Suara bel sekolah berbunyi pada pukul 10:30 pagi menjelang siang. Siswa-siswi pun berlarian keluar karena waktu jam istirahat sudah tiba.
Menik dan Eka pun duduk di pinggiran lapangan basket, sembari melihat murid laki-laki latihan.
Menik dan Eka memakan kacang rebus sisaan semalam. Menik dan Eka terbiasa tidak jajan jika waktu istirahat tiba, sebab mereka adalah salah satu murid yang ekonomi berada di kelas bawah, alias kere/miskin.
Ketika sedang asyik berbincang, tiba-tiba saja siswi dari kelas A menghampiri Menik dan Eka.
"Heh kamu!" siswi yang bernama Hanum itu menyilangkan kedua tangannya. Gayanya bener-benar sangat belagu sekali.
"Ngopo?" tanya Menik santai.
"Menik, kamu itu bener-benar pembawa sial ya! gara-gara kamu pak Anjaz sakit dan tidak masuk sekolah, padahal hari ini pak Anjaz seharusnya mengajar di kelas aku!" ujar Hanum mengutarakan maksudnya.
"O, kamu cemburu to?" tanya Menik to the poin. "Kalo cemburu, sorry yo, aku bukan tandingan mu," ujar Menik tersenyum mengejek Hanum.
"Kamu itu benar-benar tidak tahu diri, ya! Dasar anak haram! gak punya bapak dan ibu!" hina Hanum membuat Menik merasa sangat sakit hati dan marah.
Mata Menik pun memerah ketika dia mendengar Hanum menghina dirinya seperti itu. Menik meremas kuat androknya untuk menahan emosinya.
Eka tahu jika kini Menik sedang sangat marah. Eka pun berusaha untuk melerai Hanum agar tidak lagi berbicara kepada Menik. Jika sampai dia terus mengganggu Menik, semuanya tahu apa yang akan terjadi jika sampai wanita terkuat di sekolahan itu meninju kepala seseorang. Tidak hanya memar, tetapi lehernya pun bisa patah.
"Hanum, sudah kamu jangan ganggu Menik lagi. Ini bukan salah Menik, jadi kamu jangan menyalahkan Menik. Wes sana, pergi kamu dari sini!" ujar Eka mengusir Hanum.
Melihat mata merah Menik, Hanum pun diam-diam juga merasa takut kepadanya. Meskipun gengsi untuk mengalah, namun Hanum memilih untuk mundur kali ini, sebab ia hanya seorang diri dan tidak membawa teman bersamanya.
Setelah Hanum pergi, Eka pun menatap Menik dan kembali duduk di sampingnya. Eka mencoba untuk mengelus pundak Menik agar Menik merasa tenang..
"Menik, kamu jangan mendengarkan Hanum, Yo? dia kalo ngomong emang suka ngaco kaya gitu," ujar Eka mencoba untuk menenangkan Menik.
Namun Menik yang terlanjur sakit hati sangat sulit untuk merilekskan pikirannya. Sampai akhirnya, Menik pun memutuskan untuk pergi dan berlari tanpa arah meninggalkan sekolahan..
"Meniiiik... kamu mau kemana...!?" teriak Eka memanggil. Eka ingin sekali mengejar Menik, namun bel sekolah berbunyi tanda jika istirahat sudah selesai.
"Ya ampun, mau kemana sih anak itu!?" Eka pun terlihat bingung. Tetapi setelah di pikir-pikir, Eka lebih memilih kembali ke kelas. Karena pelajaran terakhir ini adalah pelajaran matematika. Eka tidak ingin bermasalah dengan Pak Wari, guru yang terkenal dengan kesangarnya.
Di sisi lain, Menik duduk seorang diri di atas gubuk yang berada di ladang kopi milik si Mbah.
Ladang kopi si Mbah berada di atas bukit, sehingga pemandangan desa dapat di lihat dari atas sana.
Menik menangis sesenggukan seorang diri. Hatinya sangat rapuh ketika hal itu menyangkut soal kedua orang tuanya.
"Maaaak.. kamu di mana too... anakmu di hina maaaak.... aku kudu piye.... ati ku loroooo....hiks...hiks ...!" Menik pun berteriak ke pada angin dan awan.
"Huuu..uuuu....uuuu... opo to Mak salah Menik? kenapa mamak gak pulang-pulang? opo mamak lupa jalan pulang?" gumam Menik mencoba untuk menyeka air matanya sendiri.
Menik pun merebahkan tubuhnya di gubuk yang ia buat sendiri. Nyatanya, meskipun Menik adalah wanita yang kuat, namun ia selalu rapuh andai ada yang menyebut perihal orang tua.
Menik selalu berusaha untuk menghibur orang-orang di sekitarnya dan juga dirinya sendiri. Namun orang lain selalu ada cara untuk membuatnya bersedih.
................
Di sisi lain, terlihat beberapa murid dan guru menjenguk pak Anjaz yang sedang di urut kembali oleh Mbah dukun. Karena pemulihannya tidak hanya cukup sekali di urut saja.
"AAAAAAW!" Pak Anjaz pun berteriak kesakitan. Sungguh luka memar jika di tekan, itu rasanya sama seperti tulang yang di patah-patahkan.
Para guru dan murid yang menunggu di luar kamar pun hanya bisa meringis ngilu ketika pak Anjaz berteriak kesakitan.
Mereka sangat kasihan, tetapi juga tidak dapat melakukan apa-apa.
Setelah selesai di urut, Bu santi pun masuk ke dalam kamar, "Hallo pak Anjaz. Apa bapak baik-baik saja?" sapa Bu Santi.
Pak Anjaz sangat terkejut karena ternyata di luar sudah banyak guru-guru dan juga murid-muridnya mengunjunginya.
"Loh, kalian sudah dari tadi datang ke sini?" tanya pak Anjaz.
"Iya, Pak. Kami tadi menunggu di luar ketika bapak masih di urut. Aduh, ini pasti sakit sekali ya pak Anjaz?" tanya Buk Santi sesekali memegang kaki Pak Anjaz yang di balut dengan kain yang berisi obat-obatan tradisional yang di tumbuk halus.
"Em, setelah di urut rasa sakitnya sedikit berkurang kok, Bu. Hanya pas waktu di pijat saja rasanya seperti mau patah tulangnya," jelas pak Anjaz.
"Hmm .. lain kali hati-hati ya pak. Aduh, aku jadi kasihan sama pak Anjaz. Baru beberapa kali mengajar malah mendapatkan musibah seperti ini," ujar Bu Santi membuat suasana terlihat sangat memprihatikan.
"Iya tidak apa-apa buk Santi, namanya musibah kita tidak ada yang tahu," jawab pak Anjaz.
"Lain kali, bapak tidak perlu membantu Menik. Anak itu mah sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan keras, sedangkan kita kan hanya fokus untuk mendidik anak-anak," bisik bu Santi memprovokasi pak Anjaz.
Namun pak Anjaz merasa kurang setuju dengan ucapan Bu Santi. "Bu, justru kita harus belajar dari Menik. Menjadi kuat tidak sesimpel itu, kita butuh latihan bertahun-tahun. Aku justru sangat kasihan dengan anak itu. Di saat teman-teman belajar, menghabiskan waktu bermain dengan teman-temannya, tetapi dia harus bekerja untuk menghidupkan dirinya dan neneknya. Dan, ini juga salah Menik, akulah yang kurang berhati-hati," jelas pak Anjaz.
Bu Santi terlihat tidak suka dengan jawaban pak Anjaz yang membela Menik. Wajahnya pun tersenyum masam karena tidak tahu lagi harus berkata apa.
"Tapi pak, kalo bapak tidak membantu Menik, pasti hari ini bapak mengajar di kelas kami," ujar Hanum menekukan wajahnya di depan pak Anjaz.
Pak Anjaz pun tersenyum, "Saya mengejar di sini tidak sehari dua hari saja. Insyaallah, kedepannya saya pasti akan mengejar di kelas kamu."
Setelah obrolan usai, orang-orang pun pada pulang. Terlihat wajah Bu Santi dan juga Hanum seperti kesal. Sebab sepanjang mereka membicarakan Menik, pak Anjaz hanya selalu membelanya dan memujinya.
................
Sedangkan Eka, dengan susah payah menaiki bukitan kopi untuk menyusul Menik.
"Walaaah.. Menik ... Menik... kamu itu kok kebiasaan banget to kalo marah larinya ke sini." umpat Eka menggerutu sambil berjalan mendekati Menik yang masih tertidur pulas dengan suara dengkuran yang cukup keras.
"Astaghfirullah... bocah kae jan, kalo tidur suaranya sampe mana-mana," gumam Eka kembali menggelengkan kepalanya.
Eka pun berjalan mendekati Menik dan mencoba untuk membangunkannya.
"Hust.. Menik? bangun..."
Menik pun perlahan menggeliat dan membuka matanya dengan perlahan.
"Loh, kok kamu di sini?" tanya Menik.
"Yo Iyo lah... kamu itu mengerjai aku tau gak. Ini tas kamu! ini ada tugas dari pak Wari untuk kamu. Khusus untuk kamu karena kamu berani kabur di pelajarannya," ujar Eka memberikan tas itu kepada Menik.
"Eee.. alah. Pak Wari itu gak tau orang lagi galau apa." gerutu Menik merasa pusing jika sudah menyangkut masalah pelajaran matematika.
"Wes lah Menik, kamu jangan dengerin Hanum si mulut dower itu. Hanum aja kok di pikirin lo."
"Aku gak mikirin Hanum Lo, Ka... aku cuma kepikiran mamak ku aja. Di mana kira-kira dia, Ka? aku kok kangen sama mamak ku," ujar Menik tertunduk.
"Wes Nik, kamu jangan banyak pikiran. Aku yakin, suatu saat ibu mu pasti datang dengan membawa mobil bagus. Aku yakin itu. Dan orang-orang desa pasti akan iri melihat kesuksesan mamak mu. Wes, yakin aku!" ujar Eka berniat untuk menyemangati dan menghibur Menik.
Benar saja, Menik pun mengangguk setuju dengan apa yang di ucapan Eka. Menik pun tersenyum dan memeluk Eka dengan sangat erat. Menik merasa sangat beruntung karena ia memiliki sahabat seperti Eka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈
klo.g tau rsanaya pas di posisi itu semua hanya akan memandang sebelah mata padahal utk bs tersenyum itu hrus mnyembunyikan luka yg perih
apa pun itu jangan suka menghina org lain. blm tntu yg di hina akan lebih baik dr yg menghina
2023-06-04
1