"Hmm.. cantik ya?"
"Sangat cantik, Bunda." Azriel masih menatap wajah Naura dengan tatapan berbeda.
"Azriel kamu mau apa?" tanya Azzura mengeraskan suaranya.
"Hah! Itu ..." Dia mendadak gugup dan segera menundukkan wajahnya menghindari pandangan mata. "Astaghfirullah, aku sudah menatap wajahnya begitu lama. Ampuni aku ya Allah." Dalam hatinya terus beristighfar atas pandangan yang barusan ia kagumi. Seharusnya ini tidak terjadi, memandang terlalu lama wajah wanita yang bukan mahramnya adalah hal yang di larang.
"Kamu mencari apa sampai kesini?"
"Aku mencari ponsel aku, Bunda. Apa Bunda lihat?"
"Ponselmu? Bukannya tadi ada di dalam mobil ya?"
"Hah iya, aku lupa. Kalau begitu Azriel permisi dulu." Pria yang baru saja lulus sekolah menengah atas itu berlari dari sana dengan rasa bersalah sudah mengagumi sosok wanita yang bukan mahramnya.
"Ada-ada saja kelakuan anak itu." Azzura menggelengkan kepalanya. Lalu beralih lagi menatap Naura. "Kamu sangat cantik mengenakan hijab. Tante harap kamu tetap Istiqomah ya dalam menjalankan perintahnya. Semoga kamu terus dilindungi dari segala macam godaan. Semoga kamu betah di sana dan semoga kelak kamu mendapatkan jodoh yang mau menerima mu dengan tulus."
"Aamiin. Mudah-mudahan apa yang Tante ucapkan menjadi doa terbaik untuk aku."
Merubah diri di mulai dari diri sendiri dan juga niat. Sekalipun orang menyuruh kita berubah, tapi hati dan diri belum siap, niat belum ada, maka tidak akan pernah ada yang namanya perubahan. Namun jika hati sudah mantap ingin berubah menjadi sosok yang jauh lebih baik lagi, ada niat yang ingin di wujudkan, pastinya akan tercapai meski jalannya tidaklah mudah.
*****
Di tengah persiapan Naura yang hendak pergi, Farida sebagai ibunya tidak pantang nyerah mencari sang putri. Sudah lama ia terus mencari namun tak kunjung menemukannya.
"Apa kalian melihat putriku?" Farida bertanya pada orang-orang di sana.
"Tidak. Kami permisi."
Ia menunduk lesu. "Kemana lagi ibu mencarimu, Nau. Sudah dua Minggu kamu tidak ibu temukan. Maafkan semua kesalahan ibu mu ini, Nau."
Langkahnya begitu gontai dengan rasa lesu yang menghampirinya.
"Farida." Seseorang memanggil Farida. Lalu ia menengok ke belakang.
"Melinda." Wanita yang di sapa Melinda itu sedikit tergesa menghampiri Farida.
"Kebetulan kita ketemu di sini. Sudah lama aku mencarimu dan aku juga ke rumah lamamu, tapi kata tetangga kamu sudah pindah tempat."
"Iya, aku pindah ke kontrakan. Dan rumah itu sudah ku jual. Aku tidak ingin tinggal di sana karena ada duka yang terjadi di sana."
"Pasti karena Bara."
"Kamu tahu?" Farida mengerutkan keningnya.
"Naura menceritakan semuanya. Ia bercerita apa yang menimpa sama kalian."
Mendengar nama Naura, Farida kembali semangat. "Naura? Kamu tahu Naura ada dimana? Cepat pertemukan aku dengannya."
"Justru itu, aku menghampiri mu ingin tahu apa kamu sudah bertemu Naura atau belum? Soalnya Naura hilang dan sampai saat ini belum di temukan. Aku juga sedang mencarinya, aku khawatir sama putrimu."
"Ya Tuhan, Nau. Jadi dia sempat bertemu denganmu dan sekarang hilang?"
"Bukan hanya bertemu, tapi juga sempat tinggal di tempat ku. Namun sekarang aku tidak tahu dimana Naura berada, dia pergi."
Semakin lemas saja. Farida sampai terduduk di tanah saking bingung harus mencari kemana lagi. Tadinya ia berharap Melinda membawa kabar baik, tapi ternyata sebuah kamar yang mengejutkan yang ia dapatkan.
"Naura, kemana lagi ibu harus mencarimu. Kemana kamu pergi, Nau? Maafkan ibu." Rasa bersalah atas sikap dia yang membiarkan putrinya pergi membuat Farida dirundung pilu. Kini ia tidak punya siapa-siapa lagi yang akan menemani hari-harinya. Setiap hari, hidupnya hanya bersama Naura dan sekarang orang yang ia sayangi telah pergi entah kemana.
"Kamu jangan bersedih, aku akan tetap membantumu mencarinya, Da. Kita berdua akan mencari Naura sampai ketemu." Melinda yang sudah menyayangi Naura dari kecil tidak akan membiarkan sahabatnya sendirian. Ia akan membantu Farida mencarinya.
*****
Waktu sudah sore, sesuai rencana, keluarga Azzam akan mengantarkan Khanza mondok di kota B.
"Khanza apa kamu sudah siap?" pekik Azzam yang sudah berdiri di dekat tangga. Putrinya belum juga menampakkan diri sedangkan anggota keluarga yang lain sudah ada di dalam mobil.
Fatimah, Naufal, dan Azzura sudah berada di mobil. Tinggal Dia, Khanza, Naura dan juga Azriel yang belum.
"Khanza buruan, nanti kita kemalaman," kata Azriel yang juga tengah menunggu adiknya.
"Iya, Ayah. Tunggu sebentar, aku tadi membantu kak Naura mengenakan jilbab." Khanza menjawab dan suaranya terdengar dekat. Kedua pria berbeda usia itu menoleh.
Terlihat Naura dan Khanza berjalan secara bergandengan. Lebih tepatnya Khanza yang menggandeng lengan Naura.
"Kalian berdua sangat cantik." Azzam memuji keduanya.
"Iya, dong Ayah. Aku kan anak ayah yang paling cantik." Namun berbeda dengan Azriel yang sedang menundukan pandangannya sebab ia tidak bisa mengontrol jantungnya.
"Berhubung kalian sudah ada, kita berangkat sekarang juga. Azriel, tolong kamu bawa koper Naura."
"Iya, Ayah."
"Ayo Kak Nau. Aku harap di sana kita jadi partner ya. Aku sulit beradaptasi dengan orang lain dan aku senang kalau ada kakak yang akan menemaniku. Jadinya aku tidak akan kesepian lagi."
*****
Sepanjang perjalanan hanya ada celotehan Khanza badan juga Naufal. Naura yang duduk di belakang dengan Khanza hanya tersenyum tanpa ikutan menimpali. Ia bersyukur bertemu orang-orang baik.
Dalam hatinya berkata, "semoga apa yang menjadi pilihanku adalah jalan terbaik. Aku tidak tahu keberadaan ibu dimana, tapi aku akan selalu berdoa semoga ibu sehat di manapun ibu berada. Maafkan Naura, Bu. Naura tidak pamit dulu sama ibu. Doakan Naura supaya menjadi manusia yang berguna dan menjadi orang yang lebih baik lagi. Semoga di penjara suci aku bisa menuntut ilmu dan bisa menjadi wanita yang lebih baik, aamiin."
Hingga suara Fatimah mengalihkan pendengaran mereka semua.
"Pokoknya mama tidak ingin lagi berurusan dengan wanita tidak jelas itu. Setelah kalian menyerahkan dia ke pondok umi Qulsum, mama harap kalian tidak lagi berhubungan dengan dia. Dan kamu Khanza, jangan terlalu dekat dengan orang tidak jelas itu! Lebih baik kamu dekat dengan Azkia, cucu pertamanya umi Qulsum."
"Mah ..."
"Diam kamu Azzam! Orangtua ngomong itu di dengarkan, jangan cuman iya, iya doang."
Naura menunduk sambil memainkan baju gamisnya. Khanza yang ada di sampingnya menggenggam tangan Naura.
"Jangan dimasukan kedalam hati, ya. Khanza pasti akan temani kakak di sana," bisik Khanza begitu lembut di telinga.
Naura tersenyum. "Tidak kok, perkataan nenek kamu itu ada benarnya juga. Aku ini hanya orang asing dan aku juga tidak akan merepotkan kalian lagi, aku janji itu."
"Nanti kita tidurnya bareng ya. Pokoknya di sana aku maunya kak Nau yang menjadi sahabat aku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments