Cafetaria.
Sesuai ucapan Azriel pada kedua orang tuanya yang meminta izin bertemu dengan teman-temannya, kini pria tampan berwajah tampan meski di usia masih muda, tengah merayakan perpisahan mereka di sebuah cafe.
Banyak para teman-teman seperjuangan Azriel hadir di acara kumpulan setelah perpisahan. Baik perempuan dan pria datang silih berganti memadati area meja yang sudah di pesan oleh salah satu temannya Azriel.
"Aku tidak menyangka hari ini telah tiba. Hari yang di mana kita semua bakalan berpisah juga. Tiga tahun kita menjalankan peran sebagai siswa-siswi menengah atas, tingkat kita naik satu derajat. Kira-kira kalian semua sudah berencana melanjutkan kuliah ke mana?" tanya pria bernama Bram, dia salah satu teman dekat Azriel.
"Kalau aku sih niat lanjut di dalam kota saja. Soalnya orang tua aku tidak mau berjauhan sama anaknya."
"Kalau aku ingin melanjutkan studi ke London Inggris."
"Wih keren, bakalan jauh dong dari kita-kita semua? Pasti pulangnya hanya satu semester sekali."
"Ya mau bagaimana lagi, ini cita-cita ku dan tentunya keinginan orangtua aku juga. Meskipun jauh, ya, aku tempuh demi masa depan yang lebih baik lagi."
"Kalian hebat ada niatan melanjutkan pendidikan. Lah aku? Aku kayaknya tidak bisa." Salah seorang dari mereka menunduk sedih, dia seorang wanita.
"Kenapa? Kamu kan cukup pintar, pastinya mudah cari beasiswa buat kuliah."
"Masalahnya orangtuaku tinggal Ibu dan sudah tua pula. Aku tidak ingin membiarkan dia terus bekerja mencari uang hanya untuk membiayai pendidikan aku. Jujur, sebagai anak, aku ini merasa tidak berguna dan tidak berbakti pada ibu. Lebih baik aku cari pekerjaan dan membantu ibuku memikul beban perekonomian yang seharusnya menjadi tanggungjawab ku sebagai anak pertama."
"Jika begini kita bisa apa selain bisa membantumu dengan doa dan mendukung setiap langkah kebaikan yang kamu pilih," kata Azriel yang sedari tadi diam mendengarkan teman-temannya bicara.
"Aamiin, semoga kalian semua juga menemukan kebahagiaan di manapun kalian berada. Ilmu yang kalian dapat semoga bermanfaat dunia dan akhirat, dan semoga kita semua diberikan umur panjang serta kesehatan badan. Dan pastinya berharap bisa berkumpul kembali di sini." Doa tulus Salas satu dari mereka ucapkan pada semua teman-temannya.
"Aamiin yarobbal'alamiin," ucap semua orang bersamaan mengaminkan doanya.
"Ngomong-ngomong kamu mau lanjut kemana, Azriel?" tanya Bram pada sahabatnya.
"Insyaallah aku mau lanjut kuliah ke Kairo." Azriel tersenyum, ini adalah keinginannya kuliah ke Kairo. Salah satu cita-citanya untuk menuntut ilmu di negara sebrang demi mewujudkan mimpi menjadi salah satu santri dengan harapan bisa menambah ilmu dunia dan akhirat, bermanfaat bagi semua orang dengan ilmu-ilmunya, dan berharap menjadi muslim yang taat kepada Tuhan-NYA.
"Masyallah, Azriel. Kamu memang teman yang paling luar bisa. Dari sekian banyak tan yang aku kenal hanya kamu yang paling luar biasa."
"Kamu bisa saja, aku tidak luar biasa seperti itu Bram. Kita semua sama-sama luar biasa, yang membedakan hanya amal kebaikan," jawab Azriel.
"Beda kalau sudah bicara sama calon pak ustadz mah, pasti ucapannya begitu merendah."
"Tapi ngomong-ngomong Kapan berangkatnya?"
"Kurang lebih satu bulan lagi. Istirahat dulu di rumah dan menghabiskan waktu dulu bersama keluarga. Soalnya pulang hanya akan sebentar dan pastinya selama kuliah bakalan menetap di sana sampai waktu yang tidak bisa ditentukan," jelas Azriel.
"Hmm, di mana pun kita menuntut ilmu, sejauh apapun tempatnya, seberapa lamapun waktunya, jika ilmu yang kita dapatkan tidak diamalkan maka tidak akan ada manfaatnya. Terpenting adalah, ilmu yang kita cari bermanfaat bagi semua orang. Azriel mau mencari ilmu di Kairo, Sari mau cari ilmu di London, dan ada pula yang mau cari ilmu di kota sendiri, yang penting ilmu pengetahuan yang kalian pelajari bermanfaat bagi nusa dan bangsa."
"Aamiin, tumben perkataan mu benar, Bram? Tahulah bagaimana sikap Bram yang suka gak jelas."
"Yee, gini-gini juga gue bisa benar kali."
Dan mereka semua menikmati kebersamaan bersama sebelum menempuh pendidikan ke jenjang berikutnya. Waktu yang tidak akan atau bahkan jarang terulang mereka nikmati selagi bersama.
Hingga tidak terasa langit berubah gelap, adzan isya pun berkumandang. Azriel dan teman-teman nya menunaikan ibadah di salah satu musholla dan mereka mulai berpencar pulang.
Namun ketika Azriel pulang, ia tidak sengaja melihat seorang wanita dan pria bertengkar di jalan. Wanita yang terlihat masih muda meronta.
"Mau di apain wanita itu?" Azriel memberhentikan kendaraannya, lalu menghampiri.
Kebetulan tangan Bara hendak menampar Naura, lalu Azriel mencekal tangannya.
"Jangan pernah sekalipun Anda melayangkan tamparan pada wanita! Apa Anda lupa jika Anda dilahirkan dari rahim seorang wanita?"
Naura mendongak, ia tertegun menatap kagum pria itu. Pesona Azriel mampu membuat Naura terpana meski pada pandangan pertama.
"Minggir kau! Jangan ikut campur urusan saya!" Bara menarik tangannya sendiri.
"Aku akan ikut campur jika Anda berbuat kasar terhadap wanita. Dan aku tidak akan minggir sampai Anda sendiri berhenti mengganggu gadis ini."
"Hei, anak kecil. Jangan ikut campur urusan saya! Atau kau akan tahu akibatnya." Bara mengangkat jari telunjuknya tepat di depan wajah Azriel.
"Akibatnya apa? Anda mengancam aku? Baiklah, kalau begitu jangan salahkan aku melaporkan Anda ke polisi." Tak ada ketakutan dalam diri Azriel, justru ketegasan dan juga keberanian terlihat dari sosok Azriel.
"Dia ini istri saya, jadi Anda yang jangan ikut campur, mengerti!" sentak Bara.
"Bohong! Dia berbohong, dia itu orang asing yang sedang memaksa saya ikut dengannya, dia itu penculik." Naura kaget saat pria tua itu bilang istri, dan Naura pun terpaksa berbohong demi melindungi dirinya sendiri.
"Kau ... kau yang berbohong, ikut saya!" Bara kembali ingin menarik tangan Naura, tapi Azriel menghalanginya.
"Aku tidak percaya pada Anda. Pria seperti Anda lebih pantas menjadi ayahnya daripada menjadi suaminya. Dan aku tidak akan membiarkan Anda membawa dia!" ucap Azriel tidak kalah tegas.
"Kau ... Brengsek!" Bara menatap bengis penuh kekesalan. "Ingat Naura, saya tidak akan membiarkan kamu pergi. Kali ini saya mengalah, tapi jika kau pulang lihat saja nanti." Pria tua itu menaiki motornya, lalu pergi dalam keadaan marah. Cara menjalankan motornya pun terlihat ugal-ugalan.
Naura menghela nafas panjang, ia bernapas lega bisa terbebas dari Om Bara. Namun tidak tahu nasibnya nanti. "Terima kasih," ucap Naura tulus.
"Sama-sama. Lain kali jangan keluyuran sendirian, tidak baik untuk wanita seperti mu." Azril tidak memandang Naura, ia menatap lurus ke depan.
"Aku tidak keluyuran. Justru aku sedang di kejar om-om gila itu. Kalau kamu tidak ada, aku tidak tahu nasib aku seperti apa. Makasih ya."
"Sama-sama. Sekarang kamu pulang, sudah malam!" Azriel berjalan ke arah motornya.
"Eh tunggu!" Naura mengikuti Azriel. "Aku ikut kamu ya. Aku tidak mau pulang."
Azriel mengerutkan keningnya. "Aku tidak mengenalmu dan itu adalah hal yang tidak baik. Maaf aku harus pergi." Azriel pun menyalakan motornya kemudian pergi.
"Tunggu, hei! Aduh, bagaimana ini? Kalau aku pulang sekarang pastinya pria tua itu akan kembali melecehkan ku. Aku tidak mau itu terjadi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments