Bruk...
Azzura menjatuhkan ponselnya saking terkejut atas kabar yang ia dapatkan dari Azriel. Azzam yang ada di sana terhenyak dan segera menahan tubuh Azzura yang hendak tersungkur.
"Sayang kamu kenapa?" Azzam tidak tahu apa yang dibicarakan Azriel kepada istrinya. Namun ia meyakini satu hal bahwa kabar dari Sang putra pasti bukanlah kabar baik.
Azzam mendudukkan dulu istrinya ke kursi. "Duduk dulu sayang."
"Mas, Azriel dan Khanza ..."
"Tenang dulu, biar aku yang bicara sama Azriel." Lalu Azzam mengambil ponsel Azzura yang ada di lantai.
( "Halo, Bunda ..." ) Azriel masih belum mematikan ponselnya.
( "Ini Ayah, Azriel. Kamu dimana?" Sebagai seorang ayah, Azzam juga sangat mengkhawatirkan kedua anaknya. Terlebih melihat keterkejutan sang istri membuat pikirannya berpikir negatif. )
( "Ayah, Azriel dan Khanza ada di rumah sakit, tadi kami membantu seseorang ke rumah sakit. Ada korban kecelakaan di jalan dan kebetulan tidak ada mobil lewat daerah sana, jadinya kami membantu orang itu dulu. Dan sekarang aku dan Khanza ada di rumah sakit, jadinya kami akan telat pulang Ayah." Azriel menjelaskan kronologi ceritanya supaya keluarganya tidak salah paham. )
( "Ya Allah, Ayah kita kamu yang kecelakaan. Syukurlah jika bukan kalian. Lalu korban kecelakaannya bagaimana?" Ada rasa lega kalau kedua anaknya baik-baik saja. Namun tetap saja ia masih tidak tenang. )
( "Azriel juga tidak tahu ayah, saat ini korban sedang ditangani oleh tim medis. Dan kami juga sedang menunggu kabar dari dokter. Kasihan dia tidak ada keluarga yang datang." )
( "Kalau begitu Ayah sama Bunda ke sana ya. Kalian tunggu di sana." )
( "Baik Ayah." )
Dan sambungan teleponnya pun mati.
"Bagaimana, Mas?"
"Alhamdulillah anak kita baik-baik saja. Mereka hanya menolong korban kecelakaan, bukan mereka yang mengalami kecelakaan." Azriel memberitahukan istrinya supaya Azzura jauh lebih tenang.
"Alhamdulillah," ucap Azzura merasa lebih tenang kalau anaknya baik-baik saja. "Lalu kita mau kesana?"
"Iya, kita harus melihat keadaan Azriel dan Khanza sekalian melihat korban kecelakaannya."
"Ya sudah, ayo."
*****
Rumah sakit.
"Apa kata mereka, Kak?" tanya Khanza.
Azriel menoleh, kemudian duduk di sampingnya Khanza.
"Katanya Ayah dan Bunda mau datang kesini." Khanza hanya mengangguk saja.
Sudah beberapa puluh menit mereka menunggu, sampai dokter yang menangani pasien keluar.
"Keluarga pasien?" tanya sang dokter.
Azriel yang memang ada di sana berdiri." Iya, Dok."
"Apa kamu keluarganya?"
Azriel bingung harus menjawab apa, ia tidak tahu keluarga pasien siapa. Namun Azriel malah mengangguk-anggukkan kepalanya. "Iya, Dok. Bagaimana keadaan dia?"
"Keadaan pasien koma, kami sudah melakukan berbagai cara untuk menyelamatkan nyawanya. Saat ini hanya alat-alat yang membantu dia bertahan, jika dalam waktu satu Minggu tidak sadar juga, kami terpaksa melepas alatnya. Semoga saja ada keajaiban." Penjelasan dokter membuat Azriel dan Khanza terkejut.
"Innalilahi. Apa tidak ada harapan hidup untuknya?" tanya Khanza yang juga sama-sama merasakan khawatir.
"Kami tidak bisa memastikannya, tapi kita kembali lagi pada Allah. Kalian berdoa semoga saudara kalian bisa sadar kembali. Kalau begitu saya permisi dulu, pasien akan kami pindahkan ke ruang rawat inap."
Azriel mengangguk, "silahkan, Dok."
"Kakak, kasihan sekali dia. Apa keluarganya tahu?" ujar Khanza menatap Azriel.
"Kakak juga tidak tahu siapa keluarganya, tapi kita menunggu kabar dari orang-orang saja. Siapa tahu ada yang mengetahui siapa dia."
*****
Ruang perawatan.
Azriel menatap lekat wajah wanita yang sedang terbaring lemah tak sadarkan diri di atas brangkar. Alat pernapasan menempel di mulutnya, kepala di perban, tangannya pun di perban.
"Ternyata dia wanita yang sempat Kakak tolong, Dek. Gadis itu dua kali di kejar orang yang katanya ingin berbuat jahat kepada dia."
"Kak Azriel pernah bertemu? Tapi dia sangatlah cantik, Kak. Cuman kasian harus kecelakaan. Aku mau mengaji buat dia, Kak. Siapa tahu ayat-ayat Alquran mampu merangsang pertumbuhan kesadarannya. Dan semoga saja ada mukjizat dari Allah sehingga dia tersadar dari komanya."
"Kamu benar, hanya kepada Allah kita berserah diri."
Tok .. tok .. tok ...
Azriel dan Khanza menoleh, masuklah Azzam dan Azzura.
"Bunda, Ayah." Ucap keduanya secara bersamaan.
"Azriel, Khanza, kalian tidak apa-apa?" tanya Azzura langsung memeluk putra putrinya secara bergantian.
"Kami tidak apa-apa, Bunda. Hanya saja dia ..." Azriel menunjuk Naura.
"Jadi dia korban kecelakaannya?" tanya Azzam melirik Naura.
"Iya, Ayah. Sampai saat ini belum ada sanak saudara yang menjenguknya. Makanya aku dan Khanza di sini dulu, kami bingung mau menghubungi keluarganya. Tidak ada identitas yang di temukan di dalam mobil, kata para warga begitu, Ayah, Bunda."
"Ya Allah, kasihan sekali dia ini. Terus sekarang bagaimana?" tanya Azzura.
"Kami juga tidak tahu, tapi Khanza ingin menemaninya, boleh?" ucap Khanza.
"Maksudnya?"
"Selama tidak ada orang yang menjenguknya izinkan Khanza yang menemani dia dan merawatnya," ucap Khanza.
"Khanza kamu seriusan?" Azzura memastikan lagi niat putrinya. Setahunya Khanza bukanlah orang yang mudah dekat dengan orang lain.
"Khanza serius, Bunda. Aku kasihan lihat dia sendirian." Khanza menatap wajah teduh Naura yang terus memejamkan mata.
"Mas?" Azzura menatap suaminya untuk meminta persetujuan dari Azzam.
"Ayah tidak melarang mu, tapi ini sudah malam. Kita juga tidak tahu siapa dia."
"Justru karena kita tidak tahu dan belum ada keluarganya yang datang, kita tungguin dia sampai sadar meskipun dokter bilang harapan dia hidup sangatlah tipis," kata Azriel.
"Ya Allah, dia koma?"
"Kata Dokter tepatnya begitu, Bunda. Kalau dalam satu Minggu tidak ada kemajuan maka terpaksa alat yang menempel di tubuhnya akan di lepas dan dinyatakan meninggal," jelas Azriel memberitahukan informasi dari dokter.
"Kasihan sekali gadis ini. Ya sudah, Bunda izinkan Khanza menemaninya sebelum kamu mondok." Azzura yang memiliki hati lembut tidak tega membiarkan gadis yang baru ia temui sendirian.
"Baiklah, Ayah juga mengizinkan kamu, tapi Azriel juga akan menemani kamu di sini."
"Berarti malam ini kak Azriel dan aku akan tidur di sini ya, Ayah, Bunda."
"Bagaimana Mas?" Azzura menatap suaminya, semua keputusan ada pada suaminya.
"Iya, boleh. Kamu Azriel, lebih baik pulang dulu ganti pakaian kamu."
"Kalau pulang jauh, Ayah. Di depan ada mall, baju gantinya Azriel beli saja supaya tidak bolak balik ke rumah."
"Biar Ayah saja yang belikan. Kalian tunggu di sini."
Azzura menatap silih berganti orang-orang yang ia sayangi. Mereka begitu baik, peduli, dan juga perhatian sama orang lain. Azzura bersyukur memiliki keluarga yang sangat luar biasa baiknya. Tidak pernah ada kata menyesal dalam diri Azzura memiliki suami dan anak-anak seperti mereka.
Lalu matanya beralih pada Naura. "Entah siapa kamu, saya berharap Allah memberikan kamu kesempatan kedua. Sadarlah, Nak. Jika kamu tersadar saya yakin kamu akan menjadi wanita yang luar biasa."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Chintiya Mins
𝚝𝚑𝚘𝚛 𝚔𝚊𝚕𝚘 𝚛𝚞𝚊𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚔𝚘𝚖𝚊 𝚋𝚞𝚔𝚊𝚗𝚢𝚊 𝚌𝚞𝚖𝚊𝚗 𝚊𝚝𝚞 𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚊𝚓𝚊 𝚢𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚘𝚕𝚎𝚑 𝚓𝚎𝚗𝚐𝚞𝚔?
2023-07-04
0