"Kakak kita pulang yuk, Khanza sudah bosan mainnya. Pasti Bunda, Ayah dan Naufal juga udah pulang ke rumah." Khanza merengek pada kakaknya, ia sudah puas jalan-jalan menikmati kebersamaan bersama keluarganya.
Mereka semua selalu melakukan liburan bareng keluarga selama Azriel dan Khanza masuk pondok. Jadinya mereka lebih banyak menikmati waktu di luar rumah.
Azriel melihat jam tangannya. "Ternyata sudah jam setengah sembilan malam. Ya sudah, sekarang kita pulang, tapi kamu yakin tidak mau beli apapun lagi? Mumpung masih ada di mall."
"Khanza mau pulang aja, mau tidur." Sudah terbiasa tidur jam delapan atau sembilan malam, membuat Khanza ngantuk. Jarang ke luar rumah di malam hari membuat Khanza selalu tidak betah berlama-lama di luar.
"Baiklah, kita pulang sekarang."
Keduanya pun pulang menggunakan mobil yang berbeda dengan orangtuanya. Jalanan pulang terasa sepi tanpa adanya kendaraan berlalu lalang di jalan. Azriel memang sengaja melewati jalan sepi karena ingin memotong jalan supaya lebih cepat sampai rumah.
"Kak, kalau kakak udah pulang dari Kairo apa kakak akan langsung menikah?"
"Kenapa kamu bertanya seperti itu?"
"Siapa tahu aja Nenek sudah punya calon buat kakak. Tapi Khanza ingin kakak nikah dengan wanita yang kakak cintai dan tentunya sangat baik."
"Kamu ini bicara apa sih! Kamu baru saja lulus kelas sembilan tapi pikiran kamu sudah ke hal dewasa, kakak saja belum memiliki pikiran ke arah sana, Khanza."
"Ya ini hanya keinginan Khanza saja, Kak. Kata teman-teman kalau nikah paksa itu tidaklah baik dan akan menyakiti perasaan kakak dan juga wanitanya. Jadi aku sebagai adik tentu tidak akan membiarkan Kakak bersedih. Jadi kalau Kakak punya wanita yang di cintai nikahi saja ya."
"Bagaimana kalau wanitanya bukan wanita baik-baik? Misal suka mabuk, atau nakal? Emangnya kamu mau punya kakak ipar seperti itu?"
"Kak, setiap manusia berhak memiliki kesempatan kedua. Jika dia mau berubah di jalan Allah mengapa tidak? Aku sih setuju aja karena manusia tidak ada yang sempurna."
"Kamu masih kecil sudah memiliki pikiran dewasa. Kita tidak tahu jodoh kita itu siapa. Biar Allah yang menentukannya."
"Iya sih." Dan keheningan terjadi di dalam mobil.
"Ada apa di depan? Kenapa banyak orang berkerumun?" ujar Azriel melihat banyak orang di sana.
"Aku juga heran, tapi sepertinya ada kecelakaan, Kak."
"Berhenti!" pekik seseorang menghalangi mobil Azriel yang ingin melewatinya.
"Astaghfirullah! Mereka nekat sekali."
Tok.. tok .. tok ..
Orang itu mengetuk kaca mobil Azriel.
"Kak sepertinya mereka mau meminta bantuan."
"Kakak tidak tahu, Dek." Lalu Azriel membuka pintu kacanya.
"Ada apa pak?" tanya Azriel pada pria yang mengetuk kaca mobil.
"Nak tolong bantu korban kecelakaan itu. Di sini tidak ada mobil yang lewat, ambulance pun belum datang juga," kata warga.
"Jadi benar ada kecelakaan?"
"Iya, Nak. Korbannya ada dua. Si pria meninggal di tempat, dan ada satu lagi dalam keadaan lemah. Kami butuh cepat bantuan orang. Bisa bantu kamu."
"Baik, Pak. Silahkan." Azriel tidak akan mungkin membiarkan orang yang sedang membutuhkan bantuan. Sebisa mungkin dirinya akan membantu.
"Kak."
"Kita bantu mereka dulu ya, tidak apa-apa kan?"
"Tidak apa-apa, Kak. Ini menyangkut nyawa orang yang memang butuh bantuan kita." Khanza yang tadinya ingin cepat-cepat pulang menjadi tidak ingin dan lebih memilih membantu orang.
Lalu Azriel turun. Ia bisa melihat seorang wanita berlumuran darah di area kepalanya. Samar-samar Azriel mulai mengingat siapa wanita itu. "Dia ..."
"Cepat buka pintu mobilnya! Nyawa dia dalam bahaya. Denyut nadinya lemah!" ucap seseorang yang membopong wanita itu.
Azriel segera membuka pintu yang ada di belakang. "Satu orang perempuan ikut saya ke rumah sakit," kata Azriel pada para warga.
"Saya saja yang ikut." Dan ibu itu masuk kemudian menjadikan pahanya sebagai bantal buat Naura. Ya, orang yang sedang Azriel tolong adalah Naura.
Kecelakaan yang di alami Naura mengakibatkan mobil yang di tumpanginya menabrak kendaraan lain dan dengan kencang menabrak pohon sampai tanpa di duga pohonnya roboh menimpa mobil. Pria yang membeli Naura terjebak dalam keadaan terjepit pohon dan Naura juga sama tertimpa rantingnya. Namun untungnya, tubuh Naura mudah di keluarkan dari dalam mobil.
*****
Rumah sakit.
Mobil Azriel telah sampai. Dia memarkirkan sembarangan saking tergesa dan korban ingin segera di tangani. Khanza pun ikut turun berlari memanggil tim medis.
"Suster ... dokter ... tolong ada korban kecelakaan!" Khanza berteriak panik dan suster yang mendengarnya pun segera mengambil brangkar.
Azriel membantu mengeluarkan Naura dari dalam mobil kemudian memindahkannya keatas brangkar.
"Cepat tangani dia! Dia terluka parah." Azriel pun sama halnya dengan Khanza yang juga merasa kepanikan yang luar biasa.
Ibu-ibu yang tadi ikut, Azriel, dan Khanza berlari mendorong brangkarnya sampai tiba di depan UGD.
"Maaf, kalian tunggu saja di sini!" suster melarang mereka masuk.
"Baik Suster," jawab Azriel.
Khanza duduk di bangku tunggu. Azriel menatap ibu-ibu yang membantunya.
"Bu, kenapa ini bisa terjadi?"
"Saya juga tidak tahu kejadian awalnya seperti apa. Cuman kebetulan saya sedang lewat dan mobil yang di kendarainya tidak terkendali sampai menabrak kendaraan lain dan menabrak pohon."
"Innalilahi," ucap Azriel dan Khanza bersamaan.
"Apa ibu tahu siapa mereka?"
"Saya tidak tahu, tapi saya dan yang lainnya sempat mendengar gadis itu bicara. Katanya, tolong saya, saya mau di jual orang. Namun setelah bicara begitu dia pingsan."
"Ya Allah, di jual! Maksudnya di jual gimana?" Azriel tidak percaya ada orang yang mau menjual orang.
"Saya juga tidak tahu, nak."
"Mungkin kakak itu mau di jual sama orang lain, Kak. Bisa jadi dia tidak mau, jadinya dia dan mengemudi berantem sampai mobilnya kecelakaan," sahut Khanza menyimpulkan bahwa ada hal yang janggal dalam kecelakaan ini.
"Masuk akal juga. Oh iya, makasih sudah membantunya. Kalau begitu saya pamit dulu." Ibu-ibu itu berpamitan.
"Iya, Bu. silahkan, makasih atas bantuannya." Lalu ibu itu pun pergi dari sana meninggalkan Azriel dan Khanza.
"Kak."
"Iya."
"Sekarang kita harus apa?"
"Kakak juga tidak tahu, tapi kita tunggu dulu di sini sampai dokter keluar."
"Ya sudah, tapi kita hubungi Bunda dan ayah dulu."
"Kamu benar, takutnya mereka khawatir sama kita." Lalu Azriel mengambil ponselnya dari dalam saku dan menghubungi Bundanya.
******
Kediaman Azzam.
Azzura sedari tadi tidak tenang kedua anaknya belum juga pulang. "Mas, kenapa mereka belum juga sampai? Ini sudah jam sepuluh, Mas."
"Aku juga tidak tahu sayang, kita telpon mereka." Dan kebetulan ponsel Azzura berdering.
"Dari Azriel, Mas?"
"Coba kamu angkat." Azzura mengangguk lalu menggeser tombol warna hijaunya.
( "Assalamualaikum, Bunda." )
( "Waalaikumsalam, Azriel. Kamu sedang dimana, Nak? Kenapa belum pulang juga?" )
( "Bunda, kami sedang di rumah sakit" )
( "Apa!? Rumah sakit." )
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments