Danielle tenggelam lemas dengan tangan yang masih menggenggam taring siren yang barusan dia gunakan, wajahnya tampak masih setenang biasanya bahkan saat melihat bahwa orang yang pertama kali mendekat adalah Samuel, mantan pacarnya.
Dengan sisa tenaganya, Danielle mencoba mengapung dan sebisa mungkin menghalau para siren yang sudah mulai memegangi lengan dan kakinya. Lalu dengan lemas membiarkan dirinya tenggelam lebih jauh dalam dinginnya laut beserta siren yang masih menolak untuk melepasnya.
"DANI!!" Samuel menembakkan peluru mendidih tersebut pada kepala siren yang mengerubungi gadis itu dan dengan cepat memeluknya, membuat dirinya sendiri menjadi bantal.
"Dani, apa kau baik-baik saja?!" Paniknya, meski dia sendiri sudah jelas bahwa Danielle yang manusia biasa tidak akan mungkin bisa bertahan lama dengan luka separah ini.
Ada luka robekan besar di perut sebelah kiri yang terus mengeluarkan darah, demikian pula hidung serta sudut mulutnya yang juga berdarah, serta beberapa pola gigitan di lengan bagian atas juga kaki kurus Danielle yang selalu bersih tanpa noda sedikitpun.
Yang ditanya memilih untuk menatap wajah cemas Samuel yang sudah tampak sangat berantakan, lalu memilih untuk duduk sambil terus memegangi perutnya. Dengan sadar menjadikan dada bidang orang ini sebagai sandaran dan pahanya sebagai tempat duduk, mata hitamnya menatap tenang para siren yang masih meraung-raung sedih dan berusaha menangkap mereka, walaupun sudah dihujani tanaman karnivora oleh Adam.
Danielle jelas akan perasaannya yang masih mencintai Samuel, demikian pula perasaan pria itu padanya. Tapi perasaan Samuel padanya terlalu berat, menuntut dan mulai membebaninya. Ketergantungan, posesif, juga skinship yang konstan antara keduanya selama beberapa tahun nyatanya sama sekali tidak bisa memuaskan Samuel. Pria itu menginginkan sesuatu yang lebih, seolah jika dia tidak bisa melihat Danielle dalam jangka waktu tertentu maka dia akan sangat sakit dan menderita.
Hubungan mereka berjalan selama bertahun-tahun bahkan sampai Danielle mulai menjalani ujian masuk perguruan tinggi, saat itulah Samuel mengusulkan untuk kuliah bersamanya. Agar dia bisa setiap hari melihat Danielle tanpa harus berpisah, yang tentu saja ditolak olehnya mengingat kondisi tubuh Samuel yang agak istimewa. Tapi bukannya menerima atau memprotesnya, Samuel justru mengatakan bahwa jantungnya sakit lagi dan berharap agar Danielle bisa menemaninya.
Pada saat itulah Danielle menyadari bahwa perasaan Samuel padanya sudah mulai bengkok ke arah yang tidak sehat, dan memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka saat itu juga meski merasa sangat tidak rela. Bagaimanapun juga keduanya sudah bersama dalam jangka waktu yang sangat lama, bahkan sudah mencapai tahap dimana mereka sudah mengetahui preferensi seksu*l masing-masing.
Pada saat itu, hujan sedang turun.
Dan Samuel menangis sambil berlutut padanya agar mereka tidak berpisah, bahkan mulai merangsang jantungnya sendiri sampai pada tahap pria itu memuntahkan seteguk darah segar untuk pertama kalinya, menggunakan cara apapun agar membuat Danielle tetap di sisinya.
Meski harus melukai dirinya sendiri.
Meski harus menyiksa dirinya sendiri.
Meski Danielle hanya bersamanya karena merasakan simpati.
Danielle mengalihkan fokusnya pada Samuel kembali, lalu mengulas senyum saat memanggil "Amu ..."
Panggilan ini sontak membuat tubuh Samuel menjadi kaku, mata ungunya menatap mata Danielle dengan tatapan penuh arti. Karena itu adalah nama panggilan yang diberikan Danielle padanya sejak mereka masih kecil, juga nama yang terus dipanggil Danielle saat keduanya masih bersama sebagai pasangan.
Ingatan Danielle melayang pada waktu tiga minggu setelah bersikeras memutuskan Samuel, dia mendapatkan kabar bahwa pria ini mengalami serangan jantung dan meninggal.
Bisakah kalian membayangkan apa yang ada didalam pikiran Danielle pada waktu itu?
Gadis tersebut menguseli dada Samuel seolah sedang mencari kehangatan, lalu bertanya "Maukah kau melindungiku?"
"......"
Tanpa menjawab apapun, Samuel membekukan bagian laut manapun yang terdapat siren. Lalu menarik es tersebut ke atas, menombak para siren itu hidup-hidup seperti sate belut dan menyatukan satu tombak es dengan yang lain, merobek para siren ini dari dalam. Seperti yang mereka lakukan pada Nisse sebelumnya.
Gio dan Lena yang memusnahkan para siren dengan santai, tapi secara tiba-tiba disuguhi pemandangan sate ikan seperti ini tentu tidak bisa mengatakan apa-apa karena mengalami konflik internal. Keduanya secara serempak menatap Samuel yang sedang menguyel-uyel gemas Danielle yang berada didalam pelukannya, lalu mengalihkan tatapan aneh mereka pada Adam.
Tanpa harus mendengarkan pertanyaan keduanya, Adam menjawab singkat "Dia bukan pacarku."
Mereka langsung memberikan tatapan simpatik.
Adam yang mendapatkan tatapan ini tentu saja merasa kurang nyaman dan mengalihkan pembicaraan "Dibandingkan itu, Lena ... Apa kau tidak kedinginan?"
Seolah baru teringat sesuatu yang sangat penting, raut wajah Lena segera menjadi kosong dan dia berkata dengan nada datar "Kau benar .... Aku baru ingat kalau aku telanjang."
Wanita itu menatap wajah Adam yang memang selalu memasang senyum menyejukkan, tampak sudah terbiasa melihat tubuh wanita dan tidak menunjukkan reaksi apa-apa mengingat identitasnya sebagai dewa di dunia sebelumnya. Lena segera mengalihkan matanya pada Gio yang memberikan tatapan penuh penilaian padanya, wanita berambut putih tersebut langsung marah "Apa lihat-lihat?!"
"Si tolol" umpat Gio, sebelum mengalihkan pandangannya ke arah lain dengan jijik.
"...." benar, dia sempat lupa bahwa Gio adalah pelangi.
Oke, setidaknya dia aman. Tapi kok rasanya seolah dia sedang menerima penghinaan secara terselubung?
"Adam! Berikan aku pakaian!" pintanya dengan nada setengah memaksa.
Untung saja Adam adalah pria yang sangat sabar, jadi dia segera menumbuhkan dedaunan paling lembut yang pernah dia tau dan menjahitnya dari jarak jauh menggunakan sulur tanaman, secara langsung pada tubuh Lena. Wanita itu memutar-mutar tubuhnya di udara dan mengangguk puas, lalu mengucapkan terimakasih atas pakaian sementara ini.
Seolah sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi, ketiga Debris menatap langit secara bersamaan. Mendengarkan suara statis yang disusul oleh suara kekanakan dari pengumuman sebelum mereka memasuki permainan survival 'Terbanglah ke Surga'.
[Ding! Dong! Permainan babak pertama dari 'Terbanglah ke surga' sudah selesai! Pemenang pertama dari kota S Negara Indonesia, peserta 500.000 orang dengan survivor 5000 orang!]
[Ding! Dong! Permainan babak pertama dari 'Terbanglah ke surga' sudah selesai! Pemenang kedua dari kota L dan kota A Negara bagian Amerika Serikat, peserta 1.700.000 orang dengan survivor 500.000 orang!]
[Ding! Dong! Permainan babak pertama dari 'Terbanglah ke surga' sudah selesai! Pemenang ketiga dari kota V Negara bagian Eropa, peserta 950.000 orang dengan survivor 300.000 orang!]
[Ding! Dong! Permainan babak pertama dari 'Terbanglah ke surga' sudah selesai! Pemenang keempat dari kota E Negara Australia, peserta 450.000 orang dengan survivor 270.000 orang!]
Sepertinya tidak semua manusia memasuki babak permainan atau tempat yang sama, karena sesuatu ini hanya menyiarkan kondisi pemain pada satu kota dari sebuah negara. Atau mungkin satu pintu akan diisi manusia dengan jumlah tertentu, sementara pintu yang lain akan diisi oleh jumlah serupa atau mungkin lebih banyak. Ditambah pengumuman kali ini hanya sebatas tingkat kota dari satu negata, apakah akan ada kemungkinan kesulitan akan semakin bertambah dan menjadi perang antar negara saat populasi manusia menjadi jauh berkurang?
Dan jika mereka berhasil mengalahkan negara lain, lalu apa yang akan terjadi pada mereka?
"Kenapa mereka memiliki banyak sekali survivor dibandingkan kita? Orang-orang itu sebenarnya punya dendam apa pada Negara kita?" Gio mulai menggerutu entah pada siapa.
Sementara Lena merespon dengan "Mereka melegalkan senjata api, Gio. Masyarakat mereka juga memiliki minat baca tinggi jika dibandingkan dengan negara kita. Tentu saja yang selamat akan lebih banyak jika dibandingkan dengan negara yang hanya fokus untuk beranak pinak."
"Kok aku merasa tolol ya?" balas Gio, entah sedang menanyakan ini lada siapa.
Lena di sisi lain memperhatikan Samuel yang secara tiba-tiba menatap ke atas, tepat ke arah mer ka bertiga. Wanita itu elassadar bahwa pria tersebut sudah menggunakan terlalu banyak kekuatannya, jadi dia bertanya pada satu-satunya debris yang bisa dikatakan paling dekat pada Samuel "Adam, kami mau pulang. Bagaimana dengan kalian?"
Adam tidak tau harus menangis atau tertawa saat orang-orang ini terus menekankan betapa mengerikannya Samuel padanya "Jangan khawatir, aku bisa mengatasinya."
"Kau yakin? Itu Samuel, Samuel loh" Gio mengingatkannya sebanyak dua kali dengan ramah.
Adam menganggukkan kepala dan melambaikan tangannya pada mereka "Sungguh, lagipula masih ada Danielle disini."
"Kalau begitu jaga dirimu, jika kau butuh bantuan maka datang saja ke kota B" Lena melambaikan tangannya dari kejauhan dan menggeret Gio pergi, tidak butuh waktu lama sampai sosok kedua orang ini menghilang begitu aja dari hadapannya.
Danielle memperhatikan Samuel yang secara tiba-tiba mendongakkan kepala untuk beberapa lama tanpa mengatakan apapun padanya, dia memiliki sedikit pemikiran didalam kepala, tapi dia tidak berani secara seenaknya mwnyimpulkan. Oleh karena itu dia lebih memilih untuk melemparkan tatapan penuh tanya pada Adam yang sedang berjalan diatas es milik Samuel, melewati ratusan atau bahkan ribuan mayat siren yang tertutup oleh selapis salju.
Karena mereka sudah cukup lama tinggal bersama, Adam tentu memahami arti dari tatapan ini dan menjawab dengan senang hati "Dia hanya terlalu banyak menggunakan kekuatannya. Kurasa bahkan sebelum kita diseret kemari, dia sudah menggunakan kekuatannya selama beberapa waktu."
Danielle tampak memikirkan sesuatu sebelum bertanya untuk memastikan tebakannya "Ada batas waktu penggunaan? Kalau begitu pasti ada harga yang harus dibayar sebagai pertukaran bukan?"
"Tepat sekali. Oleh karena itu sekarang menjauhlah dari tubuh Samuel. Aku akan mengikatnya lebih dulu untuk saat ini" balas Adam.
"Tidak bisa."
Pria emas ini sepertinya tidak menduga bahwa permintaannya akan ditolak "Hm?"
Danielle menatap lengan Samuel yang kini sudah menjadi es saat memeluknya "Dia memelukku terlalu erat, aku tidak bisa lepas."
"Kalau begitu permisi" dengan ini Adam menarik tubuh Danielle dengan cara yang agak kasar, membuatnya terkepas begitu saja dari jeratan tangan-tangan posesif Samuel yang sudah tidak sadarkan diri dengan mata kosong yang hanya tampak putihnya saja.
Kali ini gantian Adam yang menggendongnya menggunakan satu lengan, seperti saat sebelum mereka memasuki permainan. Lalu menggunakan lengannya yang lain untuk mengikatkan rotan pada sekujur tubuh Samuel.
"Sebelumnya maaf atas kelancanganku, Dani" dia mengatakan ini sambil mulai menyelimuti seluruh tubuh mereka menggunakan cahaya hijau yang hangat, sebelum mendaratkan ciuman singkat di kening pihak lain.
Danielle lantas merasakan bahwa seluruh dunianya kembali meluruh seperti lukisan basah yang tersiram air, semuanya meluruh dan hanya mereka bertiga yang mengalami distorsi. Sebelum pemandangan segera kembali pada titik awal sebelum mereka memasuki pintu perak, langit di dekat rumahnya. Dengan posisi yang juga sama seperti sebelumnya dimana Adam sedang memeluknya, sementara Samuel sedang berada tidak jauh dari mereka.
Saat ini dia menatap Adam yang tampak sungkan menatapnya, mungkin karena tindakan barusan. Apakah orang ini baru saja mencuri kesempatan?
"Adam ..." dia memanggil secara iseng saat pria berambut emas ini perlahan turun kebawah, menginjakkan kakinya diatas tanah.
Seperti biasa, Adam selalu menjawab dengan senyum ramah "Ya?"
"Terimakasih" ujarnya dengan tulus.
Adam hanya tersenyum, tapi kali ini senyumnya mencapai mata untuk pertama kalinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments