BAB 3

Saat matahari sudah memancarkan sinarnya, Alesha baru membuka kedua matanya. Dia meregangkan ototnya yang terasa pegal. Kepalanya juga terasa sangat berat.

Beberapa saat kemudian Mamanya masuk ke dalam kamar Alesha sambil membawa kebaya berwarna putih yang masih berhanger.

Alesha kini duduk dan menatap Mamanya. "Apa itu, Ma?"

Fara duduk di samping putrinya sambil menunjukkan kebaya itu. "Ya kebaya buat ijab qabul kamu."

Alesha mengernyitkan dahinya. Dia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Mamanya. "Maksud Mama gimana?" Alesha mengucek matanya. "Ini masih mimpi?"

"Kamu gak ingat apa yang kamu lakukan semalam? Ayah kamu marah besar sama kamu."

Alesha berusaha mengingat kejadian semalam. "Semalam Lesha dipaksa minum sama teman-teman." Alesha mulai bercerita.

"Terus?"

"Aku setengah sadar. Seingat aku, Rena antar aku sampai depan gang. Terus..." Alesha menutup bibirnya. "Iya, aku bertemu dengan pria yang ganteng, Ma."

"Terus apa yang kamu lakukan sama dia." Fara terus memancing pengakuan putrinya.

"Seingat aku, dia buka baju terus aku peluk. Astaga! Dia gak lecehkan aku kan Ma." kata Alesha dengan histeris.

Fara mencubit pipi Alesha saking gemasnya. "Justru kamu yang sudah melecehkan Pak Dokter itu."

"Pak Dokter?"

"Iya, kamu peluk Pak Dokter itu lalu digrebek warga. Warga menuntut kamu dan Pak Dokter untuk segera menikah. Kalau tidak, kamu akan diusir dari kampung ini." Fara tertawa dalam hatinya. Dia sengaja membesar-besarkan masalah agar putrinya merasa jengah dan tidak berbuat nakal lagi.

"Kok nikah, Ma? Lesha kan masih sekolah. Gak bisa gitu, Ma. Lagian Pak Dokter itu juga gak berkurang apapun aku sentuh." Alesha mulai menggembungkan pipinya.

Fara kini beralih menjewer telinga putrinya. "Makanya kamu jangan bandel. Untung Pak Dokter itu baik, tidak memperpanjang masalah ini. Kamu bayangin aja kalau namanya sampai tercemar gara-gara digrebek sama warga. Bisa-bisa gak ada pasien yang mau berobat ke dia."

Alesha memegang telinganya yang terasa sakit karena jeweran Mamanya. "Tapi kan Lesha gak cinta sama Dokter itu. Masak iya, Lesha mau nikah sama orang yang gak aku cinta dan juga gak aku kenal."

"Nanti cinta bisa tumbuh seiring berjalannya waktu. Lagian Mama yakin kalau Dokter itu baik."

Alesha akhirnya menyingkap selimutnya lalu mengikat rambutnya yang berantakan. "Dia umur berapa, Ma?" tanya Alesha.

"Sekitar umur 29 tahun."

Seketika Alesha melebarkan kedua matanya. "Mama, serius Lesha nikah sama om-om. Itu tua banget. Usia kita terpaut sebelas tahun."

"Kata kamu tadi dia ganteng?"

"Ya iya sih, Ma. Di bawah kesadaran Lesha aja tahu kalau dia ganteng. Tapi habis putus sama Dirga masak iya nikah sama om-om."

Seketika senyum Fara semakin mengembang. Sepertinya mereka memang ditakdirkan untuk berjodoh. "Jadi kamu galau kemarin karena habis putus sama Dirga. Syukurlah, itu tandanya kamu beneran jodohnya Pak Dokter." Kemudian Fara berdiri dan menggantung kebaya itu di dekat lemari Alesha. "Sekarang kamu mandi dulu lalu sarapan. Nanti Mama bantu kamu make up."

"Tapi Ma..."

"Sssttt, udah gak usah tapi-tapian. Daripada Ayah kamu yang bertindak. Ayah kamu udah marah banget. Kamu pilih nurut atau dimarahi Ayah?" ancam Fara.

Alesha menekuk wajahnya sambil memanyunkan bibirnya. Dia tahu, Ayahnya kalau marah sangat menakutkan.

"Udah cepat mandi!" Kemudian Fara keluar dari kamar Alesha dan menutup pintu.

Alesha kini mengambil ponselnya. Banyak chat di grup solid yang menanyakan kondisinya sekarang. Dia masih kesal dengan teman-temannya yang memaksanya untuk minum minuman beralkohol itu. Kini hidupnya sudah hancur hanya karena minuman itu. Dia tidak pernah membayangkan menikah di usia muda seperti ini, apalagi menikah dengan om-om meskipun tampan dan berprofesi Dokter sekalipun.

Kalian semua tega menghancurkan hidup gue! Gue undur diri dari grup ini.

Kemudian Alesha keluar dari grup itu. Dia melempar ponselnya ke ranjang. Dia kini mengambil boneka beruangnya lalu memeluknya dengan erat.

"Bear, kenapa sih hidup aku kayak gini? Dirga selingkuh dengan Kiara, dan sekarang aku harus nikah dengan orang yang gak aku kenal. Hati aku rasanya masih sakit, tapi sekarang ditambah masalah ini. Hidup aku makin tambah kacau.”

Air mata Alesha kini mengalir di pipinya. "Bear, ih, diem aja." Alesha kembali merebahkan dirinya. Dia ciumi kepala beruang itu. "Andai Kak Devan masih ada di sini pasti dia akan menghiburku saat aku menangis."

Alesha kini memejamkan matanya. Meskipun telah 14 tahun berlalu tapi dia masih mengingat satu kenangan bersama Devan.

"Dek Lesha, ini boneka buat kamu soalnya Kakak sudah tidak bisa sering-sering ke rumah kamu. Jangan cengeng lagi ya. Kalau Dek Lesha sedih peluk saja boneka ini."

Alesha masih mengingat kalimat terakhir itu.

Kak Devan, apa kita bisa bertemu lagi?

...***...

Pagi hari itu, Devan duduk termenung di teras rumahnya. Benarkah keputusannya untuk menikahi Alesha? Apakah Alesha nanti mau dia ajak pulang ke rumahnya karena dia tidak mungkin bisa meninggalkan ibunya yang sering sakit-sakitan?

"Ada masalah apa, Nak? Kamu semalam pulang sangat larut,” tanya Ibunya. Bu Rahma berjalan dengan tongkatnya lalu duduk di dekat Devan. Bu Rahma baru saja sembuh dari stroke. Meskipun kakinya belum bisa melangkah sempurna, tapi Bu Rahma sudah bisa berjalan.

Seketika Devan berlutut di hadapan Ibunya dan bersimpuh di pangkuannya. "Ibu, jika aku menikah hari ini, apa Ibu akan merestui?"

Seketika Bu Rahma tersenyum. Dia kini menyugar rambut tebal Devan. "Sudah waktunya kamu menikah dan menjalani kehidupan kamu. Kamu jangan terlalu memikirkan Ibu. Pikirkan juga kebahagiaan kamu."

Devan hanya menganggukkan kepalanya.

"Dengan siapa? Mengapa kamu tidak pernah mengenalkannya pada Ibu?" tanya Bu Rahma.

Devan mendongak dan menatap wajah Ibunya yang sudah terlihat tua itu. "Sebenarnya semalam aku dituduh warga telah melecehkan seorang gadis. Tapi sumpah demi Allah, aku tidak melakukan itu. Demi nama baik kita semua, aku harus menikahi dia."

"Tidak apa-apa. Mungkin itu jodoh yang dikirimkan Allah untuk kamu,” kata Bu Rahma dengan lembut. Dia tahu, putranya anak yang baik. Tidak mungkin melakukan hal yang dilarang agama.

"Tapi, mungkin dia tidak sempurna seperti yang Ibu harapkan. Mungkin dia juga belum bisa merawat Ibu dan mengerjakan pekerjaan seorang istri. Karena dia masih sekolah. Masih sangat muda."

Bu Rahma menarik lengan Devan agar duduk di sampingnya. "Apa kamu yakin akan menikah?"

Devan menganggukkan kepalanya. "Ada satu alasan yang membuat aku yakin menikahinya."

"Ya sudah, Ibu merestui kamu."

Seketika Devan memeluk Ibunya. "Terima kasih, Ibu."

"Semoga kebahagiaan selalu tercurah untuk kamu."

"Amin."

.

💕💕💕

.

Like dan komen ya...

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Devan emang baik, Beda dgn Dirga, yg pacaran hanya mengedepan kan nafsu..

2023-10-22

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Wkwkwkwk Kan kamu akan menikah ama Devan, tenang aja dia akan selalu ada utk mu mulai sekarang 😂😂

2023-10-22

0

Redmi A2

Redmi A2

bestt

2023-09-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!