Di sisi lain Melinda sebagai pemilik Club mencari keberadaan Naura saat ini. sejak kemarin malam Naura tidak kelihatan di sekitar sana. Hal itu membuat Melinda merasa khawatir dan takut terjadi sesuatu kepada Naura. Ia yang mempekerjakan Naura di sana bertanggung jawab atas diri Naura. Mulai dari keselamatan, kehormatan, hingga kehidupan sehari-hari Naura.
"Kamu yakin tidak melihat Naura?" tanya Melinda kepada beberapa orang yang juga bekerja di bawah naungannya.
"Benar Madam, kami udah melihat ke mana Naura pergi. Semalam ada, tapi pas mendekati jam sembilan malam Naura sudah tidak kelihatan lagi."
"Lalu pergi kemana dia? Tidak biasanya dia seperti ini. Kalau terjadi sesuatu pada Naura saya harus apa?" Melinda panik dan gelisah tidak menentu.
"Madam, kemarin malam aku melihat Naura bareng Joanna dan Sisil," kata salah satu wanita yang juga sama-sama satu kerjaan bareng Naura.
"Kemana? Apa mereka pergi bersama? Atau mereka melakukan hal yang ..."
"Aku tidak tahu kejadian yang sebenarnya seperti apa, tapi semalam aku melihat sisi membawa Naura keluar klub dan bertemu dengan Joanna. Selebihnya aku tidak tahu, Madam."
"Joanna, Sisil, dimana mereka?" Melinda memperhatikan anak buahnya lebih tepatnya orang-orang yang bekerja di sana. Dia tidak menemukan dua wanita yang juga sama-sama bekerja.
"Cepat bawa dia ke hadapan ku sekarang juga!" Melinda memerintahkan dua pria penjaga Club untuk membawakan Joanna dan Sisil.
"Baik Madam." Karena tempat club dan tempat tinggal mereka berdua tidaklah jauh, jadinya memudahkan anak buah Melinda membawa keduanya.
Tidak perlu membutuhkan banyak waktu, Joanna dan Sisil sudah berada di hadapan Melinda.
"Madam, ada apa? Kenapa kami dibawa secara paksa?" tanya Sisil.
"Iya Madam, kesalahan kami apa?" sahut Joanna heran.
Melinda berdiri dengan tatapan yang begitu tajam. "Apa kalian tahu di mana Naura?"
Sisil dan Joanna tertegun dengan rasa takut. Mereka menunduk menghindari tatapan Melinda yang terlihat tajam.
"Kami tidak tahu, Madam." Keduanya berusaha untuk tidak terlihat gugup meski jantungnya berdebar takut.
"Iya, Madam. Kami sungguh tidak tahu," sahut Sisil.
"Jangan berbohong atau kalian berdua saya masukkan ke dalam kandang macan!"
"Jangan Madam!" pekik Sisil dan Joana ketakutan.
Melinda mencengkram rahang Sisil dan Joanna. "Sekarang jujur pada saya kemana kalian membawa Naura? Jawab!" sentaknya seraya mendorong kuat pipi mereka.
"A-anu .. ki-kita ..."
"Buruan jawab!" Melinda sudah tidak sabar ingin mendengar jawaban dari keduanya.
"Madam ampun, jangan hukum aku, aku hanya mengikuti saran Sisil saja, Madam. Dia yang lebih dulu menginginkan Naura pergi dari sini. Dia juga yang merencanakan untuk menjebak Naura, dia juga yang menjual Naura kepada pria tua," ucap Joanna.
"Apa? Kalian berdua sudah melakukan hal yang paling tidak saya suka. Beraninya kalian menjual Naura!" Melinda kaget dan tidak percaya kalau dia orang di hadapannya adalah orang yang merencanakan hal buruk kepada Naura.
"Itu bukan ..."
"Ini salah Joanna, Madam. Dia yang mengusulkan pria tua ..."
"Diam kalian berdua! Saya tidak pernah menyangka jika kalian memiliki hati yang busuk seperti itu. Sekalipun saya ini seorang wanita hina tidak pernah sekalipun memiliki pikiran menjual orang lain. Kemana pria yang kalian suruh membawa Naura?"
Sisil dan Joanna menggelengkan kepalanya karena mereka berdua tidak tahu.
"Kalian ..." Melinda menggeram marah, dia menampar keduanya secara silih berganti saking marah atas sikap yang mereka lakukan.
"Penjaga, bawa dia ke ruang hukuman! Saya ingin memberikan dia pelajaran atas apa yang telah mereka lakukan!"
"Baik Madam!" ucap kedua pengawal yang selalu menjadi pengaman di club.
"Ampun, Madam. Jangan hukum kami," pekik Sisil meronta ketika ia dibawa oleh pria kekar.
"Madam, ini idenya Sisil, aku hanya ikutan saja, jangan hukum aku, Madam." Joanna juga meronta-ronta, tapi Melinda tidak mendengarkannya.
"Aku harus mencari Naura sampai ketemu, jika dia kenapa-kenapa bagaimana? Apa yang harus ku katakan pada Farida jika anaknya tidak ada?" Melinda bergegas pergi mencari Naura.
*****
Sama halnya dengan Farida yang juga sama-sama mencari Naura. Sudah keberbagai tempat ia mencari, namun tak kunjung ia temukan. Sudah banyak teman Naura yang Farida temui demi bisa menemukan dan mendapatkan informasi tentang sang putri. Namun, sampai dua hari ini dirinya tidak dapat menemukan Naura.
Kini Farida berada di jalan tanpa lelah, tanpa henti, tanpa putus asa terus mencari. Hampir setiap orang ia tanya.
"Permisi, apa kau melihat gadis ini?" tanya Farida pada orang yang yang lewat sambil menunjukan foto Naura di ponselnya.
Orang itu memperhatikannya. "Maaf, saya tidak pernah melihatnya."
"Oh, makasih." Farida kecewa, ia bingung kemana lagi harus mencari Naura. Rasanya sudah putus asa dan kini hanyalah penyesalan yang ia rasakan karena tidak mempercayai Naura.
"Naura, kamu dimana sayang? Maafkan Ibu yang tidak percaya sama kamu. Ibu menyesal telah percaya sama pria itu, ibu menyesal, Nau."
Kadang penyesalan datang belakangan, di saat semuanya sudah hilang barulah rasa menyesal muncul, kadang di saat semua sudah tiada barulah kebenaran terungkap.
*****
Sudah satu Minggu telah berlalu, keadaan Naura belum ada kemajuan juga. Namun Khanza yang selalu menemaninya tidak pernah bosan, dan anehnya Khanza malah sayang sama Naura yang terus terbaring.
"Sudah satu minggu dari sejak kecelakaan itu gadis ini belum sadar juga, tidak ada sanak saudara yang mengunjunginya. Kasihan sekali nasib dia," ucap Azzura menatap sedih gadis yang ada di atas brangkar.
"Apa memang tidak ada harapan hidup untuknya?" kata Azriel.
"Ada, Kak. Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah sudah berkehendak. Segala sesuatu yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin. Kita hanya bisa berdoa semoga kakak ini cepat sadar."
"Tapi sampai kapan? Kalian terus saja mengurus orang tidak jelas asal usulnya ini, tapi kalian lupa mengurus diri kalian sendiri. Mama heran sama pikiran kalian, Azzura dan Azzam." Fatimah ada di sana, ia kesal seluruh anggotanya lebih mementingkan Naura dibandingkan keluarga mereka. Hampir setiap detik, menit, mereka terus membicarakan keadaan wanita yang tidak ia kenal.
"Nek, kalau kita tinggal justru kasihan," ujar Azriel.
"Mendingan kita keluar saja yu, Mah." Azzura mengajak mertuanya keluar karena ia tidak mau mertuanya bicara yang tidak-tidak.
"Ck, di bilangin selalu saja tidak mau mendengar."
Azriel dan Khanza menghela nafas panjang. "Nenek beda dari kita semua, Kak."
"Hus tidak boleh begitu. Sekarang kita mengaji lagi, siapa tahu dia sadar." Dan Khanza mengangguk.
Keduanya duduk di samping Naura, lalu mereka membuka ayat suci Al-Quran dan membacanya dengan penuh khusuan.
Naura, samar-samar bisa mendengar suara orang mengaji, dia merasa tertarik dan ingin menggapai orang-orang itu. Hingga Allah menunjukkan kekuasaannya, dan mata Naura perlahan terbuka.
Merasa asing dengan tempat yang ia tinggali, Naura mengedarkan pandangannya dan ia tertegun pada dua orang di sampingnya.
"Mereka yang mengaji tadi? Dan pria ini?"
"Sodaqallahuladzim," ucap Azriel mengecup Alquran. Kemudian dia mendongak ingin melihatnya. Namun ia di kejutkan oleh mata gadis itu yang menatapnya.
"Kamu sudah sadar?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments