Ternyata

Tiba-tiba saja adegan di pertunjukan sebuah bendera kuning menyala di depan rumah Menik.

Para warga satu persatu datang untuk melayat di kediaman Menik.

Anjaz hanya seorang diri mengurus semua proses pemakaman si Mbah karena Menik dan ibu-ibu yang tadi membantunya masih pingsan.

Terlihat seorang dukun sudah memberikan beberapa sesajen di dekat Menik agar Menik segera sadar.

Meskipun Anjaz merasa jika semua ini mustahil, dan yang pasti sebenarnya Menik dan ibu-ibu itu membutuhkan dokter, tetapi tetap saja Anjaz tidak berkutik di bawah naungan aturan desa.

Anjaz menatap kosong ke kuburan si Mbah yang sudah tertutup dengan tanah basah. Gundukan tanah dengan taburan bunga membuat Anjaz merasa jika sepertinya Si Mbah mencoba untuk berkomunikasi dengan Anjaz.

Namun Anjaz yang masih kurang percaya dengan hal-hal mistis, ia pun hanya memberi hormat kenapa si Mbah dengan cara menaburkan sisa-sisa bunga yang ada di tangannya.

"Nek, saya berjanji, saya akan menjaga Menik, jadi saya minta tolong nenek beristirahat dengan tenang. Selama saya masih hidup, saya akan menjaga Menik dengan baik. Nek, maafkan saya karena saya belum bisa menjadi menantu baik untuk mu. Selamat jalan, nek. Beristirahatlah dengan tenang, dan ..." Anjaz tertunduk. "tolong restui Anjaz dan Menik. Terlepas bagaimana kita menikah, namun jauh di lubuk hatiku, sepertinya aku benar-benar telah jatuh cinta pada Menik." ujar Anjaz memberi pengakuan kepada nisan si Mbah.

Di dalam kamar, terlihat Menik dan ibu-ibu yang tadi pingsan juga telah sadar dari mimpi buruk mereka.

"Bude, bude ngapain di kamar Menik?" tanya Menik sambil memegang kepalanya yang serasa masih sedikit pusing.

"Aku, walah, aku kenapa to? Kok aku bisa tidur di kamarmu!?" ibu-ibu itu pun bingung sendiri.

Sepertinya, Menik dan ibu-ibu itu lupa apa yang sebenarnya sudah terjadi.

Seorang dukun masuk ke dalam Menik dan melihat jika Menik sudah siuman.

"Syukurlah, kamu akhirnya sudah siuman." ujar di dukun.

"Mbah, kok ada Mbah di sini?" tanya Menik yang turun dari kasurnya.

Mbah dukun tidak menjawab, namun ia hanya membuka gorden agar Menik dapat melihat jika rumahnya kini masih ramai orang-orang..

Menik pun mengerutkan keningnya dengan perasaan heran. Ketika Menik keluar dari kamar, bertepatan dengan itu Anjaz juga masuk ke dalam rumah setelah pulang dari makam..

"Menik, kamu sudah sadar?" Anjaz pun langsung menghampiri Menik.

Eka yang melihat sahabatnya sudah sadar, ia pun ikut berdiri dan langsung memeluk Menik.

"Menik... Kamu yang sabar yo... Si Mbah udah tenang di sana, kamu seng kuat!?" Eka menangis sesegukan memeluk Menik.

Menik pun yang baru sadar dari alam bawah sadar pun langsung oleng ketika mendengar ujaran Eka.

"Eka, opo maksudnya ini?" tanya Menik.

"Menik, sini." Anjaz langsung menarik Menik dan membawa duduk terlebih dahulu agar Menik tenang.

Orang-orang terlihat menahan air mata mereka ketika melihat ekspresi Menik yang masih bingung.

Anak malang yang sudah di tinggalkan ibunya, di asuh oleh neneknya, hidup sederhana, penuh dengan lika-liku, penuh perjuangan sampai pernah tidak makan selama 2 hari.

Ketika Menik sudah beranjak dewasa, mampu memberi kehidupan yang layak untuk mereka, namun nenek malah pergi begitu saja.

"HUUUAAAAAAAAAA ....AAA....AAAA... Siii mbaaaaaaah....aaaaa....aaaaah!"

tiba-tiba saja suara tangisan pecah di gubuk sederhana itu.

"Menik, tenangkan dirimu, ada aku di sini, sudah-sudah, tenangkan dirimu." Anjaz mencoba untuk memeluk istrinya dengan erat setelah ia menceritakan jika nenek sudah tiada dan bahkan jasadnya sudah di makamkan karena Menik pingsan tidak kunjung sadar.

"Ya allaaaah gustiiii.... Astaghfirullaaaah...!" Menik hanya bisa menangis sambil memegang dadanya yang serasa sakit sekali.

Si Mbah adalah separuh nyawa baginya. Bagaimana bisa mereka menguburkan si Mbah sebelum ia sadar.

"Menik, kita sudah berusaha untuk membangunkanmu, tetapi kamu tidak kunjung sadar, hari sudah semakin sore, kita harus segera mengubur si Mbah sebelum malam." jelas pak RT.

"Menik, sebaiknya kita sekarang kamu wudhu dan bersiap untuk ikut mendoakan si Mbah." ujar pak RT lagi.

Adzan Maghrib berkumandang tidak lama setelah Menik merasa tenang setelah di bujuk oleh pak RT. Anjaz tidak bisa berkata-kata lagi, ia hanya bisa memeluk Menik dan memberinya dukungan.

...****************...

Usai acara tahlilan selesai, pak RT dan Mbah dukun masih tinggal di rumah menik untuk menduduki Anjaz dan Menik perihal apa yang si Mbah dukun ketahui.

"Kalian sudah melanggar aturan yang seharusnya kalian taati. Si Mbah mengorbankan dirinya demi menyelamatkan kalian." ujar di Mbah dukun.

Anjaz dan Menik pun terlihat sangat heran dengan pengakuan Mbah dukun.

Mbah dukun pun langsung menatap Anjaz yang terlihat bingung.

"Mbah, apa maksud iki Mbah?" tanya Menik.

"Pak Anjaz, anda benar-benar telah membuat warga kecewa." ujar Mbah dukun menatap tajam ke arah Anjaz.

Anjaz pun meneguk salivanya dengan susah. Ia terlihat seperti orang yang sudah ketahuan mencuri.

Menik menatap tajam ke arah Anjaz.

"Pak Anjaz, apa maksudnya ini!?" tanya Menik .

Anjaz mengaku salah pun langsung menundukkan kepalanya.

"Menik, maafkan aku, semua ini salahku. Malam itu, aku tidak benar-benar memecahkan keperawanan mu. Aku hanya memasukan jariku, bukan senjataku. Aku berfikir, kau masih pelajar, dan aku tidak percaya dengan takhayul ini. Jadi, aku mengelabui kamu. Menik, aku melakukan ini demi kamu dan demi masa depanmu. Aku pikir, semuanya akan baik-baik saja, aku tidak tahu jika semuanya akan berakhir seperti ini." jelas Anjaz dengan wajahnya yang penuh penyesalan.

Menik yang mendengar pengakuan Anjaz pun hanya bisa menutup mulutnya tidak percaya.

Mbah dukun pun langsung menyela pembicaraan. "Saya mendapatkan pesan dari si mbah. Dia sudah berkorban menjadi benteng untuk keselamatan kalian, jadi kalian harus menjadi suami istri yang harus saling menyayangi dan saling menjaga selamanya." ujar Mbah dukun.

"Mbah, apakah kutukan itu sekarang bener-benar sudah patah setelah kematian nenek?".tanya Anjaz.

"Benar, jadi kalian sekarang bisa hidup dengan tenang dan bahagia. Jika kalian ada masala, itu bukan lagi gangguan dari hal gaib, melainkan memang sudah menjadi ujian dalam rumah tangga pada umumnya.

Menik tidak berkata apapun. Dia hanya bisa diam seribu bahasa.

Pantas saja, selama ini si Mbah selalu menatap dan berprilaku aneh kepada Anjaz, ternyata, selama ini si Mbah tahu jika Anjaz telah melanggar aturan.

Menik sangat kecewa dengan Anjaz, andai Anjaz tidak melanggar aturan itu, maka si Mbah bisa saja masih hidup sampai saat ini.

.........

Terpopuler

Comments

Efrida

Efrida

oalahhh sedih nya

2023-09-08

0

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

oalah gtu to rupanya... wkwkwkwkwkwkkk
trus py ki

2023-07-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!