Kekesalan Om Bara memuncak, ia tidak terima ditolak begitu saja. Sesampainya di rumah, Om Bara berencana mengadukan setiap kejadian yang terjadi pada istrinya.
"Kita lihat saja nanti Naura, siapa yang akan menang. Kamu atau saya," gumam Om Bara menyeringai jahat. Namun demi menyambut kepulangan istrinya, Om Bara mengakui setiap masakan yang ada di meja makan adalah makanan yang telah ia beli.
Sekitar satu jam telah berlalu, ibunya Naura pulang.
"Naura, Ibu pulang sayang. Ibu bawakan pesanan kamu, martabak manis." Farida menyimpan kantong plastik ke atas meja yang ada di ruang tamu. Matanya celingukan mencari keberadaan Naura, namun tidak kunjung ada. Hingga suara bariton mengagetkannya.
"Selamat malam sayang," ucapnya sambil memeluk Farida dari belakang.
"Bara, kau mengagetkan ku." Farida terkekeh senang. Dia tidak melepaskan pelukannya Bara sebelum Bara sendiri yang melepaskannya.
"Kau pasti capek kerja di kedai, aku sudah menyiapkan makanan spesial buat kamu sebagai hadiah ulang tahun mu." Bara melepaskan pelukannya.
"Kau ingat ulangtahun ku?" Farida terharu suaminya mengingat hari lahirnya. Ia pikir Bara tidak mengetahuinya dan hanya bisa melayaninya saja di atas ranjang.
"Tentu saja aku mengingatnya, tapi ..." Wajah Bara tertunduk sedih. "Kita lihat apa yang akan terjadi selanjutnya?"
"Tapi apa? Coba bicara yang jelas!" Farida di buat penasaran oleh kelanjutan ucapan yang menggantung.
"Gimana bicaranya ya, aku takut kau marah jika menjelaskan tentang sesuatu." Bara sengaja membuat Farida penasaran, ia juga menunjukan wajah sedih dan gelisah.
"Tentang apa? Ayolah Bar, jangan buat aku bingung. Jelaskan yang sejujurnya, jangan takut! Kita kan sudah lama kenal, tidak mungkin kan kau berbohong ataupun melakukan kesalahan padaku." Farida dan Bara saling kenal ketika di club malam. Mereka berdua sering menjadi partner ranjang di saat Bara berkunjung ke club.
Dari pertemuan itulah keduanya semakin dekat dan jika ada waktu luang sering bertemu menghabiskan waktu bersama di bawah selimut yang sama. Hingga perjalanan keduanya bertahan dan Bara mengajak Farida menikah dengan syarat harus berhenti menjadi wanita panggilan. Farida yang sudah tertarik pada Bara pun bersedia dan kini bekerja di salah satu kedai orang menjadi pelayan. Pekerjaan yang di mulai dari pagi sampai jam tujuh malam.
Namun sejak tahu Farida memiliki seorang putri, Bara pun tertarik pada putrinya dan ingin menjadikan Naura simpanannya, tapi tidak ingin juga kehilangan Farida karena sudah candu dengan kelihaiannya memuaskan dia. Apalagi mengetahui kehidupan Naura yang terbilang liar membuat Bara meyakini jika Naura sama seperti ibunya, murahan. Begitu pikiran Bara.
Tapi ternyata menaklukkan Naura tidak semudah mendekati Farida. Banyak cara yang harus Bara lakukan untuk bisa membuat Naura bertekuk lutut dengannya.
"Nanti kau marah sama Naura."
"Naura? Kenapa dengan Naura?" Farida mengernyit heran.
"Hmm sebenarnya aku tidak berani bilang ini sama kau, Farida. Tapi ini demi kebaikan Naura sendiri. Kau janji tidak akan memarahi Naura jika aku memberitahumu kelakuan dia." Bara menatap Farida dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Tergantung apanya dulu yang telah Naura lakukan. Bicaralah, jangan buat aku penasaran."
"Tadi, aku melihat Naura bersama seorang pria. Kamu tahu sendiri pergaulan Naura seperti apa kan?" Farida mengangguk, ia sebagai ibu tahu jika anaknya banyak memiliki teman yang suka mabuk, sering main juga ke club. Ia juga tahu Naura sering minum.
"Lalu?"
"Lalu Naura buat kesalahan, dia membawa pria ke rumah ini dan membawanya ke kamar. Aku tidak tahu apa yang dilakukan mereka berdua di dalam sana."
"Apa? Kau yakin Naura seperti itu?" Farida tidak percaya putrinya akan mengikuti jejak dia. Padahal Farida sudah mewanti-wanti Naura untuk menjaga kehormatannya.
"Aku juga tidak yakin, tapi kejadian tadi membuat aku syok, Farida. Makanya sekarang Naura tidak ada di rumah karena dia dan pacarnya pergi setelah ku pergoki sedang bercumbu. Sungguh aku sebagai ayah menyesal tidak peka terhadap lingkungan Naura yang semakin hari semakin buruk."
"Jadi Naura mengikuti jejak ku?" batin Farida tidak percaya.
"Tapi tidak mungkin."
"Kenapa tidak mungkin? Teman-teman Naura saja banyak yang nakal, banyak yang hamil di luar nikah, banyak yang menjadi seorang gigolo, sering mabuk, sering minum obat, ada kemungkinan Naura juga terpengaruh oleh sekitarnya. Lingkungannya saja begini, pasti Naura bisa jadi memiliki kelakuan begitu." Bara menyunggingkan senyum tipis di sudut bibirnya, ia melihat raut wajah Farida sudah tersulut emosi.
"Asal kamu tahu, sebenarnya Naura juga suka menggodaku, Farida."
"Apa? Jangan bercanda kau? Tidak mungkin dia menggoda suami ibunya, anakku tidak mungkin seperti itu." Farida tidak percaya.
"Ini yang aku takutkan, kau tidak mungkin percaya. Jadinya aku tidak memberitahukan kelakuan Naura selama ini."
"Tapi ... bukan maksudku tidak percaya, tapi aku tidak pernah melihat gelagat Naura yang di luar kendali."
"Kau perhatikan saja tanda-tandanya. Naura pasti pulang dalam keadaan mabuk, bajunya pasti minim sekali dengan bagian depan terkoyak. Dan lihat ini!" Bara menunjukan warnah merah lipstik di bajunya ketika tadi dia mencoba menyentuh Naura.
Farida melihatnya, matanya melotot saat melihat tanda lipstik di baju Bara. "Ini ..."
"Ini lipstik Naura, dia mencoba merayuku. Kau masih tidak percaya juga?"
"Anak itu, kurang ajar sekali. Akan ku beri pelajaran saat dia pulang." Farida mulai teracuni oleh ucapan Bara tanpa ingin bertanya pada Naura dulu.
*****
Malam semakin larut, Naura masih belum berani pulang karena takut pria tua itu berulah lagi. Namun jika dia tidak pulang mau tidur di mana! Demi menenangkan pikiran, Naura datang ke club dan memesan minuman memabukkan. Sudah beberapa jam Naura berada disana dan ia jauh lebih tenang.
"Ok, sekarang gue harus pulang. Gue yakin Ibu udah pulang dan gue harus ngadu sama ibu tentang kelakuan Om Bara padaku." Tekad Naura bulat, ia ingin memberitahukan ketidaksopanan Bara padanya. Jika di biarkan Bara akan semakin menjadi dan itu bisa membahayakan diri Naura sendiri.
Pada akhirnya Naura memutuskan pulang ke rumah dengan kepercayaan yang ia miliki jika ibunya akan membela dirinya. Naura meyakini kalau sang ibu pasti percaya karena dia anak kandungnya.
Namun sesampainya di rumah ...
"Bagus, jam segini baru pulang. Habis darimana kamu?" sentak Farida melipatkan kedua tangannya di dada seraya menatap tajam putrinya. Farida memperhatikan jalan Naura yang sempoyongan habis minum.
"Eh Ibu, aku senang ibu sudah pulang. Aku ingin bicara penting tentang Om Bara, Bu. Dia ..."
Plak!
Tamparan keras dari ibunya membuat Naura tertegun dengan wajah menoleh ke samping. Dia menatap ibunya, "kenapa Ibu menamparku?" mata Naura berkaca-kaca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Cah Dangsambuh
aduuuh si ibu bukanya cari kebenaranya dulu main tampar aja
2023-09-15
0