Banyak hal yang Naura pelajari dari Khanza dan Azriel. Ketulusan, ikhlas, sabar, dan sebuah keluarga yang saling mendukung. Ia yang terlahir sebagai anak tunggal dan tidak tahu ayahnya siapa, merasa iri melihat keakraban Azriel dan juga Khanza.
"Dimana keluarga mu, Nau?" tanya Azzura yang juga ada di sana melihat keadaan Naura. Bahkan Azzam pun ada beserta anak bungsunya, Naufal.
"Keluarga?" mengingat keluarga, wajah Naura terlihat sangat murung sekali. Bahkan ia menunduk dengan mata yang berkaca-kaca.
Azzura menggenggam tangan Naura. "Kalau kamu tidak ingin cerita tidak apa-apa. Itu masalah pribadi kamu."
"Sebenarnya aku tidak tahu apakah ibu memikirkan aku atau tidak. Aku keluar dari rumah dan ibu memilih suami barunya." Naura tidak berbohong, ia berkata jujur mengenai apa yang ia alami.
"Kenapa begitu? Apa kalian punya masalah? Seburuk-buruknya seorang ibu adalah orangtua kamu yang wajib kamu hormati, surga ada di telapak kaki ibu, Nak. Kamu tidak boleh marah apalagi memusuhi ibumu."
"Tante, ada satu hal yang membuat aku keluar rumah. Aku tidak marah sama ibuku, tapi aku hanya kecewa atas sikapnya yang lebih mempercayai pria lain daripada aku. Ibu masih padaku, ia mengusirku dan memilih pria yang baru ibu kenal. Sampai saat ini aku tidak tahu apakah ibu memikirkan aku, mencarimu, atau tidak."
Azzura tidak tahu masalah Naura seperti apa. Tapi mendengar ceritanya, ia merasa kasihan pada Naura. "Kamu yang sabar ya, semoga Allah memberikan jalan untuk kamu dan juga ibumu untuk kembali bertemu dan bersatu."
"Kamu punya masalah dengan ibumu?" tanya Khanza yang ada di sana sambil menikmati cemilan kua yang di bawa Bundanya.
"Iya."
"Emangnya masalah apa sampai ibunya kakak tidak mau mencari?" Khanza dibuat penasaran tentang kehidupan wanita yang ia tolong.
"Khanza, kamu tidak boleh bilang begitu. Itu masalah pribadi dan kamu tidak perlu mengetahuinya." Azzura menegur putrinya, ia juga ingin tahu, tapi ia tidak mau memaksakan Naura bercerita padanya.
"Tidak apa-apa, Tante. Aku juga tidak tahu kenapa ibuku tidak mencari ku, tapi sebelum aku keluar dari rumah, ibu ku membela suaminya yang jelas-jelas salah. Ibu termakan fitnah yang di berikan oleh Om Bara yang mengatakan kalau aku ini mencoba merayu suaminya, kalau aku ini seorang wanita malam. Padahal semua yang di ucapkan bukanlah kenyataannya. Ibu marah dan tidak mau bertemu denganku. Ibu juga lebih memilih suaminya."
"Ya Allah, ada juga ya seorang ibu percaya sama ucapan orang lain," kata Khanza tidak percaya kalau ibunya Naura bisa berbuat seperti itu.
"Apa kamu sudah berusaha menjelaskan bahwa kamu tidak salah?" tanya Azzura.
"Sudah, Tante. Tapi ibu tidak percaya padaku. Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi. Satu sisi aku ingin ketemu ibu, tapi di sisi lain aku takut bertemu om Bara yang mencoba ..." Naura menjeda ucapannya teringat saat pria tua itu mencoba melecehkannya. Matanya terpejam menahan rasa marah yang ia rasakan.
"Mencoba apa, Kak?" tanya Khanza.
"Mencoba melecehkan aku."
"Innalilahi," ucap Azzura dan Khanza bersamaan tidak percaya kalau gadis yang sedang duduk di brangkar ini mengalami hal yang tidak baik.
"Maaf, seharusnya kita tidak membahas ini. Pasti kamu trauma batas peristiwa yang menimpamu. Sekali lagi kami minta maaf," kata Azzura tidak enak hati harus membahas kehidupan Naura.
"Tidak apa-apa, Tante. Ini memang cerita pahit ku yang jauh dari kata suci. Bahkan aku tidak sesuci kalian, aku ini banyak sekali dosa dan aku juga tidak mengenal dekat Tuhanku." Mendengar Khanza dan Azriel yang sering mengaji membuat hati Naura tenang dan juga malu. Malu atas setiap perbuatan yang ia lakukan.
"Maksudnya kamu tidak pernah shalat?" tanya Azzura. Tanpa ragu Naura menganggukkan kepalanya sebagai tanda kalau ia tidak pernah shalat.
"Ngaji juga tidak tahu?" tanya Khanza dan lagi-lagi Naura mengangguk sebagai tanda kalau dia tidak bisa mengaji.
Azzura dan Khanza saling lirik dengan pikiran yang sulit di tebak.
"Maaf, apa orangtuamu tidak mengajarimu?" tanya Azzura hati-hati.
Wajah Naura murung, perlahan ia menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku hanya punya ibu saja, dan aku tidak tahu ayahku dimana. Ibu lebih sering bekerja tanpa mau mengajariku. Ibu hanya ingin aku belajar dan sekolah yang benar dan menjadi orang sukses."
"Kalau kamu mau belajar, kamu bisa kok. Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Mau tua muda, dan juga dewasa bukanlah suatu hambatan menuntut ilmu."
"Belajar? Tapi siapa yang mau mengajariku di saat sudah besar begini? Pasti tidak akan ada orang yang mau." Naura mulai tertarik dengan dunia yang Khanza lakukan. Ia tertarik ingin membaca Al-Qur'an, ia tertarik memakai pakaian tertutup, ia tertarik melakukan gerakan yang dinamakan shalat. Hal itu mulai ada tanda-tanda ketika dalam tidurnya sering mendengar orang mengaji. Hati nuraninya begitu tenang dan merasa damai.
"Banyak sayang. Banyak guru-guru yang mau mengajarimu. Dan kalau kamu mau, Tante ataupun Khanza bisa membantumu, iya kan Khanza?" ujar Azzura.
"Iya, Kak. Dengan senang hati kita akan membantu kamu, Kak."
Naura tersenyum senang ada orang yang mau membantunya, tapi ia bingung mau tinggal dimana.
"Kalau belajar kan harus ada tempat tinggal, lalu aku tinggal dimana? Aku bingung, dan kalau kembali ke sana aku tidak mau, takut." Kembali ke club pun Naura tidak mau. Bukan karena tidak ingin bertemu Melinda, tapi karena tidak ingin ada orang-orang yang mendekatinya sampai mencoba menjebaknya. Naura sudah tidak mau berada di lingkungan yang penuh dengan dunia malam.
"Tinggal saja di rumah mu!" celetuk seseorang.
Azzura dan Khanza menoleh ke arah pintu yang dimana suaranya berasal.
"Mama."
"Nenek."
"Sudah cukup keluarga saya membantu kamu, jadi jangan lagi merepotkan kita!" Fatimah menatap Naura.
"Mah, Naura itu sedang butuh bantuan ..." nun perkataan Azzura segera di potong oleh Fatimah.
"Batuan apa lagi? Tempat tinggal? Mama tidak mau ya kita terus mengurus anak tidak jelas asal usulnya ini. Dia itu orang lain, dan karena dia kalian semua repot sampai harus bolak balik ke rumah sakit."
Naura menunduk merasa bersalah. Ia sudah merepotkan orang lain karena dirinya yang terbaring lemah.
"Maaf," lirih Naura.
"Maaf mu tidak akan cukup atas rasa peduli yang keluarga kita berikan. Jadi, tolong jangan sampai merepotkan kita lagi, ok!"
"Mah, Naura ingin belajar tentang agamanya, apa itu salah? Masalah tempat tinggal, kan Naura masih bisa tinggal di kontrakan."
"Banyak orang di luaran sana yang bersedia mengajarinya, tapi jangan kita lagi. Sudah satu Minggu ini kita terus menerus membantu dia, dan biarkan kali ini dia berusaha sendiri. Enak banget terus di bantuin kita, gak jelas banget!"
"Tapi, Mah ..."
"Tidak ada tapi-tapian! Pokoknya mama tidak mau kalian berurusan dengan gadis tidak jelas ini!"
Sakit itulah yang Naura rasakan. "Tidak jelas? Aku saja tidak jelas siapa ayahku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments