BAB 2

"Apa yang kalian lakukan di dalam? Buka!"

Devan mendorong tubuh Alesha hingga Alesha melepas pelukannya lalu dia memakai snellinya. Dia kini membuka kaca mobilnya.

"Kamu mau berbuat mesum di sini?" tanya salah satu warga dengan keras.

"Kamu seorang Dokter tapi tingkah laku kamu seperti ini. Benar-benar merusak citra Dokter."

"Bukan seperti itu, Pak. Saya bisa menjelaskan, sebenarnya..." Belum selesai Devan berbicara, tiba-tiba Alesha memeluknya. "Dek, jangan gini. Mereka semakin salah paham." Devan kembali melepas pelukan Alesha.

"Loh, ini kan putrinya Pak Aslan. Wah, tidak bisa dibiarkan. Ayo, kita selesaikan sekarang juga ke rumah Pak Aslan."

Devan menghela napas panjang. Apes sekali malam itu. Dia berniat menolong tapi justru dituduh telah berbuat asusila. Dia akhirnya keluar dari mobil karena warga terus memaksanya keluar. Dia masih menahan tubuh Alesha sambil berjalan menuju rumah Alesha.

Sampai di depan rumah Alesha, warga menekan bel rumah dan menggedor pagar yang menjulang tinggi itu. Beberapa saat kemudian ada satpam yang membuka pagar itu.

"Dimana Pak Aslan?" Tanpa menunggu jawaban dari satpam, mereka semua masuk ke dalam teras rumah Aslan.

Seketika Aslan dan istrinya keluar. "Ada apa?" Tapi pandangannya kini tertuju pada putrinya yang sudah setengah sadar dan berada dalam rengkuhan Devan. "Lesha, kamu kenapa?" Aslan menarik tubuh putrinya. Bau alkohol sangat menyengat di hidungnya. "Lesha! Kamu bandel sekali! Kamu minum minuman keras!" Alesha sudah tidak merespon perkataan Ayahnya.

"Astaga, Lesha. Mama sedari tadi telepon kamu tapi gak kamu angkat!"

Alesha tak menjawabnya, dia justru menutup mulutnya dan muntah lagi.

"Ma, bawa ke kamar. Siram pakai air dingin sekalian biar sadar." Aslan menghela napas panjang. Dia tidak mengira anaknya berani meminum minuman haram itu. Dia kini menatap Devan dan para warga setelah istri dan putrinya masuk ke dalam rumah.

"Pak, kita tidak bisa terima dengan tingkah laku putri Pak Aslan. Dia hampir berbuat me sum dengan Dokter ini!"

Aslan kini menatap tajam Devan. "Kamu sudah apakan anak saya?"

"Saya..." Devan yang sedari tadi menundukkan pandangannya, kini menatap wajah Aslan. Dia ingat betul dengan wajah itu, "Pak Aslan, suami Bu Fara?"

"Iya, kamu jawab dulu, jangan mengalihkan pembicaraan! Apa yang sudah kamu lakukan?"

"Sebenarnya saya akan menolong putri Bapak yang terjatuh di pinggir jalan tapi dia justru muntah di kemeja saya jadi saya melepas kemeja saya dan putri Bapak memeluk saya yang membuat warga salah paham. Saya berani bersumpah, saya tidak menyentuh putri Pak Aslan."

"Itu hanya alasan!" Warga kembali riuh.

"Bapak-bapak tenang dulu, kita bicarakan ini di dalam rumah. Bisa diwakilkan saja oleh Pak RT dan Pak Rahmad, yang lainnya tolong bubar. Ini sudah malam,” kata Aslan berusaha membubarkan mereka semua.

"Pokoknya mereka harus menikah! Agar nama kampung kita tidak tercemar."

"Iya, betul!"

"Bapak-bapak, biar saya yang menyelesaikan masalah ini dengan Pak Aslan," kata Pak RT setempat. "Iya, saya pastikan mereka akan segera menikah."

Devan melebarkan matanya. Dia tidak bisa menerima pernikahan itu begitu saja. "Tapi tidak bisa begitu juga. Ini tidak adil bagi saya. Saya benar-benar tidak ada niat jahat sedikitpun pada putrinya Pak Aslan."

"Kita bicarakan saja di dalam."

Devan akhirnya masuk ke dalam rumah Aslan. Kini Pak RT dan satu saksi duduk berdampingan. Sedangkan Devan kini duduk di dekat Aslan.

"Kamu seorang Dokter?" tanya Aslan.

"Iya, saya seorang Dokter Umum. Nama saya Devan. Saya salah satu anak didik Bu Fara 14 tahun yang lalu. Mungkin Pak Aslan masih mengingat saya," jelas Devan.

Aslan berusaha mengingat Devan. 14 tahun yang lalu bukan waktu yang singkat. Ditambah umurnya yang sudah tidak muda lagi membuatnya pelupa. "Mungkin istri saya yang mengingat kamu."

"Jadi putri Bapak ini namanya Alesha?" tanya Devan memastikan. Dia masih ingat betul dengan Alesha.

"Iya. Namanya Alesha. Dia memang bandel. Dia terpengaruh oleh circle pertemanannya. Kalau memang ini kesalahan anak saya, saya akan menghukum dia."

"Tapi Pak, untuk masalah seperti ini memang seharusnya mereka dinikahkan saja agar warga tidak meributkan lagi masalah ini, dan kita juga harus memberi contoh hukuman nyata agar tidak ada yang meniru perbuatan mereka." jelas Pak RT.

Aslan menghela napas panjang dan berpikir. "Masalahnya putri saya masih sekolah. Meskipun dia sudah berumur 18 tahun. Dan kamu Devan, apa kamu sudah mempunyai istri?"

Devan menggelengkan kepalanya. Tentu saja dia masih melajang. Dia tidak sempat memikirkan pasangan bahkan sampai umurnya hampir kepala tiga.

"Ya sudah, saya akan menikahkan putri saya besok. Pak RT dan Pak Rahmad bisa menghadirinya besok pagi sebagai saksi."

Devan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Entah dia harus menolak atau menerima pernikahan itu.

"Baik Pak. Kalau begitu kami permisi dulu," kata Pak RT.

"Iya Pak, saya mohon maaf atas keributan yang disebabkan oleh putri saya." Aslan menjabat tangan Pak RT dan Pak Rahmad kemudian kedua bapak itu keluar dari rumah Aslan.

"Maaf Pak, apa tidak meminta pendapat Alesha dulu?" kata Devan.

"Tidak, saya harus memberi hukuman Pada Lesha. Apa kamu bersedia menikah dengan putri saya? Tapi jika kamu keberatan, ya, kita bisa mengatur dengan cara lain untuk menutup mulut warga." Tentu saja dengan uang mereka semua pasti akan diam.

Devan terdiam dan berpikir. Beberapa saat kemudian akhirnya Devan mengangguk. "Iya, saya bersedia." Dia kini telah yakin dengan keputusannya itu meski awalnya sempat menolak.

"Yah, gimana?" Fara kini duduk di samping Aslan setelah keluar dari kamar Alesha. "Alesha tidur, gak bisa dibangunin."

"Ya udah biarin aja, Ma. Aku udah mutusin menikahkan mereka berdua."

Fara terkejut dengan keputusan itu. "Hah? Tapi..."

"Mama ingat Devan?" Aslan memotong perkataan istrinya.

"Apa kabar Bu Fara?" tanya Devan.

"Devan yang dulu pernah jadi murid saya dan dekat dengan Lesha?"

"Iya, Bu."

Fara menghela napas panjang. "Kalau sama kamu, saya gak ragu lagi. Kamu sekarang sudah menjadi Dokter?"

Devan menganggukkan kepalanya.

"Hebat, perjuangan kamu benar-benar luar biasa. Jadi, kamu belum menikah?" tanya Fara. Dia juga harus memastikan bahwa Devan masih benar-benar lajang.

Devan menggelengkan kepalanya. “Saya belum menikah.”

"Mereka benar-benar dipertemukan oleh takdir lagi." Fara tersenyum. Dia yakin, Devan jodoh terbaik untuk putrinya. Meskipun umur mereka terpaut sebelas tahun, pasti Devan bisa membimbing Alesha.

"Iya. Biarkan Lesha mendapat hukuman ini. Semoga saja sikap Alesha bisa berubah setelah menikah.” Begitulah harapan Aslan. Sebagai seorang Ayah, dia sangat ingin putrinya menjadi pribadi yang baik.

"Tapi jangan bilang sama Alesha kalau saya adalah Devan yang dulu. Biarkan dia mengenal saya dari awal lagi. Saya juga akan berusaha menjaga dan mengawasi Alesha,” pesan Devan.

"Baik. Kalau begitu kamu sekarang pulang dulu dan minta restu pada orang tua kamu. Biar saya atur ke penghulu dan lain-lainnya. Nanti hubungi saya kalau seandainya kamu berubah pikiran. Saya akan menghargai keputusan kamu."

Devan menganggukkan kepalanya. Kemudian dia berdiri dan bersalaman dengan kedua orang tua Alesha.

"Saya permisi dulu. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Kemudian Devan keluar dari rumah Alesha. Dia berjalan menuju mobilnya yang terparkir di tepi jalan.

Lesha kecil, kita dipertemukan kembali oleh takdir.

.

💕💕💕

.

Like dan komen ya...

.

Masih ingat Aslan dan Fara?? 🤭

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Ternyata Alesha anak orangnkaya juga ya..

2023-10-22

0

mami Fauzan

mami Fauzan

wkt kecil prnh dimomong bgitu Sdh gede jd jodoh nya......

2023-09-24

1

𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓 menuju Hiatus

𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓 menuju Hiatus

Ceritanya menarik...
ak suka gaya menulisnya jg ..

2023-09-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!