Tak menyambutnya dari balik meja bar, ternyata Queen si galak sedang tertidur di atas sofa ruang VVIP. Dress biru tua di atas lutut yang dikenakan oleh perempuan itu membuat pahanya ke mana-mana, sebuah pemandangan yang membuat Fabian sempat salah fokus selama beberapa detik sebelum akhirnya dia menarik diri cepat-cepat. Jaket jeans berwarna navy yang dia kenakan langsung dilepas, lalu dia gunakan untuk menutupi paha Queen agar tidak lagi menimbulkan masalah.
Sejenak, Fabian kembali terdiam. Dipandanginya wajah lelap Queen yang masih penuh dengan riasan make up. Napasnya yang terlihat naik turun secara teratur membuat Fabian turut menghela napas lega, sebab setidaknya, gadis itu bisa tidur dengan baik.
Gerald bilang, Queen habis mengalami kecelakaan yang menyebabkan pergelangan tangan kirinya terluka. Gerald sudah meminta Queen untuk beristirahat di rumah, namun gadis itu berkeras kepala dengan tetap berangkat ke Mega sehingga Gerald akhirnya hanya bisa menyuruhnya untuk beristirahat saja di ruang VVIP setelah melakukan beberapa pekerjaan yang tidak memerlukan terlalu banyak tenaga.
“Keras kepala.” Fabian bicara dengan nada mengejek, namun detik berikutnya, dia kembali menatap pergelangan tangan Queen yang kelihatan bengkak. “Pasti sakit.” Gumamnya kemudian. Ia hendak menyentuh pergelangan tangan Queen, namun urung karena takut akan membangunkan gadis itu. Jadi, sebelum dia semakin tenggelam dengan perasaan prihatin atas apa yang menimpa Queen, Fabian menegakkan kembali tubuhnya, bersiap untuk turun menemui Gerald yang menunggu di bawah.
Setelah memastikan Queen masih dalam posisi tidur yang nyaman, Fabian menutup pintu pelan-pelan. Ia kemudian menuruni tangga dengan terburu demi bisa sampai di spot di mana Gerald sudah menunggu—sebuah sofa panjang di bagian sudut ruangan. Tak ada botol-botol minum, yang ada hanya sebuah asbak yang telah penuh dengan abu rokok hasil perbuatan Gerald.
“Itu dia udah dibawa ke dokter?” tanya Fabian, merujuk pada Queen yang sedang cedera. Ia lalu mengambil posisi di sebelah Gerald, menyambar sebatang rokok dari dalam bungkus yang Gerald letakkan di atas meja.
“Boro-boro ke dokter, baru mau gue ajakin aja dia udah ngereog.” Gerald berbicara setelah mengembuskan asap rokoknya ke arah lain. “Tuh anak emang demen banget nyepelein rasa sakit.” Imbuhnya.
Fabian meraih pemantik, lantas menyalakan rokoknya. Tiga isapan dia buat, barulah kemudian dia menimpali ucapan Gerald. “Paksa, lah. Langsung gendong kalau perlu.” Ucapnya.
Gerald menggeleng, “Yang ada gue bakal babak belur. Kecil-kecil gitu, tenaganya kayak Samson.” Ia tidak sedang melebih-lebihkan. Queen yang badannya kecil mungil seperti bocah itu memang memiliki tenaga yang luar biasa. Gerald pernah hampir dibuat patah tulang olehnya, dan setelah itu, Gerald tidak lagi-lagi mau mencari gara-gara.
Fabian melirik sebentar ke arah Gerald, kemudian memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut. Rokok miliknya dia isap berkali-kali. Asapnya yang pekat mengepul di depan wajah, berputar-putar di sana untuk waktu yang cukup lama, seakan memang sengaja untuk membunuh dirinya sendiri.
Lalu dalam keheningan yang tercipta selama beberapa menit itu, Gerald menuntaskan rokoknya lebih cepat, hanya untuk mencurahkan perhatian kepada Fabian yang masih menikmati rokoknya seraya memandang jauh ke area dance floor. Lampu remang-remang dan suara musik yang memekakkan telinga sama sekali tidak menjadi pengganggu. Gerald bisa benar-benar berkonsentrasi hanya pada Fabian dan setiap gerakan yang lelaki itu buat, bahkan selama beberapa menit lamanya.
Hingga akhirnya, rokok di sela jemari Fabian habis, dan lelaki itu menolehkan kepala ke tempat di mana Gerald berada. Keheranannya jelas terukir di wajah kala menemukan Gerald menatapnya dengan cara yang tak biasa, seperti hendak menyampaikan banyak sekali kalimat yang tak mampu diucapkan oleh lisannya.
Alih-alih bertanya ‘kenapa’ karena dia yakin Gerald tidak akan memberikan jawaban yang memuaskan, Fabian lebih memilih untuk menggeser topik pembicaraan. Kali ini, yang dia sasar adalah bisnis halal yang tengah Gerald jalankan. Ia cukup penasaran bagaimana bisnis halal itu berjalan, mengingat pada dasarnya, Gerald tidak pernah berminat untuk menjadi atasan di sebuah perusahaan. Sama seperti dirinya dan anggota Pain Killer yang lain, Gerald lebih ingin hidup sebagai dirinya sendiri, dengan tenang, dengan apa pun yang dia sukai.
“Tiga bulan terakhir omset turun,” menjadi jawaban pertama yang Gerald berikan. Lalu disusul dengan penjelasan lain dan Fabian dengan saksama mendengarkan. “Awal dirintis, pandemi covid lagi serem-seremnya. Orang-orang nggak bisa keluar rumah, jadinya mereka cuma ngandelin online shop buat belanja kebutuhan. Gue nyaris jadi miliarder dalam hitungan bulan, lo tahu?” di akhir kalimatnya, Gerald terkekeh.
“Tapi yang namanya bisnis kan ada naik dan turun, sama kayak roda kehidupan yang terus berputar. Setelah pandemi covid mereda dan toko offline mulai kembali beroperasi, orang-orang lebih prefer datang secara langsung karena bisa punya opsi yang lebih banyak. Bisa dibilang, rezeki kami mulai bertukar tempat.” Gerald meraih bungkus rokoknya lagi, tetapi saat dilihat, hanya tersisa satu batang sehingga dia urung untuk menyalakannya.
“Lo sendiri, gimana? Ada perkembangan soal anak-anak?” dan masih sambil memandangi bungkus rokoknya di atas meja, Gerald bertanya demikian.
Hilangnya Fabian dari Mega bukan tanpa alasan. Malam terakhir ia datang, Fabian mengatakan bahwa ia akan mulai fokus mencari jejak keberadaan teman-temannya, dan setelah empat hari berlalu, Gerald berharap akan ada kabar baik.
“Nihil.” Fabian menggeleng seraya menertawakan ketidakmampuan dirinya. “Gue udah coba cari ke berapa tempat, nemuin orang-orang yang paling mungkin bisa kasih informasi, tapi hasilnya masih belum ada. Bener-bener nggak ada yang bisa kasih gue petunjuk.”
Ada jeda yang cukup lama dari kali terakhir Fabian bicara. Sebab Gerald pun tak banyak memberikan komentar. Lelaki itu juga ikut memikirkan solusi terbaik. Ke arah mana kira-kira mereka harus melangkah agar bisa bertemu dengan anggota Pain Killer yang terpisah.
Malam pun semakin pekat, sama seperti isi kepala mereka berdua yang kian serabutan.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments