari bahwa semua orang sudah keluar dari tempat persembunyian mereka.
[... Dua ... Satu!]
Setelah suara itu berhasil menghitung mundur, ada barier tipis yang melingkupi semua bangunan tanpa terkecuali. Mengejutkan setiap orang yang bahkan tidak berani memastikan sedang berada di situasi macam apa mereka ini. Tapi setelah menunggu beberapa saat dan tidak ada yang terjadi, kerumunan segera mulai menjadi tenang.
Sampai suara kekanakan itu terdengar kembali, dan kali ini ... Menjadi lebih 'manusiawi'.
[Eh ada apa ini? Kok tidak ada yang mati disini?]
Semua orang langsung merinding dan gemetaran.
Sesuatu itu terdengar mendesah kecewa sebelum kembali berbicara dengan suara yang menggema di kepala setiap manusia [Hanya ada 500.000 pintu di kota ini yang bisa diakses, dan ada 540.000 dari kalian. Kenapa kalian sering sekali beranak? Dasar hama menjijikkan.]
Kalimat terakhir tampaknya cukup personal, bahkan sudut bibir Adam tampak berkedut mendengar ini.
[Ding! Dong! Memicu permainan kecil 'Kesempatan mengetuk pintu hanya satu kali'. Setiap pemain, harap agar segera 'Terbang ke Surga']
Dengan berakhirnya pengumuman ini, setiap mahluk hidup selain manusia di atas permukaan tanah mulai menjadi gila. Terutama holorusia mikado yang langsung terbang ke arah para manusia yang sudah berada diluar bangunan mereka, menimbulkan gelombang kepanikan kedua karena tidak adanya bangunan yang bisa menaungi mereka semua.
Adam dan Danielle mengamati semua ini dari atas tanpa mengatakan apa-apa, lalu mengalihkan pandangan mereka ke arah lain.
Hanya untuk mendapati sepasang mata ungu berkilauan yang juga sedang menatap mereka dari ketinggian yang sama.
Danielle terkejut, tapi pihak lain tampaknya jauh lebih terkejut dibandingkan dia.
...Samuel...
Adam yang sudah lama mengenal Danielle juga tampaknya tidak menduga kemunculan pria itu, mungkin karena dia tidak mengira orang ini akan muncul lebih dulu dibandingkan orang lain yang baru-baru ini dia temui.
"Samuel" sapa Adam dengan senyuman, mengindikasikan bahwa ini hanya kesalahpahaman.
Danielle sendiri tidak mengubah sedikitpun raut wajahnya, menatap tenang pria yang paling lama bersamanya selain adik dan orangtuanya. Menerima mata yang masih penuh luapan emosi serupa sejak terakhir kali mereka bertemu, lima tahun lalu.
"Dani, siapa orang itu? Kenapa dia menyentuhmu?" tanyanya dengan ekspresi yang membeku, hanya matanya saja yang penuh dengan perasaan yang hanya bisa dibaca oleh gadis itu.
"Kau mengenalnya dengan baik, Samuel" jawabnya, tanpa sedikitpun melonggarkan pelukannya dengan Adam.
"Samuel?" pria itu mengulang namanya sendiri dengan wajah yang tampak semakin mengerikan.
"Kau tidak pernah memanggilku dengan nama itu sebelumnya, Dani" dia mengatakan ini sebelum melesat ke arah mereka dalam kecepatan yang tidak bisa diikuti oleh matanya.
Samuel tidak mengatakan apapun lagi dan langsung memotong satu lengan Adam yang masih memegangi Danielle.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments